"Syukurlah jawabku!" Sambil menyalami si Dedek. Tangguh memang.
Membangun Kemandirian dan Rasa Percaya Diri Anak
Ketangguhan seperti si Dedek di atas juga berkaitan erat dengan rasa percaya diri dan kemandirian. Biarkan anak mencoba hal-hal baru tanpa terlalu banyak intervensi dari kita orang tua.
Ketika mereka kecewa dan gagal dalam berteman seperti diatas, ajak mereka untuk berdiskusi. Ajak mereka mencoba lagi sambil memberikan dukungan emosional. Dengan begitu, mereka belajar untuk percaya pada kemampuan sendiri dalam menyelesaikan masalah mereka.
Kemandirian ini akan membuat anak lebih siap menghadapi berbagai situasi, baik yang mudah maupun sulit. Namun, orang tua tetap memantau dan menarik ulur perhatian. Mereka belum sepenuhnya bisa dilepas. Mereka tetap butuh dukungan dan support orang tua.
Misalnya ketika mereka curhat seperti si Dedek di atas, kita orang tua harus ada. Tanda jempol dan ucapan selamat yang sederhana itu membuat si Dedek percaya diri. Bahwa nasihat dan ancaman yang ia sampaikan ternyata boleh dan benar. Ia pun akan merasa pasti untuk melangkah. Tanpa sadar kita sudah menanamkan rasa percaya diri, mandiri, dan kemampuan memanajemen masalah.
Mengembangkan Empati dan Hubungan Sosial
Selain ketangguhan pribadi, anak juga perlu belajar membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Seperti hubungan dengan teman sebaya dan orangtua teman sebayanya.
Dengan mengembangkan empati, anak akan lebih mampu memahami perasaan orang lain dan menciptakan jaringan dukungan emosional dari lingkungannya. Dalam situasi sulit, hubungan yang baik dengan keluarga, teman, atau komunitas dapat membantu anak merasa didukung dan lebih kuat menghadapi tantangan.
Seperti kasus di atas anak percaya diri menolak pacaran. Ia pun percaya bahwa ia akan mendapat empati dan dukungan atas penolakan itu dari lingkungan tempat tinggal temannya. Ante-ante yang merupakan orang tua teman-temannya.