Pertama, Adanya Indikasi Kemajuan Karier Pekerja DihentikanÂ
Salah satu indikasi pemecatan secara diam-diam paling sering dilakukan atasan berupa, kemajuan karier karyawan dihentikan tak ada evaluasi dan follow up.
Pada situasi quiet firing seperti itu, atasan atau manajer terus mengatakan bahwa kita tak cocok pada posisi tersebut, tapi tak ada memberi solusi apa posisi yang cocok. Di mana posisi yang cocok.
Saya sewaktu honor menjadi guru di salah satu sekolah aliyah setara SMA. Namanya MAN, pernah merasakan indikasi quiet firing. Ketika saya mengajar di sekolah itu, terjadi perguliran wakil kurikulum. Wakil yang baru ternyata person yang tak menyukai saya.
Seseorang bisa kita ketahui tak menyukai kita bisa dilihat dari senyumnya saat pertama berjumpa. Kedua, ketiga, dan seterusnya. Bila tak ada kemajuan ramah di wajah orang tersebut, kita pastikan ia tak menyukai kita.
Kebetulan, saya melahirkan anak kedua kala itu. Adapula guru kontrak Bahasa Indonesia yang masuk, sayapun resmi mengundurkan diri. Tak mungkin saya bekerja sama dengan wakil kurikulum tersebut.
Kedua, Hak Kenaikan Gaji Tak Diperhatikan
Seorang atasan atau manajer cueks. Seperti saya sebut pada point satu, tak ada komunikasi, keramahan, dan diskusi. Tentu atasan seperti itu akan menolak permintaan kenaikan gaji kita.
Bahkan, wakil kurikulum itu menon-aktifkan saya tanpa ada basa basi. Ketika saya tanya murid di sana adakah jam ibuk mengajar, jawab si murid tak ada karena ada guru baru masuk.Â
Demikian juga karyawan, bila atasan sudah niatan quiet firing, perusahaan bahkan dapat memberikan kenaikan gaji yang lebih rendah. Tak sesuai UMR. Meskipun upah sudah diminta dengan itikad baik.
Penolakan itu, pemberian gaji rendah, dan penonan jam mengajar saya, merupakan taktik strategis untuk membuat karyawan atau guru merasa ingin resign, ingin mengganti pekerjaan dengan mencari pekerjaan dengan gaji yang lebih baik.