Duh, tak terasa kita sudah di Samber THR H9. Makin deg degan pastinya. Kejutan apalagi di bulan penuh berkah ini. Kejutan dari Admin dan tentu kejutan dari Allah SWT selaku pemberi inspirasi setiap hari.
Tersebutlah sebuah kisah di bulan Ramadhan sebelumnya. Saya seperti biasa pergi ke sekolah. Bekerja. Tak terasa kami bekerja sudah sampai sore. Waktu itu ada akreditasi sekolah juga.
Karena sudah terlalu sore pulang, saya pun berencana membeli sambal saja. Sedikit takjil. Waktu itu kami dapat jatah nasi bungkus 1 bungkus per orang. Teman saya, sebutlah namanya Ratna, bermurah hati memberikan nasinya kepada saya.
" Uni (kak) untuk uni saja nasi Na. Pasti di rumah tak ada yang makan. Ibu Na pastilah masak banyak." Katanya.
Duh, senangnya hati saya. Saya pun gembira membawa dua nasi bungkus pulang. Mana sambalnya kegemaran anak-anak pula. Dendeng balado. Terbayang nikmatnya. Dendeng memang favorit di rumah. Semua suka.
Saat pulang dari sekolah, sesampai di rumah, saya baru ingat belum mampir ke pasar. Saya lupa mampir di pasar karena sudah sore sekali. Sudah terdengar mengaji di masjid. Pertanda sesaat lagi waktu buka.
Sampai di rumah, saya langsung ke dapur, memasak sambal dan sayur. Saya sibuk menyiapkan bubur putih. Inilah takjil paling cepat dan praktis di kondisi saat ini.
1 mug tepung beras rose brand
1 mug santan kental atau setara 5000 rupiah
1/2 mug gula pasir
2 bungkus vanilaÂ
4 mug air putih.
Mug takaran beras yang ada di rice kooker ya Bunda.
Campur semua, aduk hingga tepung cair dan tak ada yang mengental. Naikkan ke atas kompor. Nyalakan api besar untuk perdana. Aduk terus agar tak lengket. Bila mulai berasap, pakai api standar. Terus diaduk hingga kental Bun.
Sudah kental matikan kompor. Salin ke mangkok cap ayam sesuai selera biar cepat dingin Bunda.
Kemudian ambil satu bulatan kecil gula  aren. Geprek. Cairkan dengan 1/2 mug air hingga mencair.  Salin ke wadah kecil-kecil sesuai porsi untuk bubur putihnya.
Sudah bisa Bunda hidangkan sambil menunggu bedug berbuka.
Kamipun menikmati takjil bubur putih atau ada juga yang menyebut bubur sumsum dengan sempurna. Ditemani segelas air putih. Kemudian si sulung buka magic. "Ma, nasi kosong!"
Haah... saya pun kaget. Inilah kelemahan saya sejak kecil. Suka lupa masak nasi. Perlahan saya menuju dapur. Mengambil beras. Lalu menjerangkan nasi.
"Gimana, bang? Tak ada nasi?" Tanya si ayah sesudah shalat maghrib.
"Iya, lupa masak nasi, Pa!" Jawab saya memelas. Beliau sudah tahu itu kelemahan saya. Lupa masak nasi.
" Dah, kita shalat dulu, yang-yang mama! Sambil nunggu nasinya, tanak ya! Besok bila mama telat pulang bantu masak nasi ya, yang-yang!" Rayu saya merasa bersalah.
Kami pun berwudhu. Kemudian shalat. Kebiasaan kami memang usai makan takjil lalu sambung dengan sepiring nasi. Baru shalat maghrib dan mengaji sambil menunggu isya dan tarawih.
Saat shalat, saya pun teringat dua nasi bungkus di jok. Duh, merusak shalat saja. Usai shalat, saya segera menuju jok motor. Kami pun segera menyantap makanan khas Sumbar itu dalam sekejap. Duh, nikmat sekali memang nasi Padang.Â
Pantas saja terkenal di mana-mana. Sekian cerita inspiratif kami di bulan Ramadhan. Selamat mencoba bikin bubur sumsum. Enak dan kamek rasanya.
Tabik salero mancaliaknyo. Baa ka indak. Paruik sadang lapa. Nampak nasi Padang. Ngeces pun tak bisa dibendung. He he he
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H