Biarkan siswa belajar dari kesalahan. Anda bisa mengatakan, "Tidak masalah, coba kita lihat bersama di mana letak kesalahannya dan perbaiki lagi ya," sehingga siswa merasa didukung untuk berkembang tanpa takut gagal dan ditolak.
Dengan meninggalkan enam kebiasaan ini, kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan dinamis. Siswa akan merasa lebih didengar, terlibat, dan didorong untuk berprestasi sesuai potensi masing-masing mereka.
Guru yang Berubah (Penutup)
Setahun berlalu sejak hari Bu Ria memutuskan untuk mendengar lebih banyak dan berbicara lebih sedikit. Kelas 9B kini telah naik kelas dan Bu Ria masih mengajar dengan metode barunya---menggabungkan pembelajaran interaktif, diskusi  kelompok, dan permainan edukatif. Â
Suasana kelasnya tidak lagi kaku, dan siswa-siswinya jauh lebih antusias setiap kali bel masuk berbunyi.
Suatu siang, saat Bu Ria tengah beres-beres di akhir pelajaran, seorang mantan muridnya, Fira, datang menghampiri. Kini ia sudah di kelas X SMA, tapi senyumnya masih seperti dulu---hangat dan tulus.
"Bu, saya cuma mau bilang terima kasih. Pelajaran matematika dulu terasa berat, tapi setelah Ibu mengubah cara mengajarnya, saya jadi lebih senang belajar," ujar Fira, mengingat kenangan lama mereka.
Bu Ria menatapnya, terharu. "Terima kasih, Fira. Kamu juga sudah banyak membantu Ibu dengan pendapatmu dulu. Ibu belajar banyak dari kalian."
Fira tersenyum lebar. "Saya senang bisa membantu, Bu."
Setelah Fira pergi, Bu Ria tersenyum sendiri. Ia tahu, bukan hanya murid-muridnya yang belajar---dia juga terus belajar setiap hari. Ia menyadari satu hal yang pasti: "Menjadi Guru Bukan Hanya Tentang Mengajarkan Ilmu" tapi juga tentang mendengarkan, berubah, dan tumbuh bersama mereka.
Kelas mungkin telah berganti, siswa datang dan pergi silih berganti tapi setiap perubahan yang Bu Ria buat telah membawa perubahan juga dalam dirinya, baginya, itu semua pelajaran yang paling berharga.