"Anak-anak, kalian telah menjalani waktu yang panjang di sini. Banyak hal yang telah kalian pelajari, dan mungkin lebih banyak lagi yang tidak kalian sadari sedang kalian pelajari."
Luthfi mendengar setiap kata yang Pak Ridwan ucapkan dengan penuh perhatian. Ingatannya kembali ke masa-masa sulit, saat dirinya merasa tak sanggup dan berkali-kali hampir menyerah karena kerasnya sikap guru-gurunya.
Namun kini, ia paham bahwa di balik setiap teguran keras dan disiplin yang ketat, ada niat tulus yang membentuknya menjadi lebih kuat dan mandiri.
Setelah acara wisuda selesai, Luthfi mendekati Pak Ridwan. Mereka berbincang sebentar, mengulas kisah-kisah lama yang kini terasa lebih sebagai kenangan indah.
"Terima kasih, Pak," ucap Luthfi pelan. "Saya sekarang mengerti apa yang dulu Bapak katakan. Kedisiplinan dan ketegasan itu yang membuat saya bertahan dan menemukan jalan saya sendiri."
Pak Ridwan menepuk pundaknya dengan bangga. "Luthfi, ketahuilah, setiap langkahmu yang sabar di sini adalah langkah menuju keberhasilan. Dunia luar mungkin akan lebih keras, tapi aku yakin kamu akan bisa melewatinya setelah ini."
Luthfi tersenyum. Ia merasa tenang dengan keyakinan gurunya. Kali ini, ia siap menghadapi dunia luar. Ia akan membawa ilmu dan bekal kehidupan yang ia dapat dari sekolah ini. Ia tahu, walau jauh dari mata para gurunya, setiap nasihat mereka akan tetap membimbingnya di sepanjang jalan.
"Terimakasih Bu Guru Rina. Aku akan sabar menghadapi guruku di sekolah baruku." Janjinya kepada dirinya sendiri. Ya, Bu Rina tak hadir hari ini. Beliau cuti karena putranya wisuda di Pulau Jawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H