Suatu hari, Nisa anakku ditertawakan oleh ketiga teman karibnya. Ketika teman sekelasnya cowok lewat, salah satu temannya mengoloknya. " Rio pacar Nisa lewat. Ciye-ciye. Begitu juga saat Arfa teman cowok mereka lewat juga diledek. "Ciye, cowok Nisa satu lagi lewat.
Nisa pun ngambek. Ia lari ke arahku. Mata memerah. Wajah juga memerah. Aku menaikkan alis mata tanda bertanya. "Mereka meledek adek, Bun. Dibilang pacar Rio dan Arfa. Adek tak suka."
Lho, protesnya kok sama Bunda, Dek. Memangnya boleh Bunda yang tegur teman Adek?" Tanyaku penasaran.
"Nggak. Biar Adek yang tegur mereka." Ralatnya.
"Iya bagus adek yang tegur. Bisa nanti lewat wa sudah tiba di rumah kataku menasihati karena kami masih di sekolah. Sepanjang jalan menuju parkiran sekolah, si Adek terus dikutit temannya dan mereka masih cekikikan ketawa.Â
"Tuh lihat teman Adek, meski Bunda guru mereka, mereka tak segan menertawai Adek. Teman adek itu musti adek nasihati." Kamipun segeea pulang ke rumah.
Esoknya sepulang sekolah si Adek menemuiku lagi di kantor guru. Ia mengjak pulang bareng. Usai ambil absen pulang kami menuju parkiran.Â
"Bun, teman-teman Adek sudah minta maaf tadi pas jam istirahat." Lapornya.
"Wah keren, dong!" Jawabku sambil mengacung jempol.
"Iya, tadi adek nasihati mereka. Adek bilang pacaran itu haram. Kita juga baru bocil masak sudah mikirin cowok. Sekolah yang benar dulu. Raih sarjana baru deh mikirin cowok."Kata Adek. "Adek ancam dikit, ntar aku bilang sama ante ortu-ortumu deh kamu semua nembak-nembak cowok."
"Jangan Nisa. Ampun deh. Kita gak ledekmu lagi!" Itu janji mereka Bun.