Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Trik ini Ampuh Menjinakkan Siswa di Kelas

27 Agustus 2023   10:30 Diperbarui: 27 Agustus 2023   10:32 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjinakkan siswa pada usia 15-16 tahun tidaklah mudah. Pada usia ini mereka cendrung suka kebebasan. Pantat mereka pun tak betah duduk berlama-lama di kelas. Pindah-pindah duduk menjadi pilihan paling menyenangkan. Mereka pun lebih suka bercerita daripada mendengar guru menjelaskan pelajaran.

Lebih ekstrim lagi, 4 di antara 32 siswa senang meminta izin keluar kelas untuk bermain bola, makan di kantin, tidur di masjid sekolah, nongkrong di depan toilet sekolah, atau duduk-duduk di salah satu jamur (tempat duduk disulap menyerupai jamur di sekolah).

Yah, jumlah mereka tak banyak. Hanya 4-6 orang per kelas. Tetapi bila dikalikan 22 kelas, maka jumlah mereka bisa mencapai 44-66 orang  siswa. Mereka siswa terkategori hiperaktif dan kurang berminat pada pelajaran tertentu. Mereka siswa pintar nan banyak akal. Kadang saya sebut licik.

Ada beberapa guru yang kewalahan menghadapi mereka. Termasuk saya pada awalnya. Sekolah hebat dan favorit sekalipun takkan luput dari problem siswa bermasalah tersebut. Guru kiler seperti saya pun mereka tipu. He he he. Kurang kiler mungkin.

Beberapa teman guru membiarkan mereka. Padahal sikap pembiaran ini mengganggu pada mata pelajaran lain di sekolah lo. Terutama mata pelajaran olah raga. Tak jarang, siswa yang sedang mengikuti kelas olah raga dan  bermain basket, volly ball, dan foot ball tergusur oleh siswa bermasalah tersebut.

Ketika saya mendapati siswa yang bukan berbaju olah raga bermain bola, saya pun menegur. Bila siswa bermasalah itu mengikuti kelas belajar dengan saya, mereka berhenti. Namun, siswa yang tidak pernah mengikuti kelas belajar dengan saya, mereka cueks. Sakit hati, kan?

Tak jarang, saya pun terpaksa menyita bola mereka. Setelah guru olah raga mereka meminta bola, barulah akan saya kembalikan dengan sedikit pesan, jangan dibiarkan siswa berseragam bukan olah raga ikut bermain olah raga, ya Pak.

Disiplin, ya inilah kata kunci sekolah hebat dan favorit mengatasi masalah ini. Ketika kita guru mampu menerapkannya tentu siswa bermasalah akan berkurang dengan sendirinya. Namun, bila guru tak disiplin tentu menjinakkan siswa usia 14-16 tahun akan sulit. Apalagi siswa kelas IX usia 15 tahun ke atas.

Kelas merupakan otoritas guru. Guru memiliki tanggung jawab untuk mengubah perilaku mereka dari belum tahu menjadi tahu. Gurupun bertanggung jawab dunia akhirat atas kehadiran siswa di kelas dari awal masuk hingga akhir masuk yang disebut jam pembelajaran alias tatap muka.

Miris memang guru yang tidak mau tahu jumlah siswanya di kelas. Padahal item pertama Rancangan Rencana Kegiatan Pembelajaran guru (RPP) adalah untuk mengetahui jumlah siswa yang hadir di kelas. Jumlah kehadiran siswa diketahui dengan cara mengabsen siswa. Barulah guru melakukan apersepsi. 

Permendikbud No.22 (2016) tentang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu kali pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dalam silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar (KD) atau Capaian Pembelajaran (CP).

Capaian itu hak semua siswa sesuai jumlah siswa yang tertera dalam buku absensi siswa yang ada di dokumen penilaian guru. Nah, bila guru membiarkan saja siswa 4-6 orang siswa ini di luar kelas, tentu mereka tak akan bisa mencapai tujuan pembelajaran. 

Mereka pun akan menjadi duta pelanggaran peraturan bagi siswa di kelas mereka sendiri dan siswa kelas lain. Melihat mereka aman saja di luar kelas, siswa lainpun meniru mereka. Mereka pun semakin kuat melakukan pelanggaran. Hingga tak jarang saya temui di depan kelas saya mengajar mereka bermain bola tanpa seragam olah raga.

Trik berikut bisa teman guru terapkan untuk menjinakkan siswa di kelas agar mereka betah dan berusaha membetahkan diri di kelas. Setelah saya coba, trik ini ternyata ampuh untuk menjinakkan 4-6 siswa saya yang tak berminat mengikuti pelajaran saya di kelas.

Pertama, Siswa ke Toilet sebelum Belajar

Saya masih ingat ketika seusia mereka. Saya izin pura-pura ke toilet bila tak menyukai guru atau pelajaran yang diampunya. Padahal, saya tak kebelet BAK. Namun, tak berminat belajar.

Siswa sayapun memiliki alasan sama untuk ke toilet ketika izin. Beranjak dari pengalaman dan situasi izin mereka, sayapun menerapkan kebiasaan, 5 menit ke toilet sebelum belajar dimulai. Lewat lima menit, berarti cabut.

Kedua, Tak Ada Izin Keluar selama Belajar

Setelah mereka selesai berurusan dengan toilet, buatlah perjanjian, tak ada siswa yang izin keluar tanpa ada keperluan lomba atau latihan lomba. Bila ada lomba atau latihan, guru penanggung jawab lombalah yang menjemput siswa di kelas.

Ketiga, Beri Hukuman Menbuat Surat

Meskipun kita sudah memiliki kesepakatan, memiliki peraturan, namun siswa kita banyak akal. Mereka tetap izin ke luar dengan seribu satu alasan. Mereka pintar dan licik. Misalnya meminjam buku, membeli pena, pensil, dan lain sebagainya. Biarkan saja dulu. Lihat jam. Berapa menit mereka di luar. Bila lebih dari 15 menit berarti mereka berniat cabut.

Saya pun menyuruh salah satu siswa mengawasi secara diam-diam. Bila terbukti bermain bola dan duduk kongko-kongko, sayapun mengulur waktu hingga 1 jam pelajaran (40) menit habis. Barulah saya suruh ketua kelas menjemput.

Sesampai di kelas, saya suruh duduk. Keluarkan kertas 2 lembar. Tulis surat kepada Allah SWT tentang apa niat keluar kelas, apa kegiatan di luar kelas, motivasi apa keluar kelas, dan sebab keluar di jam pelajaran saya. Kertas itu harus penuh 3 halaman minimal.

Ceritakan kronologis keadaan kelas hingga ada niat ke luar kelas. Ceritakan runtut hingga dijemput ketua kelas ke lapangan.

Memang agak kiler sih. Namun, mereka perlahan berubah. Intesitas meminta izin pun berkurang. Bahkan mereka tak mau meminta izin lagi. Ya, karena menulis itu menurut mereka susah. Menulis itu membosankan. 

Lalu, bagaimanakah belajar Bahasa Indinesia dan pelajaran lain tanpa mebulis? Ya, semua butuh pembiasaan. Pembiasaan butuh paksaan. Paksaan butuh komitmen. Komitmen butuh disiplin. Disiplin menghasilkan kebiasaan. Selamat mencoba teman guru. Jangan biarkan mereka di luar kelas. Berilah mereka disiplin agar mereka berilmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun