Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ingin Menjadi Guru Sukses? Lakukan 7 Metode Ekstrim Ini!

17 Oktober 2024   19:53 Diperbarui: 18 Oktober 2024   19:33 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Garis Batas Siswa dan Guru

Pagi itu, kelas 9B terlihat seperti biasa riuh, penuh dengan tawa dan keluhan kecil. Di sudut kelas, seorang siswi bernama Aira duduk terdiam. Biasanya ia ceria tapi hari ini matanya tampak kosong. 

Seolah teman di sekitarnya tak ada. Tambahan lagi dunianya tak berwarna. Ibu Rosiana, wali kelas yang sudah bertahun-tahun mengajar segera menyadari ada yang berbeda hari ini.

Tanpa ragu, Ibu Rosiana mendekati Aira setelah kelas usai.

"Aira, bisa kita bicara sebentar?" tanyanya lembut.

Aira hanya mengangguk pelan. Mereka berdua menuju taman sekolah yang sepi. Mereka duduk di bangku kayu di bawah pohon rindang. Suasana hening hanya suara burung yang terdengar dari kejauhan.

"Ada yang ingin kamu ceritakan, Nak?" Tanya Ibu Rosiana dengan penuh perhatian. Tidak ada tekanan hanya empati dan kesediaan mendengarkan.

Aira menarik napasnya dalam. "Bu, kenapa rasanya semua orang nggak paham aku? Bahkan di rumah, orang tuaku selalu bilang aku harus seperti kakak, pintar, disiplin, dan hebat dalam segala hal. Aku merasa seperti tak pernah cukup."

Ibu Rosiana terdiam sejenak. Beliau menatap Aira dengan penuh pengertian. Sebagai seorang guru, ia tahu persis bahwa setiap siswa punya jalan dan potensi mereka sendiri. 

"Aira," ucapnya lembut, "kamu nggak harus jadi seperti orang lain, bahkan kakakmu. Kamu punya dirimu sendiri, identitasmu sendiri. Yang penting adalah bagaimana kamu menjadi versi terbaik dari dirimu."

Baca juga: Nasihat Guru

Aira menatap guru itu. Air matanya mulai mengalir. "Tapi, Bu, rasanya susah. Aku terus dibandingkan dan aku marah  pada mereka, juga pada diriku sendiri. Mengapa aku bodoh?"

Ibu Rosiana mengangguk. "Aku mengerti. Kadang, marah itu wajar kok, Nak. Itu tanda kalau kamu ingin mempertahankan batas dirimu. Tapi marah juga bisa jadi kesempatan untuk belajar tentang apa yang kamu butuhkan."

Aira terdiam, kata-kata Ibu Rosiana perlahan meresap dalam pikirannya. Ia mulai faham. Ternyata ia berhak marah.

"Tak apa merasa marah, tak apa merasa kecewa. Tapi ingat, tugas kita bukanlah untuk menjadi seperti orang lain. Tugasmu melainkan menemukan kekuatan dirimu sendiri. Tak perlu tergesa. Cukup satu langkah demi satu langkah," lanjut Ibu Rosiana.

Di bawah pohon itu, di tengah heningnya taman, Aira mulai merasakan bahwa ia didengarkan, dipahami, tanpa perlu menjadi orang lain. Ibu Rosiana tak menawarkan solusi instan tapi kehadirannya cukup untuk membuat Aira merasa tak sendiri. Sebuah awal yang kecil, tapi bermakna baginya untuk bersikap.

Begitulah awal dimulainya cerita antara guru dan siswi di sekolah. Sebuah perjalanan menemukan diri sendiri bagi Aira. Ia berjalan tegap dengan dukungan yang hangat dan tegas di sepanjang jalan.

Pola Asuh Guru

Ingin menjadi guru sukses? Pola asuh yang tepat tentunya memainkan peran penting dalam perkembangan seorang siswa. Juga menentukan tingkat kesuksesan seorang guru.

Untuk mendapatkannya, guru perlu memberikan dukungan emosional serta perhatian yang cukup sehingga siswa merasa berada di lingkungan yang aman dan nyaman tentunya.

Komunikasi yang terbuka dan jujur juga membantu siswa merasa dihargai dan didengar. Sementara itu, penegakan kedisiplinan yang konsisten dan penuh kasih sayang juga diperlukan agar siswa belajar tentang tanggung jawab.

Meski banyak tips dan gaya pengajaran yang tersebar di internet, mendidik siswa bukanlah hal yang mudah bagi orangtua dan guru. Hal ini lantas membuat guru bertanya-tanya, apakah metode pengajaran yang diterapkan selama ini sudah baik atau belum untuk para siswanya?

Tanda Metode Pengajaran Guru Sudah Tepat Menurut Para Ahli Pendidikan

Ada beberapa tanda yang terlihat jika metode pengajaran yang guru berikan sudah tepat untuk siswa. Tanda metode ini bisa merekomendasikan guru sukses di kelas. 

Melansir dari berbagai sumber, berikut ini tanda-tandanya:

1. Guru Membiarkan Siswa Merasakan Kegagalan

Tidak peduli seberapa pun usia siswa, guru pasti akan melakukan yang terbaik untuk mencegahnya terluka atau tersakiti. Namun, menurut penulis The New Teacher's Guide, melihat siswa gagal bukanlah hal yang buruk.

"Terlalu banyak guru yang berusaha melindungi siswa agar tidak merasa kecewa atau tidak nyaman. Ketika Anda membiarkan siswa gagal tetapi mendiskusikannya nanti dan berbicara tentang apa yang mereka pelajari dari pengalaman itu, Anda telah mengajarkan ketekunan dan nilai kerja keras!"

Kegagalan itu disesuaikan diskusinya lebih lanjut sesuai kebutuhan pengajaran atau tema kegagalan siswa di kelas.

2. Guru Membiarkan Siswa Memiliki Identitasnya Sendiri 

Meskipun setiap guru bisa melihat sedikit dari diri mereka sendiri pada siswanya, memahami bahwa siswa memiliki identitas mereka sendiri adalah tanda bahwa guru telah mendidik dengan cara yang tepat.

Fakta bahwa siswa menyukai sesuatu yang tidak Anda sukai adalah tanda bahwa mereka tahu dukungan Anda tidak bersyarat.

Mereka tahu bahwa Anda lebih tertarik untuk membantu mereka menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri daripada mengubah mereka menjadi salinan kita.

3. Guru  Membiarkan Siswa Marah pada Guru 

Mendengar siswa marah atau berkata kasar tentu bisa membuat seorang guru merasa telah melakukan kesalahan. Namun, ini mungkin menjadi tanda bahwa guru telah melakukan hal yang benar.

Memang menyakitkan mendengar siswa marah. Namun, ini biasanya merupakan tanda bahwa Anda telah menetapkan batasan, mempertahankan pendirian, dan menerapkan konsekuensi saat aturan dilanggar.

4. Guru Memberikan Batasan pada Siswa

Walaupun guru dapat menjadi figur pendukung yang dekat dengan siswa, penting untuk tetap menjaga batasan yang sehat antara keduanya. Siswa tetap membutuhkan arahan dan disiplin yang jelas dari guru untuk membantu mereka berkembang.

Guru yang baik adalah perpaduan antara sikap hangat dan tegas. Rasio antara momen dukungan positif dengan penegakan aturan yang tegas sebaiknya 5 banding 1.

5. Selalu Validasi Perasaan Siswa

Wajar jika seorang guru ingin segera memperbaiki masalah yang dihadapi siswanya. Namun, guru yang baik justru mencerminkan emosi siswa dan memvalidasi perasaan mereka.

Artinya, guru merefleksikan kembali perasaan siswa sehingga mereka tahu bahwa mereka didengarkan dan dipahami.

Contoh pola asuh pendidikan yang baik adalah jika guru berkata, "Saya tahu kamu merasa kesal kepada Ibu kemarin, Ci dan Wa (panggilan nama murud). Saya di sini untuk mendukung sampai kamu merasa lebih baik," daripada mengatakan, "Itu bukan hal yang perlu dipermasalahkan."

6. Guru Berhati-Hati dalam Bertindak 

Menurut penelitian yang diterbitkan oleh psikolog dalam Psychological Reports, guru yang berhati-hati dalam tindakan dan memperhatikan perilaku mereka memengaruhi kesejahteraan emosional siswanya.

Misalnya, guru meluangkan waktu untuk merenungkan strategi pengajaran yang mendukung perkembangan emosional siswanya.

Guru juga akan menetapkan harapan yang realistis dan memberikan dukungan yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan siswanya.

7. Guru Memberikan Empati pada Siswa

Guru yang menunjukkan empati dan kasih sayang terhadap siswa adalah tanda bahwa mereka merupakan pendidik yang baik. Guru yang ramah memiliki sikap hangat, baik, dan kooperatif, sehingga siswa merasa dihargai, dicintai, dan dipahami.

Guru dengan keramahan yang rendah cenderung lebih tidak menentu, kasar, dan reaktif, seperti sering berteriak. Mereka juga lebih tidak responsif, pasif, dan menarik diri dari siswanya.


Penutup Garis Batas Antara Guru dan Siswanya

Hari-hari berlalu sejak percakapan itu. Aira perlahan mulai berubah, meski tak drastis. Ia masih kerap merasa tertekan. Namun kini, ada seberkas keyakinan dalam dirinya. Keyakinan bahwa ia tak harus memenuhi ekspektasi orang tuanya untuk menjadi berharga.

Setiap kali merasa sedih atau marah, ia teringat pesan Ibu Rosiana. Tak apa untuk marah, itu bukan tanda kegagalan, melainkan tanda ia sedang belajar mempertahankan dirinya.

Tentu saja, masih ada momen di mana ia merasa jatuh, tetapi kali ini, ia tahu ada orang yang akan selalu mendengarkannya.

Suatu siang, setelah pembagian rapor semester, Aira mendekati Ibu Rosiana yang sedang membereskan buku di mejanya.

"Bu, terima kasih," katanya pelan.

Ibu Rosiana menatapnya, tersenyum hangat. "Untuk apa, Aira?"

"Untuk semua yang Ibu katakan waktu itu... Aku tahu, mungkin aku belum berubah banyak. Tapi setidaknya, aku nggak merasa harus jadi seperti kakakku lagi, Bu. Aku mulai belajar menerima diriku sendiri. Aku juga berusaha memberikan pengertian kepada orangtuaku, Bu."

Mata Ibu Rosiana tampak berbinar. "Itu adalah langkah besar, Aira. Guru hanya bisa membantumu menunjukkan arah. Tapi yang membuat perjalanan itu berarti adalah langkah yang kamu ambil sendiri, Nak."

Aira tersenyum. "Aku masih belajar, Bu. Tapi setidaknya aku tahu, aku nggak sendirian. Ada Ibu di sampingku." Aira menangis. Ibu Rosiana merangkulnya. Mereka berpelukan.

Ibu Risiana mengurai pelukan. "Kamu tak akan pernah sendirian, Nak. Di sekolah ini, di luar sana, akan selalu ada orang-orang yang peduli dan menghargai siapa dirimu sebenarnya. Ada Allah juga bersama kita. Yang terpenting, jangan pernah berhenti menjadi versi terbaik dari dirimu, dengan cara yang kamu pilih." Ibu Rosiana menghapus air mata muridnya dengan telapak tangannya yang lembut.

Aira memandang gurunya. Kali ini dengan rasa bangga. Ia tak harus sempurna dan tak harus menjadi seperti orang lain. Ia hanya perlu menjadi dirinya sendiri dan itu sudah cukup.

Saat Aira pergi meninggalkan kelas, Ibu Rosiana melihatnya dengan bangga. Ia tahu, peran seorang guru bukan hanya mengajarkan mata pelajaran. Tetapi juga membantu siswa menemukan jalan mereka. Aira, dengan segala prosesnya, salah satu bukti bahwa pendidikan adalah tentang membimbing, bukan mengubah tapi mengarahkan.

Ibu Rosiana tersenyum. Sekarang ia merasa tenang. Di luar, angin berhembus lembut. Angin itu seperti membawa harapan baru. Harapan bahwa setiap anak memiliki kekuatannya sendiri. Mereka hanya butuh waktu untuk menemukannya. Selama masih ada guru yang peduli, mereka tidak akan pernah berjalan sendirian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun