Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Gaslighting, Bebaskan Diri dari Manipulasi Psikologis yang Merusak

11 November 2024   23:25 Diperbarui: 14 November 2024   13:39 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Gaslighting. (Sumber: DragonImages via kompas.com)

"Bayangan di Balik Cermin"

Malam itu, lampu di ruang tamu rumah Andra mulai berpendar redup. Lampu itu seperti kehilangan kekuatannya untuk menerangi. Sebenarnya bukan lampu itu yang bermasalah.

Dia yang mulai merasa ada yang tidak beres. Sejak beberapa minggu terakhir ini dia kerap meragukan dirinya sendiri. Seperti apakah tadi pagi dia benar-benar meletakkan kunci di atas meja ruang tamu?

Atau mungkin dia memang terlalu pelupa sekarang karena tak bekerja lagi, seperti yang selalu dikatakan oleh Raka, suaminya.

"Kenapa sih kamu selalu berantakan begini Andra?" Suara Raka terdengar dari balik pintu kamar. "Aku sudah bilang kuncinya di meja dapur, kamu aja yang nggak dengar."

Andra terdiam. Ia memutar bola matanya. Dia yakin betul kunci itu tadi dia taruh di meja ruang tamu. Tapi sekarang, setelah mendengar nada suara Raka yang mulai meninggi dan menghakimi, keyakinannya mulai goyah.

Mungkin memang dia yang salah. Mungkin dia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga sering lupa hal-hal kecil.

"Kamu harus lebih fokus, Ndra. Lihat, sampai sekarang kamu nggak bisa ngurus rumah dengan benar," Raka melanjutkan dengan nada yang lebih dingin.

Andra hanya bisa menunduk. Kata-kata itu seperti bayangan gelap yang selalu membuntutinya. Seiring waktu, kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Raka terasa seperti duri kecil yang menancap perlahan ke dalam dirinya.

Rasa itu menumpulkan rasa percaya dirinya. Dia mulai percaya bahwa dia memang payah, tak bisa diandalkan, dan tak layak mendapat apresiasi dari suaminya.

Namun, ada sesuatu yang berbeda malam ini. Ketika Raka kembali ke dalam kamar dan membiarkannya sendiri di ruang tamu. Andra menatap ke arah cermin besar di sudut ruangan. Ia tatap wajahnya yang kuyu. Ternyata penampilannya sekarang jauh dari bayangan penampilannya tiga tahun lalu.

Di cermin itu ia melihat wajahnya yang letih. Keletihan itu bukan hanya karena aktivitas sehari-hari. Ini lebih dalam. Ada rasa ragu yang tumbuh---bukan tentang dirinya, tapi tentang segala sesuatu yang selalu Raka katakan padanya. Tepatnya tingkah suaminya.

Sejenak, Andra mengambil napas panjang. Apakah dia benar-benar seperti yang dikatakan Raka? Apakah semua yang terjadi selama ini adalah karena dia tidak cukup baik? Atau mungkin ada sesuatu yang lebih dari sekadar ketidaksadarannya?

Sinar lampu yang redup mulai berkedip dan dalam keremangan itu, Andra melihat bayangan dari balik cermin. Bayangan dirinya yang lain tepatnya tiga tahun lalu. Lebih kuat. Lebih yakin.

Malam itu, untuk pertama kalinya, Andra memutuskan untuk mulai berbenah diri. Ada misi besar dalam dirinya. Ia harus kuat. Sebelum terlambat.

Manipulasi Psikologis yang Merusak: Gaslighting

Gaslighting itulah yang sedang menimpa pasangan muda yang awalnya bucin (budak cinta). Gaslighting adalah istilah yang semakin banyak dibicarakan dalam beberapa tahun terakhir, terutama dalam konteks hubungan pribadi, politik, dan lingkungan sekolah dan kerja. 

Fenomena ini merujuk pada manipulasi psikologis. Pelaku berusaha membuat korban meragukan realitas mereka sendiri, ingatan, atau persepsi mereka.

Gaslighting dapat menyebabkan korban merasa bingung, tidak percaya diri, bahkan merasa kehilangan kendali atas diri mereka sendiri. Hal ini dipicu karena adanya modus dari pelaku. Bisa karena pengaruh warisan, harta, dan pasangan baru.

Definisi Gaslighting

Istilah "gaslighting" berasal dari drama dan film Gas Light (1944), Seorang suami pada drama itu berusaha membuat istrinya percaya bahwa dia menjadi gila dengan membuat perubahan kecil dalam lingkungan rumah mereka. Seperti memudarkan cahaya lampu gas dan kemudian menyangkal bahwa ada perubahan apapun.

Dalam Gaslight itu suami (diperankan oleh Charles Boyer). Ia melakukan gaslighting terhadap istrinya (diperankan oleh Ingrid Bergman) dengan tujuan utama menguasai harta warisan yang dimiliki istrinya.

Ternyata sang suami mengetahui bahwa rumah tempat mereka tinggal menyimpan perhiasan berharga milik keluarga istrinya. Nah, untuk mencuri perhiasan itu dan  tanpa terdeteksi, ia perlu memastikan istrinya tidak akan mencurigainya.

Ia pun mencoba membuat istrinya tampak gila agar orang-orang percaya bahwa ia tidak sehat secara mental. Dengan begitu, ketika istrinya kehilangan kendali atas harta atau menjadi tidak dipercaya oleh orang lain, suami dapat lebih leluasa menguasai rumah dan perhiasan tersebut.
 
Mekanisme Gaslighting

Gaslighting dilakukan melalui berbagai teknik manipulasi yang halus, tetapi efektif. Misalnya dengan penyangkalan fakta. Pelaku akan menyangkal sesuatu yang jelas-jelas terjadi atau diungkapkan oleh korban, sehingga korban mulai meragukan ingatan atau persepsi mereka.

Pelaku mengabaikan perasaan korban. Pelaku seringkali meremehkan atau mengabaikan perasaan korban dengan mengatakan bahwa korban "terlalu sensitif" atau "berlebihan." Ini membuat korban merasa tidak valid dalam merasakan apa yang mereka rasakan.

Pelakupun akan medistorsi realitas dengan sering kali memutarbalikkan kenyataan dan membuat korban merasa bersalah atau malu atas situasi yang sebenarnya bukan kesalahan mereka. Misalnya, pelaku mungkin membuat korban merasa bersalah atas kemarahan atau kekesalan pelaku sendiri.

Lebih parah lagi pelaku sampai pada tahap mengisolasi sosial korban. Pelaku gaslighting memisahkan korban dari orang-orang yang mungkin memberikan dukungan emosional atau perspektif objektif. Ini dilakukan untuk membuat korban semakin tergantung pada pelaku. Hati-hati yang bucin.

Dampak Gaslighting pada Korban

Korban gaslighting sering kali mengalami berbagai dampak psikologis yang serius. Seiring waktu, korban mulai meragukan kemampuan mereka untuk mempercayai penilaian mereka sendiri.

Mulai muncul kebingungan dan ketidakpastian diri, kehilangan rasa percaya diri, depresi dan kecemasan, dan ketergantungan pada pelaku.

Seiring waktu, korban menjadi sangat bergantung pada pelaku karena mereka merasa tidak mampu mengambil keputusan sendiri atau meragukan persepsi mereka sendiri. Apalagi bila korban seorang yang introvert.

Cara Membebaskan Diri dari Gaslighting: Langkah-Langkah untuk Melindungi Diri

Gaslighting sangat merusak kesehatan mental dan emosional seseorang. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui cara mencegah diri dari menjadi korban manipulasi ini.

Ketika merasakan keanehan dalam hubungan, sebaiknya kita muncul sebagai detektif kecil-kecilan. Kita perlu percaya intuisi dan pengalaman kita.

Penting untuk selalu percaya pada perasaan dan intuisi kita. Jika ada sesuatu yang terasa salah atau tidak konsisten dalam hubungan kita dengan seseorang, dengarkan firasat itu dan cobalah memahami apa yang menyebabkan perasaan tersebut.

Sebagai detektif, buatlah catatan tentang rutinitas kita. Pelaku gaslighting akan mencoba menyangkal fakta atau kejadian yang sudah terjadi.

Dengan mencatat hal-hal penting yang kita kerjakan seperti percakapan, keputusan, atau insiden tertentu kita dapat membandingkan.

Jangan cepat memverifikasi kembali peristiwa tersebut karena pelaku akan curiga. Kecuali jika dipertanyakan di kemudian hari. Ini bisa membantu kita tetap yakin pada ingatan dan persepsi kita.

Membangun dukungan sosial yang kuat baik dengan anggota keluarga kita dan sahabat sangatlah penting. Apalagi ketika pelaku gaslighting sudah mengisolasi korban dari teman atau keluarga yang dapat memberikan perspektif yang lebih objektif.

Penting untuk menjaga hubungan yang sehat dan positif dengan orang-orang yang mendukung kita. Mereka bisa menjadi sumber dukungan emosional dan memberikan sudut pandang yang objektif ketika kita merasa bingung atau ragu.

Percaya diri dalam pengambilan keputusan ketika hasil detektif kecil-kecilan kita sudah mengarah ke gaslighting. Pelaku gaslighting sering berusaha membuat korban merasa tidak mampu membuat keputusan yang tepat. 

Untuk melawan ini, biasakan untuk memvalidasi keputusan dengan menggunakan logika dan fakta. Bahkan jika merasa ragu, percayalah pada kemampuan kita untuk membuat pilihan yang baik dan rasional sesuai temuan kita.

Selain itu konsultasi dengan profesional juga perlu untuk meyakinkan temuan kita tentang perilaku suami yang gaslighting. Jika kita sudah ragu dan  merasa  sedang menjadi korban gaslighting, jangan ragu untuk mencari bantuan dari profesional, seperti psikolog atau konselor. Lakukan secara rahasia.

Mereka dapat membantu kita memahami situasi lebih baik dan memberikan strategi untuk mengatasi manipulasi ini. Bantuan profesional juga penting untuk membangun kembali kepercayaan diri dan kestabilan emosional kita. Selain untuk memperkuat temuan detektifan kita.

Jika temuan detektifan kita sesuai arahan konselor, tugas utama kita mempertahankan kesehatan mental. Menjaga kesehatan mental bisa dalam kegiatan yang mendukung kesehatan emosional, seperti memperbanyak membaca Al Quran dan terjemahannya, olahraga, atau hobi yang menyenangkan juga dapat membantu menjaga kestabilan mental. 

Jangan lupa shalat isthikarah dua rakaat sebelum memastikan keluar dari hubungan yang tidak sehat ini. Jika gaslighting terus berlanjut dan kita merasa bahwa kita tidak bisa lagi bertahan dalam situasi tersebut, saatnya untuk mempertimbangkan mengakhiri hubungan atau lingkungan yang merusak itu.

Terkadang, menjauh dari pelaku satu-satunya cara untuk melindungi kesehatan mental dan emosional Anda. Setelah shalat istikharah, biasanya kita akan memiliki kekuatan untuk bersikap dan bertindak.

 "Bayangan di Balik Cermin" (Lanjutan)

Keesokan paginya, Andra bangun dengan perasaan yang berbeda. Ada sesuatu yang berubah. Dia tidak bisa lagi menutupi perasaan itu dengan alasan bahwa dia hanya terlalu sensitif atau terlalu pelupa.

Semalam, untuk pertama kalinya ia shalat istikharah atas anjuran teman-temannya. Diapun setelah shalat menyadari bahwa selama ini ada yang salah---bukan hanya pada dirinya, tapi pada cara Raka memperlakukannya. Ada yang berubah.

Sebelum Raka bangun, Andra mengambil catatan kecil sebagai detektifan yang biasa dia gunakan untuk menulis daftar belanja. Sejak pagi ini dia tidak akan menulis belanjaan lagi. Dia menuliskan hal-hal yang telah membuatnya ragu, bingung, dan merasa tidak berharga selama beberapa bulan terakhir ini.

Setiap kali Raka mengkritiknya tanpa alasan jelas. Setiap kali itu pula dia membuat Andra meragukan ingatannya sendiri. Setiap kali dia merasa bahwa kenyataan yang dia jalani seakan terdistorsi.

Dia mulai menyadari pola itu. Selalu sama. Raka selalu menekankan kesalahan pada dirinya sehingga membuatnya merasa kecil, bahkan ketika tidak ada alasan yang jelas.

Selama beberapa minggu berikutnya, Andra mulai mengubah caranya merespons. Ketika Raka mengatakan bahwa dia melupakan sesuatu atau tidak mendengarkan dengan baik, Andra mencoba tidak lagi menunduk dan menerima kata-kata itu begitu saja. 

Sebaliknya, dia mulai mempertanyakan. Dengan tenang, dia bertanya pada Raka, "Benarkah begitu? Aku yakin tadi aku melakukan hal yang kamu bilang tidak aku lakukan."

Namun, Raka, yang biasanya mendapatkan kepatuhan Andra tanpa perlawanan, tampak terkejut dengan sikap barunya ini. Dia mulai membalas dengan marah. Urat lehernya sampai keluar. Dia berusaha keras untuk membuat Andra merasa bersalah.

Tapi Andra tidak lagi mundur. Setiap kali Raka mencoba menyerangnya secara emosional, Andra mencatatnya dalam buku detektif kecil yang dia simpan di dalam laci meja rias.

Semakin lama, semakin jelas bagi Andra bahwa apa yang dia alami selama ini bukanlah karena kesalahan atau kelemahan dirinya. Semua manipulasi-gaslighting-yang membuatnya meragukan segala hal tentang dirinya sendiri. 'Apa motif Raka melakukan ini?'

'Apa mungkin karena jenuh bekerja? Karena mereka belum punya anak? Atau karena ada wanita lain?' Andra menyimpan tanya itu dalam otaknya. Biarlah buku detektif kecilnya yang akan menjawab.

Suatu pagi, setelah beberapa minggu mengamati dan mencatat semua tindakan Raka, Andra merasa siap. Dia sudah bicara kembali dengan teman lama yang bekerja sebagai konselor di perusahaan tempatnya bekerja dulu. Ia seseorang yang mengerti apa yang dia alami.

Temannya pun mendukungnya untuk mengambil langkah besar. Pagi itu, setelah memastikan bahwa dia benar-benar yakin, Andra memutuskan bahwa dia harus mengambil tindakan nyata. Ia harus keluar. Memang berat. Bagaimanapun, ia masih menyayangi suaminya.

Saat itu Raka sedang bekerja dan Andra duduk di ruang tamu yang sepi. Ia memandang ke luar jendela. Napasnya sedikit berat, tapi hatinya mantap. Dengan tangan yang sedikit gemetar, dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seorang pengacara yang telah dia cari tahu sebelumnya.

Dia mulai mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk mengambil keputusan yang sudah lama tertunda: meninggalkan hubungan ini. Ia pun membuat kesepakatan dengan pengacara dan teman konselornya.

Selama beberapa minggu, Andra merencanakan kepindahannya. Dia mulai menyimpan uang secara diam-diam, mencari tempat tinggal baru meski kecil dan jauh. Yah, sebetulnya ia enggan meninggalkan rumahnya dan Raka. 

Rumah ini ia beli dengan pesangonnya saat keluar dari perusahaan. Lebih baik menyayangi diri dan masa depannya daripada bertahan di rumah ini. Maka Andra pun semangat membangun jaringan dukungan dengan teman-teman yang selama ini dia jauhi karena pengaruh Raka.

Semuanya dilakukannya dengan hati-hati sesuai instruksi pengacara dan konselornya. Dia pun faham dan tahu bahwa jika Raka mengetahui rencananya, mungkin akan ada konfrontasi yang lebih berat. Usahanya akan gagal dan sia-sia.

Akhirnya, hari itu tiba. Ketika Raka pulang dari kantor, Andra sudah berdiri di depan pintu bersama dua temannya, koper pun sudah di tangannya. Wajahnya tenang, ia menatap Raka suaminya. Ia sekarang jauh dari kebingungan yang dulu selalu muncul ketika Raka mulai bicara.

"Raka. Aku pergi," katanya dengan suara yang tenang namun tegas.

Raka tertawa kecil, seolah tidak percaya. "Kamu serius? Kamu nggak bakal bisa sendiri, Andra. Kamu nggak tahu dunia di luar sana keras." Matanya melirik dan meremehkan kedua teman Andra.

Andra tersenyum tipis. "Aku tahu dunia di luar sana lebih baik daripada di dalam sini, Raka.  Aku tahu siapa diriku dan dirimu."

Dia berbalik, meninggalkan rumah itu untuk selamanya. Ia dibantu kedua temannya membawa barang-barangnya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Andra bebas dan berjauhan dari Raka. Ternyata kesakitan bisa membuatnya meninggalkan Raka.

"Bayangan di Balik Cermin" (Penutup)

Langit sore berwarna jingga ketika Andra dan kedua temannya berjalan keluar dari rumah bucinnya yang selama ini mengurungnya. Udara dingin menyapu wajah mereka. Sesuai perkiraan pengacaranya. Andra harus dikawal. Meski dalam agamanya wanita yang meninggalkan suami akan dilaknat malaikat.

Dia dan temannya melangkah ke trotoar dan untuk pertama kalinya, tidak ada suara yang mengekorinya. Tidak ada kata-kata pedas senja, tidak ada tatapan yang membuatnya merasa kerdil. Hanya ada suara kaki mereka yang menyentuh jalanan dan angin yang berhembus lembut di antara pepohonan.

Andra berhenti sejenak di pinggir jalan,ia memandang ke langit yang semakin gelap. Dia merasa aneh---bukan karena takut, tetapi karena kebebasan ini terasa begitu baru dan asing. Rasa takut yang selama ini selalu menemani setiap gerakannya, perlahan menghilang. Kedua temannya pun mengerti.

Ponselnya bergetar. Pesan dari salah satu teman lama mereka yang baru saja dia temui kembali beberapa hari lalu.

"Sudah sampai? Kami menunggu kalian di sini. Kamu nggak sendirian."

Andra menatap kedua temannya. Mereka tersenyum kecil. Dia tidak sendirian. Selama bertahun-tahun, Raka membuatnya percaya bahwa dia tak mampu bertahan sendiri di luar, bahwa dunia di luar terlalu berbahaya, dan terlalu besar untuk ditangani.

Tapi sekarang, dia tahu bahwa dunia ini adalah miliknya juga. Ada orang-orang yang siap menyambutnya dengan tangan terbuka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun