Sudah menjadi tradisi di negari-negari yang ada di Lubuak Sikapiang, saat akan mamasuki bulan puasa malakukan acara balimau diawali dengan berkumpulnya datuak-datuak dari nagari Pauah, Durian Tinggi, semuanya berpakaian
adat.
Kemudian kadua datuk bertemu di depan masjid diawali dengan silek songsong. Sesudah silek songsong, Bundo Kanduang mamercikkan air limau kapada datuak-datuak, sanak saudara yang hadir sabagai ungkapan bahwa saatnya mamasuki bulan Ramadhan.
Kita harus balimau ya , membersihkan ya diri, batin, dan pakaian.
"Keta le marpangir!" Begitulah ajakan teman. Ayo mandi! Itu artinya. Mandi yang dilakukan jelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Berasal dari Sipirok, Sumatera Utara. Tujuannya mandi taubat menyambut bulan suci.
Mandi marpangir seperti saya sampaikan di atas memakai Pangir bukan shampo atau sabun mandi. Tetapi memakai pangir terdiri dari daun pandan, daun serai, bunga mawar, kenanga, jeruk purut, daun limau, akar wangi, dan bunga pinang.
Bila sedang mudah ditemukan, terkadang ada juga yang menambahkannya dengan akar kautsar dan embelu. Biasanya bahan ini ada di kampung kami. Tak membeli cukup meminta kepada tetangga. Dipulung bersama dan dikeringkan.
Ada tujuh macam dedaunan dan rempah di dalam pangir tambah jeruk purut. Bahan bakunya pun banyak dijual dengan harga murah dan sudah siap. Pasar-pasar tradisional sudah menjual pangir dan ada saat menjelang bulan Ramadan dan Hari Raya saja.
Tradisi “marpangir” (mandi pakai sejenis jeruk purut) itu sebetulnya sudah lama di kenal oleh masyarakat Batak dan Tapanuli.
Ya, hingga sekarang pun di daerah Sipirok tradisi marpangir masih dilakukan. Marpangir bahkan merupakan suatu ritual yang di umum dilakukan menjelang bulan puasa. Umat muslim akan mandi marpangir bersama di batang aek (sungai).