Mereka pun dari minggu ke minggu makin antusias menunjuk. Terlihat mereka merasa dihargai dan disayangi. Mereka tersenyum ceria ketika saya bilang bahwa dhuha membawa kita ke surga lewat pintu dhuha. Witir menyebabkan kita haram masuk neraka. Tahajjud menjaga wibawa kita di dunia, dan Infak, jembatan meraih impian.
Saya sengaja bukan mengecek shalat wajib mereka. Sebab mereka adalah siswa-siswi pilihan dari Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah mereka. Mereka sudah ditempa shalat 5 waktu. Namun belum ditantang shalat Sunnah.
Lagi pula tak mungkin mereka shalat Sunnah tapi meninggalkan shalat Fardhu. Tentulah mereka malu kepada Allah SWT. Logikanya, mereka sekarang berada di posisi keren, ibadah plus-plus. Ibadah tajir melintir yang hanya bisa dilakoni mereka yang istiqomah.
Kedua, Mengajak Siswa Bermain Peran
Bermain peran tentu tak asing buat kita. Di usia PAUD hingga SD, permainan ini sangat menarik. Bermain peran. Istilah di Sumatera Barat, bermain Alek-Alek-an.
Ternyata siswa saya pun sangat senang bermain peran. Saya berperan sebagai bos dan mereka berperan sebagai bawahan yang patuh kepada bos.
Saya pun memberi instruksi. "Oke. Kita bermain peran, Ya. Ibu guru bos dan kalian semua adalah bawahan yang harus mendengarkan bos. Ingat, mendengarkan perkataan bos, bukan melakukan perilaku bos."
Ketika saya bilang, bos berkata, pegang hidung, maka kamu harus pegang hidungmu bukan mengikuti gerakan bos pegang mulut. Tapi ikuti perintah bos. Belajar fokus. Itulah inti permainan ini.
Ketika saya mempermainkan mereka dengan instruksi bos berkata, pegang mulut tapi yang saya pegang bahu saya. Mereka pun tertawa sambil menutup mulut sebagian dan sambil memegang bahu yang lainnya.
Mereka terlihat gembira saat melakoni setiap peran. Begitupun ketika bertepuk pramuka, menjawab salam dan apa kabar. Yah mereka masih anak-anak yang membutuhkan hiburan. Luar biasa sambutan mereka ketika berjumpa dengan saya di jalan dan koridor sekolah.
Ketiga, Tetaplah Menjadi Guru yang Disiplin