Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

SamberTHR, Samber 2023, Hari 2: Nostalgia Masa Kecil di Bulan Ramadhan 2

2 April 2023   15:54 Diperbarui: 2 April 2023   15:56 959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nostalgia ikan mas di bulan Ramadhan 

Nostalgia ikan mas ini tiba-tiba teringat oleh saya setelah mendapat kabar pada tulisan Kompasianer Ronny Rachman Noor bahwa di Australia, ikan mas dibasmi karena menjadi hama.

Duh, sedih saya melihat ikan-ikan itu. Doa mereka kepada Allah "Kami adalah makanan manusia." Tiba-tiba saya ingat kampung halaman, dari kecil kami membudidayakan ikan mas. Ikan mas santapan wajib terutama di bulan Ramadhan. Saya sarjana pun oleh hasil penjualan ikan mas.

Screenshoot Kompasiana
Screenshoot Kompasiana

Oke, kita lanjut ya. Nostalgia sudah kita bahas di tulisan pertama. Nostalgia sesuatu atau peristiwa yang jauh terjadi di masa lalu. Tentu sulit buat dilupakan, seperti nostalgia saya dengan ikan mas ini.

Nostalgia itu enaknya dibawa duduk, tangan menopang dagu, dan mata menatap jauh ke depan. Maka klip-klip setiap momen nostalgia dengan ikan-ikan itu akan berpendar-pendar di depan mata.

Tanpa sadar, saya akan tersenyum, sedih, dan adakalanya terharu. Saya masih ingat setiap nostalgia masa kecil dengan ikan itu di kampung. Apalagi di moment Ramadhan seperti sekarang.

Semua yang terkait dengan momen ikan itu sudah meninggalkan kami. Nenek meninggal tahun 2002, ayah saya tahun 2005, dan mama saya tahun 2021 lalu.

Saya anak sulung dari 5 bersaudara. Adik saya 3 cowok di tengah dan paling kecil perempuan. Jarak umur saya dengan adik cewek atau si bontot 8 tahun. Tak bisa diharap dong buat bantu di dapur ketika saya berumur 12-14 tahun.

Usia 12-14 tahun ini, usia paling berat dalam hidup saya. Ada keharusan di kampung kami bahwa usia ini, anak sudah ke dapur. Terutama anak sulung. Baik laki atau perempuan sama saja ke dapur.

Tugas kami ke dapur masak, cuci piring, dan membersihkan dapur. Orangtua kami ke sawah, tentu sudah lelah. Apalagi kampung kami panas. Bertambah panas bila Ramadhan. 

Waktu itu setiap hari di bulan Ramadhan, tangan kecil saya sering terluka terkena pisau karena membersihkan ikan mas. Ikan budidaya di kampung kami ikan mas. Ada juga menyebutnya ikan rayo.

Ikan mas ini menu rutin di rumah. Kadang digoreng, kadang digulai pedas, dan kadang digulai asam padeh. Tak pernah dibakar atau dipanggang karena saya belum mahir memasak kala itu.

Sekilo ikan mas setiap hari yang musti saya bersihkan. Sesudah diangkat sisiknya lalu dikeluarkan kotoran ikan dari perutnya. Ada telor ikan di dalamnya. Telor ikan ini jadi favorit ayah dan adik-adik cowok di rumah kami.

Nah, ketika mengeluarkan telur ikan ini, saya suka berkhayal tentang dongeng ayah saya. Telor Ikan Emas.

"Dahulu kala katanya hiduplah seorang ibu dan seorang anaknya. Ayah anak itu sudah meninggal dunia. Mereka hidup di tepi hutan belantara. Hidup miskin. 

Kadang mereka makan nasi dan kadang hanya makan sayur. Mereka mencari kayu bakar dan dijual ke pasar. Bila kayu bakar banyak bisa diganti dengan beras dan sedikit ikan asin. Bila kemarau, banyak mereka mendapat kayu bakar.

Tapi, bila musim hujan mereka tak bisa mendapat kayu bakar kering. Kayu bakar basah tentu sangat berat untuk dibawa ke pasar. Bila musim hujan inilah mereka dua beranak hanya memakan sayur atau ubi saja.

Suatu hari anaknya pergi ke sungai di tepi hutan. Ia menelusuri tepian sungai untuk mencari udang dan ikan kecil-kecil. Di kampung kami disebut iccor-iccor ikan kecil-kecil itu.

Sudah hampir setengah hari ia mencari udang dan iccor-iccor. Tapi pemuda jolong gadang itu tak juga mendapat tangkapan. Biasanya setiap ibunya membalik batu-batu di tepi sungai itu akan mereka temui udang atau iccor.

Kali ini semua lenyap. Pemuda tanggung itu terus berjalan hingga ibu jarinya terantuk batu. Duh, jempolnya berdarah. Ia berjongkok memetik daun bau-bau di tepi sungai (maaf ya, saya tak tahu Bahasa Indonesianya daun ini he he he).

Ia memetik daun bau-bau itu. Lalu ia giling. Ia tempelkan pada lukanya. Terasa perih. Sambil menikmati rasa perih itu, ia melayangkan pandangan pada batu cadas yang menghantam kakinya. 

Betapa kagetnya ia, ternyata ada ikan mas besar di dekat batu itu. Ikan itu mungkin tersasar dari tengah sungai. Karena banyak batu di sekitarnya, ikan itu tak bisa kembali ke sungai.

Iapun mendekati ikan itu, mengambilnya, dan membawanya pulang. "Mak, Ucok dapat ikan besar!" Teriaknya.

"Aduh, Ucok kenapa kamu ke sungai, Nak. Nanti kamu hanyut, siapa kawan mak lagi!" Rengek Ibunya.

"Mak lihatlah..." Ucok memperagakan tangkapannya.

"Besar sekali, Nak. Ayo kita bersihkan." Ajak Ibunya.

Mereka berduapun membersihkan ikan itu. Usai sisik ikan diangkat, ibunya hendak membelah perut ikan. Tapi perut ikan mas itu keras. Ucok pun mengasah pisaunya ke batu. Lalu mulai mencoba membelah perut ikan itu.

Waw, Ibu dan Ucok kaget, ternyata isi perut ikan itu emas. Sebesar telur ayam kampung. Mereka kaget. Merekapun bergegas membersihkan ikan itu. Dipotong kecil-kecil. Diberi asam dan garam lalu direbus Ibu Ucok.

"Kita segera ke pasar Ucok!" Ajak Ibunya. Singkat cerita, sampai di pasar mereka pergi ke toko emas yang suka membeli kayu bakar mereka. Tapi sayang, si tukang emas itu membuang emas Ucok ke kotak sampah sambil berkata, " Ini kan kotoran ikan. Mana ada kotoran ikan berubah menjadi emas. Jangan mimpi, Mak!" Teriak tukang emas itu.

Ucok sigap mengambil emasnya. Ia pun membimbing tangan ibunya menuju ke toko emas seberang jalan.

"Betul Ucok. Ini mas murni. Kualitas nomor satu. Aduh uangku tak cukup untuk membayarnya. Bagaimana kalau kamu dan Makmu tinggal bersamaku. Kita akan menjadikan emas ini menjadi perhiasan yang banyak!" Bujuk penjual emas itu.

Sejak saat itu Ucok dan Ibunya menjadi juragan emas. Hidup Ucok dan Maknya makmur. Ucokpun setelah dewasa menikah dengan putri tukang emas yang baik hsti itu. Tiap hari mereka bersedekah.

Ucok dan Ibunya selalu menyantuni orang miski. Nostalgia masa kecil Ucok yang miskin tak pernah ia lupakan.

Begitulah nostalgia masa kecil saya dengan ikan mas kala menyiapkan sambal untuk berbuka di bulan Ramadhan dengan keluarga saya di usia SD hingga dewasa, kuliah. Sungguh pekerjaan berat tapi mulia. 

"Barangsiapa memberi makanan berbuka kepada orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan, maka ia menjadi ampunan bagi dosa-dosanya, pembebas baginya dari api neraka, dan baginya pahala seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun."

Yuk, rajin menyiapkan makanan untuk berbuka dan sahur. Kita dapat pahala 3x lipat. Pertama, pahala puasa. Kedua, pahala memasak. Ketiga, pahala puasa lagi dari semua orang yang memakan masakan kita.

Bila Bunda punya anak 4  +  si Ayah (suami), berarti pahala puasa kita 6x lipat dari mereka yang menikmati makanan berbuka itu. Tambah lagi sahur, jadi 12x lipat. Keren.

Screenshoot by cookpad.com
Screenshoot by cookpad.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun