Lebih kurang 500 meter lagi kami berjalan. Hingga tibalah kami di bawah pohon rambutan nan sejuk. Sepanjang perjalanan, buah langsat manis pun sudah habis.
"Jeni!" Teriak Raya. "Aku dapat rambutan satu!" Peraganya kepadaku. Kulihat buah berambut kuning kemerahan itu di telapak tangannya. Wajahnya begitu bahagia. Aku pun sempat iri padanya.
"Aku belum dapat satupun Raya. Sepertinya kita telat datang hari ini." Laporku sendu. "Kita lanjut ke kebun jeruk, ya!" Ajakku.
Kami pun berjalan sejauh 500 meter lagi dari Sawah Cibodak Dokek itu menuju Sawah Gugung. Rasa haus mulai mendera seiring jauhnya perjalanan kami. Sudah tiga kampung kami lewati. Kamipun sampai di tepi sungai. Di samping sungai ada sumur dangkal. Kamipun minum dan melepas dahaga.
Kami pun lanjut menuju sungai. Sungai itu taklah dalam dan deras. Tak ada batu-batuan lagi. Sudah habis diangkuti truk untuk dijual ke toko bangunan.
Setelah menyeberang sungai yang tidak terlalu dalam lagi, kami pun sampai di depan kebun jeruk itu. Daun jeruk berwarna hijau pekat terpampang. Duh, alangkah suburnya pohon-pohon jeruk itu. Semakin mendekat, kami lihat buah jeruknya besar dan lebat.
Duh, bahagianya kami melihat pemandangan itu. Kami berdua berlari menuju pohon jeruk itu. Kami pun duduk di bawahnya. Sejuk dan damai. Terbersit niat memetik jeruk-jeruk itu. Sepanjang mata kami tatap di bawahnya, tak ada buah jeruk yang jatuh.
"Buahnya besar-besar, Jeni. Aku pengen!" Teriak Raya lagi. Kulihat ia memegang buah jeruk itu. Ia membelakangiku.
"Hei! Kalian mencuri ya?" Teriak seorang om-om di sebelah telinga kananku. Sungguh jantungku serasa mau copot kala itu. Bahuku bergetar. Rasa takut menjalar di kudukku hingga menimbulkan detak jantung yang keras. Untung aku tak punya riwayat sakit jantung.
Raya juga kulihat ketakutan. Wajahnya pucat. Ia pun menangis. Melihat Raya menangis akupun ikut menangis. Apalagi saat si om itu mengeluarkan tali rapia dari balik sakunya.
Beliau pun tanpa ba bi bu menarik tanganku dan Raya. Kami berdua diseret ke luar kebun. Tepatnya di jalan setapak menuju ke sawah kami. Kami berdua pasrah. Air mata tetap menganak sungai di pipiku dan Raya.