Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Film Religi "Perempuan Berkalung Sorban" dan Dakwah Pemberdayaan Perempuan

5 April 2023   17:59 Diperbarui: 5 April 2023   18:07 1396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Samber THR, Samber 2023, Hari 5

Film religi merupakan film yang mengisahkan pendidikan agama. Baik itu tentang perbuatan baik, tolong menolong, pendidikan, dan kehidupan bermasyarakat.

Film religi bisa dijadikan hiburan, sebagai sarana belajar agama, dan menambah khazanah ilmu sehingga dapat menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Saat Ramadhan ini, momen menonton film religi baik untuk mengisi waktu kosong. Menonton film religi tentu hal yang sangat bermanfaat dan bisa menambah iman. Dengan kegiatan itu kita dapat mengatasi kejenuhan.

Pada bulan penuh berkah ini pun tak ada salahnya menambah wawasan dengan mencari inspirasi dari film-film religi. Indonesia cukup memiliki film religi terbaik. 

Perempuan Berkalung Sorban misalnya, adalah film drama yang romantis bertemakan Islam. Film Indonesia  itu dirilis tahun 2009. Disutradarai Hanung Bramantyo.

Adapun Film ini dibintangi oleh Revalina S. Temat, Joshua Pandelaki, Nasya Abigail, Widyawati, Oka Antara, Reza Rahadian, dan Ida Leman.

Film ini dibuat berdasarkan novel berjudul Perempuan Berkalung Sorban keluaran tahun 2001 dan ditulis oleh Abidah El Khalieqy. Penulis wanita asal Jombang, Jawa Timur.

Novel yang ditulisnya tersebut kemudian diadaptasi menjadi naskah film oleh Ginatri S. Noer bersama Hanung Bramantyo. 

Beranjak dari tradisi di sebuah madrasah pada pesantren di Jawa Timur. Di pesantren itu cenderung mempraktikkan tradisi konservatif. Tradisi itu masih diberlakukan terhadap wanita padahal kehidupan sudah modern.

Dialog dalam film ini menggunakan bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan juga terkadang ada bahasa Arab yang sering digunakan di  pesantren.

Berkisah tentang perjalanan hidup seorang wanita bernama Anissa (Revalina S. Temat). Ia tinggal dan hidup di pesantren. Seorang wanita digambarkan berkarakter cerdas, pemberani, dan memiliki pendirian kuat.

Ia hidup dan dibesarkan dalam lingkungan dan tradisi Islam yang dianut keluarga Kyai pengelola sebuah pesantren kecil Salafiah. Tepatnya, Salafiah Putri Al-Huda di daerah Jawa Timur, Indonesia.

Di lingkungan pesantren itu hidup tradisi yang mengajarkan ilmu sejati dan benar hanyalah dari Al-Qur’an, Hadits, dan Sunnah.

Santri tak boleh membaca apalagi memiliki buku-buku modern. Buku-buku itu dianggap sebagai buku yang mengajarkan penyimpangan.

Pesantren Salafiah Putri Al-Huda mengajarkan bagaimana agar santri menjadi seorang perempuan yang tunduk pada laki-laki.

Anissa cerdas menyikapi itu diam-diam. Ia beranggapan bahwa ajaran Islam hanya membela kaum laki-laki dan hanya menempatkan perempuan pada posisi sangat lemah bahkan tidak seimbang.

Sikap dan protes Anissa dianggap  rengekan anak kecil saja dan ilmu yang ia miliki tak cukup. 

Khudori (Oka Antara), selaku paman Anissa dari pihak Ibunya. Khudori yang selalu menemani Anissa. Ia pun menghibur sekaligus menyajikan alam yang lain bagi Anissa. Akhirnya, diam-diam ia menaruh hati kepada Khudori.

Khudori menyadari bahwa dirinya masih ada hubungan dekat dengan keluarga Kyai Hanan (Joshua Pandelaki), orangtua Anissa, sekalipun bukan sedarah, Khudori tak membalas cinta Anissa.

Khudori pun selalu berusaha dan mencoba menghindari Anissa. Ia menepis perasaannya pada Anissa. Khudori pun melanjutkan pendidikan ke Kairo, Mesir.

Anissa pun secara diam-diam mendaftar kuliah ke Yogyakarta. Ia diterima. Kyai Hanan tak mengizinkan. Kyai beralasan itu akan menimbulkan fitnah.

Menurut Kyai, saat seorang wanita belum menikah berada sendirian jauh dari orang tua akan menimbulkan fitnah. Anissa tetap bersikeras kuliah ke sana dan protes kepada ayahnya.

Bukannya diberi restu, malah Anissa dinikahkan dengan Samsudin (Reza Rahadian). Samsudin anak dari Kyai di salah satu pesantren Salaf besar di Jawa Timur.

Hati Anissa berontak, namun pernikahan tetap dilangsungkan juga.

Sungguh malang nasib Anissa, ternyata Samsudin seorang berperangai kasar,  ringan tangan, dan menikah lagi dengan Kalsum (Francine Roosenda).

Perempuan muslimah mandiri bagi Anissa seketika runtuh sudah. Dalam keputusasaan itu Anissa dipertemukan lagi dengan Khudori. Keduanya sama-sama mencintai.

Film pun berlanjut menceritakan perjalanan cinta Anissa dan Khudori. Perjuangan Anissa untuk membela hak-hak perempuan muslim. Meskipun rintangan dari keluarga pesantren datang.

Memang film ini menimbulkan kontroversi di Indonesia. Film itu dianggap sebagai kritikan. Kontra produktif untuk tradisi Islam konservatif.

Islam konservatif  masih dipraktikkan oleh banyak pesantren di Indonesia saat itu. Itulah sebabnya film ini dianggap kontroversisl saat dirilis. Pengurus Majelis Ulama Indonesia, salah seorangnya menyarankan supaya film itu ditarik. Jangan diedarkan sebelum diubah sebagaimana keinginan pesantren.

Abidah El Khalieqy selaku penulis novel dalam sebuah wawancara bersama kru film mengutarakan bahwa novel itu sengaja bertema pemberdayaan perempuan. Novel yang ditulisnya tersebut pada intinya tentang pemberdayaan wanita.

Bila kita selisik, di zaman itu memang masih ada kawin paksa. Istri yang diam saja diperlakukan kasar oleh suami. Perempuan identik untuk dapur, kasur, dan sumur saja.

Bersyukurlah kita yang lahir dan besar di lingkungan yang sudah maju pendidikannya. Kita bisa, S1, S2, dan seterusnya. Sebetulnya, Islam Konservatif bagus. Maksudnya agar kita murni menjalankan Islam menurut Al-Quran dan Hadist. 

Hanya saja perkembangan dunia mengubah segalanya. Transparansi kemajuan iptek dan globalisasi tak bisa dihindari. Apalagi sejak bergulirnya Zaman Reformasi. Pesantren tsk lagi bisa menjawab keinginan semua santrinya karena peradaban teknologi. 

Seperti biasa, sebuah cerita taklah indah dan menarik tanpa konflik, cinta, dan penolakan. Itu pula yang ada pada film ini. Tantangan cinta Anissa dan Khudori tetap lebih menonjol dari pemberdayaan perempuan. Inilah khas film ini. Selamat menikmati.

Kesabaran, itulah pendidikan dari Film Perempuan Berkalung Sorban. Mengajarkan bahwa sabar  harus dikerjakan oleh umat muslim dalam menghadapi cobaan hidup. 

Allah selalu bersama orang-orang yang sabar seperti yang dijelaskan dalam ayat Al-Quran surah Al-Baqarah/153 yang berkata “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang. ..."

Greget emansipasi dan kesabaran memang terlihat dari film ini meski tak terlalu tuntas. Minimal terobosan ini menunjukkan bahwa perempuan pun ingin maju. Namun tetap dalam batas tuntunan Al-Quran dan Hadist. Perempuan Berkalung Sorban dan dakwah pemberdayaan perempuan inti film ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun