Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Garing dan Nuqtah

5 Desember 2023   16:10 Diperbarui: 5 Desember 2023   16:14 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apakah ciri-ciri teks deskripsi garing teks observasi?"

Begitulah tulisan temanku Hafidz ketika guru Bahasa Indonesia kami memberikan soal Ulangan Harian ketiga sore tadi.

"Fidz, maksud Bu Guru garis miring!" Tegurku tadi sore.

Nampak wajah sahabatku bingung. Wajahnya yang berjerawat memerah bak kepiting goreng Pariaman. Ia melirikku sekilas.

Akupun menyodorkan bukuku padanya. "Kek gini, Hafidz!" Jelasku.

"Apakah ciri-ciri teks deskripsi/teks observasi?"

"Sepertinya kamu kurang sehat Hafidz?" Tanya Bu Nana guru kami. Tiba-tiba sudah berdiri di samping Hafidz sahabatku.

Nampak Hafidz mengangguk. Wajahnya pun bertambah merah.

"Mau bawang putih?" Tawar Bu Nana penuh perhatian. 

Tampak wajah Hafidz semakin merah. Ia pun gelagapan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya berulang-ulang, pertanda menolak tawaran bu guru.

Yah, kami memang takut bila terciduk flu, batuk, dan demam di kelas oleh Bu Guru Nana. Bu Guru Nana akan segera menyuruh si sakit menghisap-hisap irisan bawang putih layaknya permen.

Bayangkan bawang putih itu memiliki bau yang tajam. Rasanya pun pedas-pedas perih di lidah dan dinding mulut.

Salah satu anak di kelasku pernah cabut. Izin tak masuk karena sakit tenggorokan. Bu Guru Nana menyuruh ketua kelas menjemput. Sedangkan wakil ketua kelas, Rahman disuruh ke dapur asrama. Ya, sekolah kami sekolah berasrama juga.

Ketika Rahman dan Ite temanku sampai di kelas Bu Guru segera memotong dua bawang itu. Sepotong masuk mulut Bu Guru Nana dan sepotong lagi beliau berikan kepada Ite. Dasar ite satu tipe dengan Bu Guru Nana. Ite dengan santai juga melahap bawang itu.

"Ite! Jangan dikunyah dulu. Hisap-hisap layak makan permen! Biar getahnya sempurna bekerja, Nak." Terang beliau kala itu. Esoknya, Ite memang mengaku tak sakit tenggorokan lagi.

Kali ini, dengan sigap Bu Nana memanggil Rahman temanku. "Rahman, tolong minta sama Mak Dapur satu biji bawang putih, Nak!" Teriak Bu Guru Nana.

Hadeuh... keputusan Bu Guru Nana sudah bulat. Kulihat Hafidz temanku pasrah. Wajahnya dan telinganya pun memerah. Detik-detik Rahman memasuki kelas mendebarkan kami.

"Dataaaang!" Semua penghuni kelas IX L bersorak. Manakala Rahman menyodorkan sebiji bawang putih kupas kepada bu guru.

"Karter, Recha!" Teriak Bu Nana. Recha sekretaris kelas pun beranjak dari kursinya. Karter pisau berwarna merah disodorkannya kepada Bu Guru Nana.

Dengan cekatan Bu Guru Nana memotong bawang putih itu menjadi 4 irisan. Bu Guru Nana terlihat menyimpan 2 iris ke dalam plastik bening. 

"Ada yang punya permen, Nak!" Teriak Bu Guru Nana sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling kami.

"Bulan ada, Bu!" Teriak Bulan teman sebangku Recha.

"Boleh untuk Hafidz, Bulan?" Tanya Bu Guru Nana sopan.

"Boleh, Bu!" Angguk Bulan sambil berjalan menuju ke meja Bu Guru Nana.

"Oke Hafidz, ini Bu Guru Nana juga makan irisan bawang putihnya, Nak. Malah tanpa permen. Khusus Hafidz, boleh memakai permen karena pemula. Isap keduanya, ya. Jangan dikunyah." Jelas Bu Guru Nana sambil melirik Ite di belakangku.

Dengan terpaksa Hafidz menerima dua benda itu. Irisan bawang putih dan permen. Bola mata temanku itu berputar-putar kala ia memasukkan kedua benda itu ke dalam mulutnya. Tanpa kusadari, aku meringis.

Semua itu tak luput dari amatan Ibu Guru manis itu. Ibu Guru Nana menikmati irisan bawang putih di mulutnya. Wajahnya santai bak menghisap permen susu saja. Aku hanya bisa menggeleng-geleng kepala. Gegara garing alias garis miring temanku Hafidz berakhir dengan obat herbal bawang putih. He he he.

Tiba-tiba aku teringat Bu Guru El. Beliau guru Bahasa Arab di sekolahku. Beliau juga punya cerita lucu sejenis garing. Bila ingat cerita beliau, akupun senyam-senyum. Kala itu beliau katanya kuliah di UIN.

Beliau saat itu tahun satu dan semester satu kuliah. Ketika dosen beliau mendiktekan catatan. Selalu di akhir kalimat, dosen berkata nuqtah. Dengan lugunya Bu Guru El menulis nuqtah di tiap akhir kalimatnya.

Dosen itu pun berujar, "Saudari, nuqtah cukup ditulis memakai tanda baca titik (.) saja. Nuqtah artinya titik."

Duh...untung cuma teman di sebelah beliau saja yang mendengar katanya. Kebetulan pula teman di sebelah kiri-kanannya sedang fokus menulis hingga mereka tak terlalu peduli.

Akupun senyam-senyum mengingat cerita Bu Guru El. Segera aku menatap Bu Guru Nana. Kulihat beliau sibuk dengan laptopnya. Aku alihkan mata ke sekeliling kelas. Semua temanku pun sedang asyik menjawab soal.

Aku melirik Hafidz di sebelahku. Iapun menatapku, "Gimana ngaru bawang putihnya, Fidzh?" Tanyaku.

"Ajaib. Tubuhku terasa lebih baik, Ky. Tak terlalu buruk rupanya obat Herbal ala Bu Guru Nana ini." Hafidz tersenyum kepadaku. Lalu ia melirik Ibu Guru Nana. Ternyata Bu Guru Nana juga sedang menatap kami berdua.

"Udah habis permennya, Fidz?" Tanya Bu Guru Nana sambil tersenyum.

Hafidz pun balik senyum. Lalu mengangguk. Ternyata garing dan nuqtah memberi pengalaman baru kepada kami sekelas. Karena garing, kami tahu obat flu dan demam irisan bawang putih tokcer. Garing pun mengingatkanku pada cerita nuqtah Bu Guru El.

"Fidz! Masih ingat cerita Bu Guru El tentang nuqtah. Tiap dosen mendikte Bu Guru El juga menulis nuqtah dengan polosnya. Sama kayak ini. He he he...." tunjukku pada kertas Hafidz.

Ia pun kulihat tersenyum malu-malu. "Garing dan nuqtah. Lucu memang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun