Anissa pun secara diam-diam mendaftar kuliah ke Yogyakarta. Ia diterima. Kyai Hanan tak mengizinkan. Kyai beralasan itu akan menimbulkan fitnah.
Menurut Kyai, saat seorang wanita belum menikah berada sendirian jauh dari orang tua akan menimbulkan fitnah. Anissa tetap bersikeras kuliah ke sana dan protes kepada ayahnya.
Bukannya diberi restu, malah Anissa dinikahkan dengan Samsudin (Reza Rahadian). Samsudin anak dari Kyai di salah satu pesantren Salaf besar di Jawa Timur.
Hati Anissa berontak, namun pernikahan tetap dilangsungkan juga.
Sungguh malang nasib Anissa, ternyata Samsudin seorang berperangai kasar, Â ringan tangan, dan menikah lagi dengan Kalsum (Francine Roosenda).
Perempuan muslimah mandiri bagi Anissa seketika runtuh sudah. Dalam keputusasaan itu Anissa dipertemukan lagi dengan Khudori. Keduanya sama-sama mencintai.
Film pun berlanjut menceritakan perjalanan cinta Anissa dan Khudori. Perjuangan Anissa untuk membela hak-hak perempuan muslim. Meskipun rintangan dari keluarga pesantren datang.
Memang film ini menimbulkan kontroversi di Indonesia. Film itu dianggap sebagai kritikan. Kontra produktif untuk tradisi Islam konservatif.
Islam konservatif  masih dipraktikkan oleh banyak pesantren di Indonesia saat itu. Itulah sebabnya film ini dianggap kontroversisl saat dirilis. Pengurus Majelis Ulama Indonesia, salah seorangnya menyarankan supaya film itu ditarik. Jangan diedarkan sebelum diubah sebagaimana keinginan pesantren.
Abidah El Khalieqy selaku penulis novel dalam sebuah wawancara bersama kru film mengutarakan bahwa novel itu sengaja bertema pemberdayaan perempuan. Novel yang ditulisnya tersebut pada intinya tentang pemberdayaan wanita.
Bila kita selisik, di zaman itu memang masih ada kawin paksa. Istri yang diam saja diperlakukan kasar oleh suami. Perempuan identik untuk dapur, kasur, dan sumur saja.