Menulis susah! Aku sedang sibuk! Duh, anakku kurang sehat! Duh, tak ada waktu! Begitulah komen di antara mereka ketika sekolah membangun literasi. Salah satunya menulis.
Ketika itu kepala meminta saya menjadi koordinator literasi di sekolah. Sayapun berkhayal. Bagaimana membangun literasi di sekolah itu sambil menunggu teman-teman membuat modul bahan ajar mereka.
Ide pun menghampiri. Mading sekolah saja yang dihidupkan lagi. Ya, saya punya ide tiap kelas akan menulis. Sayapun mendatangi semua kelas di sekolah. Meminta waktu teman sekitar 15 menit per kelas untuk menjelaskan isi Mading kepada siswa.
22 kelas yang saya masuki untuk menjelaskan isi Majalah Dinding tersebut. Mading singkatannya, biasanya berisi profil wali kelas, ketua kelas, cerpen, puisi, diary, pantun, teka-teki, karikatur, teknologi, kiat dan tips, olah raga. Banyak lagi. Yah, layaknya majalah.
Hari menunggu batas penulisan mereka pun tiba. Penuh drama siswa-siswi itu menyerahkan tulisan mereka. Ada yang belum siap, ada yang meminta tambahan waktu, dan ada pula yang tak hadir.
Rencana saya, Mading itu akan tampil per kelas. Selain artikel siswa, saya pun menagih artikel wali kelas mereka. Konon katanya kelas 8A dan 8B siswa pintar semua.
Saya pun bermaksud menampilkan kelas ini perdana. Ketika saya cek tulisan mereka. Duh, saya kaget. Hanya 3 tulisan yang layak disebut tulisan dari kertas yang mereka kumpulkan.
Selebihnya hanya berupa motto, kata mutiara, dan kutipan satu ayat Al Quran atau hadist tanpa ada penjelasan akan ayat dan hadist tersebut.
Niat saya untuk menampilkan tulisan per kelas pun tak tercapai. Saya pun membatalkan menampilkan tulisan per kelas karena tak memenuhi kuota lahan Mading. Pun tulisan wali kelas mereka tak jadi tampil dengan kondisi di atas. Juga belum siap.
Minimnya pengetahuan siswa tentang menulis di atas, membuktikan bahwa siswa memang merasa menulis susah. Pernyataan itu benar adanya. Padahal bila ditilik kurikulum 2013 lalu, kumer untuk hari ini. Tuntutan kurikulum siswa harus bisa menulis.