Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Sate Tengah Malam dalam Perjalanan Panjang Pekanbaru - Padang Panjang

21 Oktober 2024   15:47 Diperbarui: 24 Oktober 2024   18:11 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daging Sate disajikan khusus:Foto dokpri Yusriana

Sate di Tengah Malam

Perjalanan dari Pekanbaru menuju Padang Panjang terasa panjang malam ini. Udara semakin dingin dan kegelapan meliputi jalan tol Pekanbaru Bangkinang. Sepanjang jalan tol ini aku mengedit kembali tulisanku berjudul "Ingin Tetap Dihargai Siswa Meski Usia Bertambah."

Aku terinspirasi menulis itu setelah menjenguk Nenek Lila, Ibu mertua adikku. Usianya belumlah terlalu tua, baru 57 tahun. Namun karena penyakit yang menggerogot beliau lebih kurang 3 tahun ini, beliau terlihat sudah berumur.

Syukurlah dua anak beliau, Adik Iparku dan Abangnya sangat menghargai Ibu. Mereka merawat beliau dengan penuh kasih sayang. Mereka sangat memuliakan Ibu.

Sebelum pergi ke rumah Pak Acikku (Adek Ayahku) yang juga sakit, aku berpesan, "Hargai dan sayangi Ibu ya, Dek. Biarlah kita merawat Ibu yang sakit daripada tak punya Ibu."

Ya, aku merasakan sakitnya tak punya Ayah dan Ibu sejak 3 tahun lalu. Namun, berbanding terbalik dengan yang kulihat di rumah Pak Acikku. Adik-adikku semua sibuk. Ada 6 anak perempuan Pak Acik. Mereka semua sibuk. Tinggallah Pak Acik dan si bontot saja di rumah. Si bontot baru berusia 13 tahun.

Pak Acik pun curhat bahwa beliau sering sendiri di rumah. Anak-anak beliau lebih betah lembur di tempat mereka bekerja hingga pukul 03.00 dini hari. 

Kadang atau lebih sering, adik bontot mereka dibawa serta ke tempat kerja. Akibat situasi ini, pikiran Pak Acik tak tenang. Akibatnya beliau sakit mag, tensi tinggi, kolesterol, dan asam urat.

Aku hanya bisa memberi usul untuk mencari kerja. Tak usah kerja berat-berat. Tapi katanya cari kerja untuk seumuran beliau yang sudah kepala 6 susah.

Habis tol, tulisanku pun selesai. Aku posting di Kompasiana. Dari tol Pekanbaru Bangkinang ini,  jalan  yang kami lewati mulai berkelok-kelok. Beberapa ruas jalan macet karena buka tutup akibat jalan terban dan jembatan hanyut. Untung tulisanku sudah ditayangkan meski belum sempurna kuedit. Besok saja sesampai di rumah disempurnakan pengeditannya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 02 dini hari ketika aku dibangunkan suami. "Bun! Kita makan dulu." Beliau menepuk tanganku lembut.

"Pa saja yang makan. Kami dan Lila nunggu di mobil saja." Igauku belum puas tidur.

"Ini Kuliner Sate yang kita cari pagi-pagi dulu lo, Bun!" Bujuk suamiku.

"Ha, sate. " Akupun ingat sepanjang jalan Pekanbaru Payakumbuh, memang banyak sate. Kuliner ini buka sore hingga pagi. Sedang waktu itu kami coba telusuri pagi. Tak ada satupun yang buka.

Dengan mata berat, aku melihat si bungsu Lila sudah berdiri di samping Papanya. Akupun menggodanya, "Dek! Gendoooong!" Ujarku manja.

"Nggak ku ku, Bun!" Katanya meledekku. Iya mana pula dia kuku. Beratku jauh di atas beratnya yang hanya 35 kg.

Si dedek memang memanggilku Bunda dan suami dipanggil Papa. Begitu pula dua abangnya, nyaman memanggilku Mama, tapi suami dipanggil Ayah. Anak Gen Z dan Alpha memang begitu deh.

Akhirnya mobil kami berhenti di depan sebuah warung luas kuliner sate. Nyaris tak terlihat di balik gelap jalan dan malam. Ketika suamiku belok kanan, warung dengan parkiran luas itu pun terpampang. Tulisan Sate D....D pun terlihatnya.

Di sana, tulisan sederhana dengan cat merah menyala seperti saat dua tahun lalu aku dan teman-teman sekolah mampir di sini: "Sate D......-D......."Begitu deh tulisannya. (Nanti DD-nya cari sendiri ya. Ntar aku dibilang mimin iklan lagi. He he he! Nggak jadi AU deh tulisanku.

Perut yang kosong seakan berteriak mencium bau khas kuliner ini. Perut yang sedianya tenang, meminta diisi. Aroma daging yang dibakar di atas arang tipis tercium meski dari dalam mobil. Aroma ini seolah mengundang untuk masuk. Meski lelah dan mata berat, bau gurih itu menyegarkan kembali indraku yang nyaris mati rasa.

Aku memegang tangan si dedek. Kami turun, melangkah perlahan menuju warung yang tetap hidup di kala malam terlelap. Di bawah langit yang pekat, kehangatan bara api dan janji kelezatan sate di malam hari menjadi penyelamat perjalanan yang seolah tak berujung ini.

Katupek dan kuah kuning khas bertabur bawang: Foto Yusriana
Katupek dan kuah kuning khas bertabur bawang: Foto Yusriana

Sate D......-D...... Payakumbuh, Sajian Khas yang Menggugah Selera

Sumatera Barat sangat dikenal dengan ragam kulinernya yang gurih, nikmat, dan memikat. Salah satu sajian khas yang menarik perhatian pecinta kuliner adalah Sate D......-D...... yang berasal dari Payakumbuh. DD ini sebetulnya salah satu nama nagari yang ada di Kota Kecil ini.

Nama kuliner khas ini melekat dengan nagari tersebut. Berbeda dengan sate pada umumnya yang lebih dikenal di Jawa, Sate ini memiliki keunikan dalam cara penyajian, bahan baku, hingga cita rasanya.

Kelezatan dalam Kesederhanaan

Sate ini terbuat dari daging sapi atau kerbau yang dipotong kecil-kecil dan ditusuk menggunakan bambu. Daging yang dipilih daging terempuk. Beda sama sate lain, daging cenderung dicampur. Yang empuk dicampur yang lembek-lembek.

Proses pembakaran pun dilakukan dengan arang hingga menghasilkan aroma yang khas. Meskipun terdengar sederhana, kunci kelezatan sate ini terletak pada bumbunya. Sumatera Barat memang terkenal memiliki bumbu gurih.

Bumbu yang digunakan merupakan perpaduan rempah-rempah lokal seperti bawang merah kampung, bawang putih kampung, ketumbar, jahe kampung, kunyit, dan merica. Cita rasa yang dihasilkan adalah perpaduan antara gurih, manis, dan pedas karena masyarakat Sumatera Barat suka pedas. Cita rasa itu meresap hingga ke dalam daging sate.

Tidak hanya bumbu yang membuatnya istimewa, teknik pembakaran yang dilakukan oleh penjual sate berpengalaman juga menjadi salah satu faktor penentu. Sate ini dibakar dengan perlahan, sehingga daging tetap empuk dan juicy. Setiap tusukannya seolah membawa kelezatan khas Minangkabau yang autentik.

Sajian yang Unik

Sate biasanya disajikan dengan dua jenis bumbu kuah khas. Ada kuah kacang yang khas dan kuah kuning yang khas. Namun di sini hanya menyuguhkan kuah kuning khas saja.

Kuah kacang yang disajikan bila ada berbeda dengan sate kacang pada umumnya karena rasanya lebih lembut dan tidak terlalu manis, namun tetap gurih dan pedas.

Namun sate di tengah malam ini disajikan dengan kuah kuning khas. Kuah ini merupakan salah satu variasi sate yang berasal dari Minangkabau, khususnya daerah Dangung-Dangung, Payakumbuh, Sumatera Barat.

Sate ini memiliki ciri khas yang berbeda dari sate pada umumnya karena tidak disajikan dengan bumbu kacang atau kecap, melainkan menggunakan kuah kuning yang gurih dan kaya rempah.

Ciri Khas Sate:

1. Daging Sapi Padek dan Empuk

Biasanya menggunakan daging sapi padek (khas daging nomor satu) sebagai bahan utama. Daging sapi padek dipotong kecil-kecil dan ditusuk seperti sate pada umumnya.

2. Kuah Kuning Khas

Kuah ini terbuat dari santan dengan bumbu-bumbu rempah seperti kunyit, lengkuas, serai, daun jeruk, bawang merah kampung, dan bawang putih kampung. Warna kuningnya berasal dari kunyit. Memang mirip dengan kuah kuning pada masakan lain di Minangkabau.

3. Pembakaran Daging Sate

Daging sate dibakar di atas bara api sehingga menghasilkan aroma panggangan yang khas dan sedikit rasa smokey.

4. Cita Rasa Gurih dan Rempah sate

Kuah kuning yang dituangkan di atas ketupat sate diberikan sentuhan gurih bawang goreng yang sangat kuat, bercampur dengan aroma rempah yang kaya.

5. Tanpa Bumbu Kacang

Berbeda dengan kebanyakan sate di Indonesia, sate ini tidak menggunakan bumbu kacang, melainkan kuah santan kuning yang kental.

Bahan-Bahan Sate:

  • Daging sapi padek (dipotong kecil dan ditusuk sate)
  • Kunyit
  • Bawang merah kampung
  • Bawang putih kampung
  • Lengkuas
  • Serai
  • Santan
  • Daun jeruk purut
  • Garam, merica, dan penyedap rasa
  • Jeruk nipis (untuk melumuri daging sebelum dibakar)

Cara Membuat Sate:

1. Persiapan Daging

Daging yang sudah dicuci, ditiriskan, dan dipotong kecil-kecil, dilumuri dengan jeruk nipis, sedikit garam dan bumbu khas, lalu tusuk dengan tusukan sate.

2. Membuat Kuah Kuning

Tumis bawang merah kampung, bawang putih kampung, lengkuas, serai, dan daun jeruk hingga harum. Tambahkan kunyit dan santan, lalu masak hingga mendidih dan kuah mengental. Bumbui dengan garam dan sedikit penyedap.

3. Membakar Sate

Bakar sate di atas bara api hingga matang, sambil sesekali diolesi sedikit kuah kuning agar bumbunya meresap.

4. Penyajian

Sajikan sate dengan cara disiram kuah kuning di atas kerupat saja. Kuah dan Ketupat Sate disajikan terpisah sebagai cocolan daging sate khas.

Sate Dangung-Dangung memiliki rasa yang unik, karena perpaduan antara gurihnya daging bakar dan rempah-rempah dari kuah santan kuning.

Ada pula pilihan lain bagi pecinta kuliner, menyantap sate ini dengan sambal lado, sambal khas Minangkabau yang terbuat dari cabai rawit hijau dan bawang. Sambal ini memberikan sensasi pedas yang menggugah selera dan semakin memperkaya cita rasa sate yang sudah lezat.

Bagi yang suka pedas, kombinasi ini tentu menjadi sebuah kenikmatan tersendiri.

Menghargai Warisan Kuliner Lokal

Sate ini bukan hanya sekadar kuliner, tetapi juga bagian dari identitas budaya masyarakat Minangkabau, khususnya di Payakumbuh. Di setiap tusuk satenya tersimpan nilai-nilai kearifan lokal. Mulai dari pemilihan bahan, proses pembuatan, hingga cara penyajiannya. 

Keunikan kuliner ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Sumatera Barat.

Payakumbuh, dengan kekayaan kulinernya, menjadi destinasi wajib bagi para pecinta makanan tradisional. Sate adalah salah satu sajian yang patut dicoba karena selain rasanya yang lezat, hidangan ini juga merepresentasikan kekayaan budaya dan tradisi kuliner masyarakat Minangkabau.

Sate dari Payakumbuh adalah bukti bahwa kekayaan kuliner Indonesia begitu beragam dan sarat akan cita rasa. Dengan perpaduan bumbu tradisional dan teknik memasak yang khas, sate ini mampu menawarkan pengalaman kuliner yang berbeda dan tak terlupakan.

Bagi mereka yang mengunjungi Payakumbuh, mencicipi Sate Dangung-Dangung adalah keharusan karena selain memanjakan lidah, sate ini juga mengajak kita untuk lebih menghargai kekayaan kuliner lokal yang penuh dengan nilai budaya.

Ilustrasi Pondok Sate: Foto dokpri Yusriana
Ilustrasi Pondok Sate: Foto dokpri Yusriana

Mengenang Kenangan di Ujung Jalan

Usai menikmati sate, perjalanan pulang dari Pekanbaru pun terasa hening setelah menjenguk Nenek dan Atuk Lila yang tengah terbaring lemah. Kami ditemani musik Batak, menyusuri jalan dengan perasaan campur aduk. Kenyang sudah makan sate.

Selain kenyang, aku mengingat pula senyum tipis adikku Uwa. Lagi ia pasti merasa, aku seperti mimpi saja. Datang sesaat saja. Setiap kata-kata kami ia pahami meski ia tak bisa bicara. Dari lahir ia memang mengalami ini. Namun, ia memiliki cinta bersaudara yang kental. Ia selalu memegang telinganya untuk memberitahuku bahwa ia mencintai kami.

Udara dingin AC mulai merayap, bila ingat Uwa ada kehangatan di hati. Seolah setiap pertemuan, meski singkat, memberi arti. Di jalan yang lengang ini akupun menyadari satu hal: waktu terus berjalan, tapi kenangan tentang mereka selalu punya cara untuk tetap hidup di hati.

Saat sampai di rumah, lelah perjalanan lenyap begitu saja saat aku melihat cahaya lampu depan rumah menyala lembut, menyambut kami pulang. Hidup terus berlanjut, namun ingatan tentang Nenek Ibu Adik Iparku, Atuk Lila Pak Acikku, Uwa, adik istimewaku, dan semua yang ada di kehidupanku akan selalu menjadi bagian dari ceritaku. 

Termasuk mereka para muridku. Cerita kita menunggu di ujung setiap perjalanan kita. Moga kita sehat selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun