Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Sate Tengah Malam dalam Perjalanan Panjang Pekanbaru - Padang Panjang

21 Oktober 2024   15:47 Diperbarui: 24 Oktober 2024   18:11 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Katupek dan kuah kuning khas bertabur bawang: Foto Yusriana

Payakumbuh, dengan kekayaan kulinernya, menjadi destinasi wajib bagi para pecinta makanan tradisional. Sate adalah salah satu sajian yang patut dicoba karena selain rasanya yang lezat, hidangan ini juga merepresentasikan kekayaan budaya dan tradisi kuliner masyarakat Minangkabau.

Sate dari Payakumbuh adalah bukti bahwa kekayaan kuliner Indonesia begitu beragam dan sarat akan cita rasa. Dengan perpaduan bumbu tradisional dan teknik memasak yang khas, sate ini mampu menawarkan pengalaman kuliner yang berbeda dan tak terlupakan.

Bagi mereka yang mengunjungi Payakumbuh, mencicipi Sate Dangung-Dangung adalah keharusan karena selain memanjakan lidah, sate ini juga mengajak kita untuk lebih menghargai kekayaan kuliner lokal yang penuh dengan nilai budaya.

Ilustrasi Pondok Sate: Foto dokpri Yusriana
Ilustrasi Pondok Sate: Foto dokpri Yusriana

Mengenang Kenangan di Ujung Jalan

Usai menikmati sate, perjalanan pulang dari Pekanbaru pun terasa hening setelah menjenguk Nenek dan Atuk Lila yang tengah terbaring lemah. Kami ditemani musik Batak, menyusuri jalan dengan perasaan campur aduk. Kenyang sudah makan sate.

Selain kenyang, aku mengingat pula senyum tipis adikku Uwa. Lagi ia pasti merasa, aku seperti mimpi saja. Datang sesaat saja. Setiap kata-kata kami ia pahami meski ia tak bisa bicara. Dari lahir ia memang mengalami ini. Namun, ia memiliki cinta bersaudara yang kental. Ia selalu memegang telinganya untuk memberitahuku bahwa ia mencintai kami.

Udara dingin AC mulai merayap, bila ingat Uwa ada kehangatan di hati. Seolah setiap pertemuan, meski singkat, memberi arti. Di jalan yang lengang ini akupun menyadari satu hal: waktu terus berjalan, tapi kenangan tentang mereka selalu punya cara untuk tetap hidup di hati.

Saat sampai di rumah, lelah perjalanan lenyap begitu saja saat aku melihat cahaya lampu depan rumah menyala lembut, menyambut kami pulang. Hidup terus berlanjut, namun ingatan tentang Nenek Ibu Adik Iparku, Atuk Lila Pak Acikku, Uwa, adik istimewaku, dan semua yang ada di kehidupanku akan selalu menjadi bagian dari ceritaku. 

Termasuk mereka para muridku. Cerita kita menunggu di ujung setiap perjalanan kita. Moga kita sehat selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun