Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Aku Tak Pernah Minta Dilahirkan

6 Juli 2023   05:13 Diperbarui: 6 Juli 2023   05:39 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pradananusantara.com

"Aku tak pernah minta dilahirkan!" Teriak Via dengan lantang sekitar 35 tahunan lalu. Kala itu ia masih duduk di kelas 1 SMP dan mamanya baru berumur 32 tahunan kala ia SMP. 

Mamanya menikah muda diusia 18 tahun sehingga belumlah terlalu matang untuk menjadi seorang ibu.

"Melawan kamu sama mama, Via? Mama melahirkanmu dengan taruhan nyawa! Tretetetete....." Teriak mamanya panjang kali lebar pula dari arah tungku dapur.

Yah, mama di dapur pagi itu dan Via di kamarnya. Cuma berbatas dinding kamarnya dengan tungku tempat mama memasak. 

Via mengeluarkan lidahnya yang berwarna merah delima. Ia mainkan lidahnya sambil mencibir ke dinding. Maksudnya tentu mencibir mamanya.*

Hari ini Via sudah berumur 49 tahun. Ia sudah sukses secara finansial. Ia sudah melewati masa remjanya di SMP hingga Perguruan Tinggi penuh drama upik abu. Memang begitulah anak usia remaja di kampungnya. Melakukan semua pekerjaan rumah tangga dan orangtua mencari nafkah. Bersawah atau berkebun.

Ia sudah bekerja menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi di kota mereka sekarang.

Via sudah menikah pula di usia matang 26 tahun. Bersuami seorang pemuda mapan berusia 32 tahun. Sudah memiliki 3 anak. Dua putri dan satu putra. Putrinya paling bungsu sekarang kelas 1 SMP.

Semua pekerjaan rumah tangga kecuali memasak biasanya dilakukan asisten rumah tangganya. Sudah 14 tahun asisten itu bekerja dengannya. Seorang yang jujur dan baik hati pula.

Namun, satu tahun terakhir ini, Sang asisten mulai sering izin tak datang. Seringlah menumpuk cucian pakaian kotor, piring kotor, dan rumah tak pernah dibelai  sapu apalagi dipel.

Via pun sangat banyak orderan di kampus saat ini. Putri tertuanya sibuk kuliah dan magang. Putra satu-satunya pun sibuk di sekolah menengah atasnya. Si bungsu sibuk dengan gedgetnya. Mendam di kamar. Generasi rebah.

"Ma, adek udah kelas VII lo SMP. Mama belum mengajarinya juga melakukan tugas rumah. Ante Yari (sang asisten) tak bisa bantu mama penuh. Kok, mama tak nyuruh adek?" Kritik putranya.

"Bang...." Via menggantung kalimatnya. Ia berhenti berujar. Matanya menerawang pada usianya kelas 1 SMP dulu.

"Via, kamu itu cewek. Ayo cuci piring-piring kotor ini!"

"Via, kamu belum menyapu rumah!"

"Via, kamu belum masak!"

"Via, kamu belum mencuci pakaian kotor!"

"Via, kamar mandi sudah licin!"

"Via, .... Via... Via.... !" Begitu tiap hari teriakan mamanya kala itu. Dari usia belum sekolah hingga usia kelas 1 SMP meneriakinya. Ia tak bisa bermain seperti teman-temannya. Bila ia main, adiknya akan datang memanggil karena disuruh mamanya.

Hingga suatu pagi, ia melakukan kesalahan. Ia melontarkan kalimat protes, " Aku tak pernah minta dilahirkan!"

Via merasa hangat pada dua matanya. Ia mengerjab. Buliran bening itu bergulir di pipinya. Ia biarkan saja putranya melihatnya menangis. Bila ingat masa itu, ia akan menangis. Menyesal tentunya.

Ia raih tangan putranya, "Mama pernah merasakan rasa bersalah pada nenekmu di usia si dedek, Bang. Mama kan anak tertua. Semua pekerjaan rumah mama yang lakukan. 

Nenek mana mampu membayar asisten rumah tangga." Via menghapus mata kirinya. Kenangan masa kecilnya pun menari-nari. Kala itu membantu orangtua sangatlah berat.

"Bang, Mama mengatakan kepada nenek,  "Aku tak pernah minta dilahirkan." Ngeri perkataan mama pada nenek, Bang. Yah, mama lelah. Lelah mengerjakan semuanya. Banyak sekali tugas mama. 1)(8. 1 banding 8 lo, Bang." Ia menatap putranya.

"Mama sendiri. Adik mama 6. Tambah nenek dan kakek. Delapan yang mengotori. Sedang mama sendirian yang membersihkan semua." Kembali bulir bening bergulir di pipinya. Ia garuk kelopak mata kanannya yang gatal.

"Teman-teman abang di SMA juga banyak yang bilang iru, Ma. Ustadz, aku tak pernah minta dilahirkan." Jelas putranya sambil tertawa.

"Kamu sendiri gimana?" Tantang Via.

"He he he... abang bilang itu dalam hati saja Ma. Kalau lagi kesal dengan tugas sekolah yang banyak. Tapi teman-teman abang curhat itu bila ustadz membahas berbakti kepada orangtua, Ma." Jelas putranya lugu.

"Makanya, mama tak mau maksa si dedek melakukan pekerjaan rumah dengan alasan itu. Mama takut akan terlontar kata yang sama. 'Aku tak pernah minta dilahirkan.' Namun, sesekali mama suruh juga kok." Via senyum di sela tangisnya.

"Semau si dedek saja, Bang. Bila mau, ya iya kerjakan. Bila tidak mau, gimana lagi bang. Mama ngak maksa dan merepet."

Putranyapun pergi ke kamar adiknya. Terdengar ia menasihatinya. Sedang Via pun kembali pada kenangan masa lalunya.

Tak lama suaminya pun datang. Beliaupun ikut merebahkan diri di lantai. Meniru gaya rebah istrinya. Menerawang dan meletakkan kedua tangan di bawah kepala sebagai bantal mereka.*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun