Menjadi guru populer tentu idaman semua guru. Ketika kaki tercecah di gerbang seratusan senyum menyapa. Mereka pun berkerumun mengelilingi laksana semut berkerubung gula.
Senyum cerah mereka dan sapaan mereka tulus. Bukan sandiwara. Sesekali terngiang mereka memanggil dari sekian meter. Ketika wajah tertoreh, merekapun melambai seperti dua sahabat tak lama berjumpa.
Masih segar diingatan saya. Pada tahun 2017, saya menjabat sebagai waka humas. Tiap hari ke sekolah, tetapi mereka tak tersenyum. Wajah saya dan wajah mereka sama tegang. Tak ada sapaan hangat apalagi senyum manis.
Ketika saya berganti jabatan, hanya menjadi guru biasa, salah satu Cleaning Service (CS) di sekolah komen. " Baru bisa senyum, ya Bu Guru?" Celoteh CS itu.
Seorang teman pun berkomentar, "Kata anak Kak, Bu Riana terasa jauh sejak jadi Wakil Kepala, ya Ma!"
Duh, saya pun kaget ketika menerima komentar itu. Ternyata sedemikian tenggelamnya saya melakoni wakil kepala tersebut.
Dalam tahun ajaran baru ini, saya menemukan dunia saya dulu. Disenyumi murid di mana saja. Diteriaki, "Bu Riana!" Bahkan dikerubungi seperti gula. Populer itu kembali menyapa.
Apa sih yang membuat guru populer?
Pertama, Jadilah Guru Piket
Yah, sangat sederhana jabatan saya hari ini. Guru piket. Setiap hari Selasa saya piket. Saya datang pukul 06.30 WIB bersama mereka ke sekolah. Kami melaksanakan apel pagi. Saya tanyai kekuatan mereka lewat tahajjud, witir, dhuha, puasa, dan infak.
Mereka pun dari minggu ke minggu makin antusias menunjuk. Terlihat mereka merasa dihargai dan disayangi. Mereka tersenyum ceria ketika saya bilang bahwa dhuha membawa kita ke surga lewat pintu dhuha. Witir menyebabkan kita haram masuk neraka. Tahajjud menjaga wibawa kita di dunia, dan Infak, jembatan meraih impian.
Saya sengaja bukan mengecek shalat wajib mereka. Sebab mereka adalah siswa-siswi pilihan dari Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah mereka. Mereka sudah ditempa shalat 5 waktu. Namun belum ditantang shalat Sunnah.
Lagi pula tak mungkin mereka shalat Sunnah tapi meninggalkan shalat Fardhu. Tentulah mereka malu kepada Allah SWT. Logikanya, mereka sekarang berada di posisi keren, ibadah plus-plus. Ibadah tajir melintir yang hanya bisa dilakoni mereka yang istiqomah.
Kedua, Mengajak Siswa Bermain Peran
Bermain peran tentu tak asing buat kita. Di usia PAUD hingga SD, permainan ini sangat menarik. Bermain peran. Istilah di Sumatera Barat, bermain Alek-Alek-an.
Ternyata siswa saya pun sangat senang bermain peran. Saya berperan sebagai bos dan mereka berperan sebagai bawahan yang patuh kepada bos.
Saya pun memberi instruksi. "Oke. Kita bermain peran, Ya. Ibu guru bos dan kalian semua adalah bawahan yang harus mendengarkan bos. Ingat, mendengarkan perkataan bos, bukan melakukan perilaku bos."
Ketika saya bilang, bos berkata, pegang hidung, maka kamu harus pegang hidungmu bukan mengikuti gerakan bos pegang mulut. Tapi ikuti perintah bos. Belajar fokus. Itulah inti permainan ini.
Ketika saya mempermainkan mereka dengan instruksi bos berkata, pegang mulut tapi yang saya pegang bahu saya. Mereka pun tertawa sambil menutup mulut sebagian dan sambil memegang bahu yang lainnya.
Mereka terlihat gembira saat melakoni setiap peran. Begitupun ketika bertepuk pramuka, menjawab salam dan apa kabar. Yah mereka masih anak-anak yang membutuhkan hiburan. Luar biasa sambutan mereka ketika berjumpa dengan saya di jalan dan koridor sekolah.
Ketiga, Tetaplah Menjadi Guru yang Disiplin
Menjadi guru yang disiplin tentu bisa mendongkrak kepopuleran guru di sekolah. Ketika mereka melihat saya berjalan ke arah mereka, mereka lari. "Hah, ada Bu Riana!" Begitu teriak mereka.
Saya pun kaget. Saat menoleh, sayapun melihat mereka memakai sendal atau baju keluar. Ini biasanya dilakoni siswa putra. Mereka terkadang mencuri waktu bermain bola padahal di jam belajar.
Mereka memang masih begitu lugu. Mereka tak menyadari bahwa akibat teriakan mereka, saya melihat pelanggaran mereka. Saya pun menyuruh diganti bila sendal. Memasukkan baju bila baju keluar. Saya minta mereka push-up sebagai sanksi.
Terkadang saya usil menanyai sanksi yang mereka mau. Menyanyi, menghafal Quran, atau berinfak. Kadang mereka dengan kekanakan meminta push-ap saja. He he he. Mereka bertambah happy bila saya beri korting. Harusnya push-up 20 dikorting 5 menjadi 15.
Keempat, Menjadi Seorang Guru Profesional
Menjadi guru profesional merupakan profesi yang sangat mulia. Kita bisa membentuk karakter, kualitas, dan masa depan mereka. Pendidikan di sekolah menjadi pintu peradaban mereka di dunia.
Pintu tersebut tak akan terbuka kecuali dengan satu kunci saja. Seorang atau sosok guru yang peduli dengan peradaban mereka di dunia tentu penting. Bersikap seperti tugas mereka sangat penting.Â
Misalnya kita memposisikan diri layaknya mereka, murid yang hanya tua satu malam dengan mereka. Ketika mereka ditagih menghafal, guru pun harus hafal. Ketika mereka setor hafalan, guru pun tak melihat buku.
Nanun, ketika guru tak hafal akan hal yang ditagih, merekapun kurang antusias. Mereka kurang semangat. Ketika guru tampil profesional, mereka pun akan profesional menjadi murid.
Itulah beberapa tips agar menjadi guru populer di sekolah. Jangan lupa sesekali meluangkan waktu untuk berbagi cerita dengan mereka. Mereka juga bisa cool. Mereka juga bisa menjadi sohib yang keren buat kita.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H