Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Akibat Bully, Adikku Kembali Kepadaku

31 Oktober 2023   17:46 Diperbarui: 31 Oktober 2023   18:08 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tak usah meneleponku lagi, Kak! Aku malas mengurusi kalian semua, toxic!" Itulah pembicaraan penutup adikku Kamal di telepon dua tahun lalu denganku. 

Ya, adikku itu memutuskan hubungan silaturahmi di antara kami. Waktu itu, mama kami baru saja meninggal dunia. Atas saran Pak Etek (adik laki-laki) ayahku, kami dianjurkan membagi harta warisan. Apalagi Ayah kami pun sudah tiada sejak 15 tahun lalu.

Sebidang kebun, sebidang sawah, sebidang tanah dengan usaha heler padi, satu unit rumah, dan 45 emas perhiasan. Itulah peninggalan orang tua kami.

Peninggalan itu pun kami bagi sesuai rukun warisan dalam Islam. Bagian lelaki dua bagian perempuan. Karena warisan berbentuk tanah, maka dua orang adikku di antara kami berlima menjadi juru bayar. Salah satunya Kamal.

Meskipun pembagian sudah sesuai menurut syariat, tentu persaan berkecil hati tetap ada. Sebab di antara kami ada yang menuntut cepat dibayar. Sementara adikku Kamal belum siap. Inilah yang memicu perdebatan di antara kami kakak-adik.

Sudah dua tahun perselisihan itu terjadi. Sebagai kakak tertua mereka, aku sempat merasa sedih. Bila aku menelepon, tak pernah ia angkat. Bila aku pulang ke kampung, ia tak mau disapa. Ia cueks saja kepadaku.

Situasi ini dimanfaatkan pula oleh oknum-oknum yang merasa iri dengan istri kamal. Oknum-oknum itu sangat rajin menghubungiku. Mereka pun menggibah adik iparku. Untunglah aku jauh sehingga tak terpengaruh.

Perasaan sedih, hampa, dan merasa bersalah tak bisa kuhindari. Air mataku pun merembes bila mengingat keempat adikku. Tak ada yang mau mengalah di antara mereka. Seolah mereka bukan saudara kandung satu sama lainnya, dulunya.

Aku hanya bisa pasrah. Berdoa agar situasi itu berubah. Setiap ada kesempatan kucoba-coba juga mengunjungi mereka. Mudahan suatu saat mereka berubah. Masih terngiang pesan ayah kami.

"Suatu hari, kalian Kakak Adik akan pecah. Bertengkar. Anak wanita dipengaruhi suaminya dan anak lelaki dipengaruhi istrinya."

Ternyata benar, itulah yang kurasakan dalam imajinasi melankolisku kala itu. Sesudah orangtua kami tiada, semua berubah. Sama persis perubahan yang kurasakan saat adik-adikku menikah. Merasa kehilangan mereka. 

Mungkinkah adik-adikku juga merasakan hal yang sama di kala aku menikah dulu? Entahlah. Aku hanya bisa menerawang. Semua di luar nalarku.

Hingga sesudah dua tahun, salah satu anak Kamal menghubungiku melalui pesan, "Bou, ke mana lagi aku sekolah?" (Bou: Ante karena aku kakak ayahnya)

Begitu isi pesan whatsup keponakanku. Aku pun mengerutkan dahi. Tetap kubalas pesan itu.

"Bukannya kamu sudah sekolah di salah satu SMA unggul di Kampung, Roman?" Tulis dan tanyaku.

"Aku mau pindah, Bou!" Tulisnya lagi.

Akupun mengubah perpesanan menjadi panggilan.

"Halo, Man! Mengapa mau pindah?" Cecarku.

"Bou, aku hampir mati dipukuli anak murid Bou, Si Setra dan Rohan. Setra memukulku, Bou lalu Rohann memegangku. Seterusnya, Rohan memukulku lalu Setra memegangku. Begitu terus, Bou. Lama Bou, dari pukul 11 hingga pukul 01 malam. Kami dikurung guru asrama di kamar kelas XI." Begitu adunya.

'Innalillahi...' Hanya kata itu terucap di mulutku berulang-ulang. Dadaku bergemuruh. Napas tercekat. Air matakupun tak bisa kutahan lagi. Meskipun ayahnya, adikku Kamal memutus silaturahmi tapi dengan ponakan-ponakanku kami tetap saling menyayangi.

Aku tetap memberi mereka uang jajan bila pulang. Tetap mengunjungi mereka di kampung. Terbayang tubuh imutnya yang putih kurus dipukuli, ditinju, dan ditendang kaki Setra yang panjang dan Rohan bergantian. Selama tiga jam pula.

Duh, sungguh perundungan yang menyisakan rasa sakit di hatiku. Terbayang wajah Setra mantan muridku di SMP yang tampan, tubuhnya tinggi jangkung. 180 derajat berbeda dari ponakanku yang masih bertubuh kecil dan kurus.

Ya, Setra memang alumni di sekolahku tempat mengajar. Ia lulus tahun lalu. Memiliki dua catatan khusus di hati kami gurunya yang takkan pernah bisa dilupakan.

Di kelas tujuh, ia dengan berani memalsukan nilai rapor dan tanda tangan wali kelasnya. Di kelas delapan disidang di asrama karena pacaran. Serjng bolos dengan alasan sakit.

Lha... tahun ini di sidang pula di pengadilan anak karena melakukan tindak kekerasn dan bully.

Sejak peristiwa nahas, bully itu, terasa ada yang berubah pada adikku, Kamal, ayah ponakanku yang dibully Setra. Setiap hari ia melaporkan perkembangan kasus putranya yang menjadi korban bully itu.

Selama satu bulan adikku menunggu inisiatif keluarga Setra dan pihak sekolah untuk datang meminta maaf. Namun, satu bulan berlalu, Setra dan Rohan tetap sekolah dengan manis di sekolahnya. Tak ada ngaru atas laporan adikku kepadanya di kantor polisi stempat.

Kamipun memutuskan tindakan bully atas ponakanku itu lanjut ke pengadilan. Sejak ada kasus bully itu, adikku Kamal telah kembali kepadaku. Ya, akibat Bully, Adikku Kembali Kepadaku.

Aku memang bingung, harus disyukurikah atau bagaimana? Yah, hanya Allah yang tahu hikmah sebuah musibah. Benarlah firman Allah, "Sesudah kesulitan pasti ada kemudahan. 

Sesudah musibah bully itu, kami diberi kemudahan bersilaturahmi antar saudara. Silaturahmi tersambung lagi. 'Maafkan Kakak, Dek!' Bisikku dalam hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun