Namun, lebih perih dari luka yang ditinggalkan istiri pertamanya, Novella. Melarikan uang bosnya 1 M.
"Pram!?" Mak menghampiri anaknya.
Pram menyerahkan surat itu kepada Maknya. Ia lupa Mak tak bisa baca. Tapi Mak menerima saja surat itu. Mak membawa surat itu kepada suaminya. Mak mendengarkan suaminya melantunkan isi surat itu.
"Bang, maaf aku pergi membawa anakmu. Izinkan aku melahirkannya dengan selamat. Izinkan aku membesarkannya sendiri. Aku hanya menginginkan anak ini, Bang. Maaf, bila selama ini aku sudah membuai abang berada dalam ikatan cinta palsu rumah tangga kita. Tujuan hidupku cuma satu, memiliki anak."
Kedua lansia itu saling bertukar pandang. 'Aneh-aneh saja kita dapat menantu.' Itulah yang berkecamuk di dalam pikiran dua lansia itu. Sungguh sandiwara hebat sudah diperankan menantunya. 12 bulan mereka bersama. Tak ada yang aneh perilaku menantunya.Â
"Pram! Apa saja yang dibawa Tinuk?"
"Tak ada Mak. Semua pakaian Tinuk ada di lemari." Jawab Pram lesu. "Semua udah diatur Tinuk Mak. Ia sudah pindah kerja dari rumah sakit Panti. Tadi pimpinan rumah sakit kirim pesan lewat WA."
"Mertuamu, Pram?"
"Itu pilihan hidup Tinuk katanya, Mak. Impian Tinuk sejak lama, ingin punya anak saja."
"Tak butuh suami, Pram?"
"Ya, Mak." Sekarang mereka bertiga terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. *