Tak mungkinlah aku mengambil Pram darimu. Keluargaku pun pasti tak menyetujuiku dengan Pram. Meski ia setampan Bradd Pitt.
Kata ayah terang-terangan hari itu, saat mengantarku ke rumah Mak Puk, "tampan itu cuma bertahan sesaat. Nanti sudah beranak dan susah nyari uang bakal terlihat jelek. Kulit berdebu. Kumis, jenggot, dan rambut pun ubanan." Ayah diam sesaat.
"Kecuali kalau Pram jadi guru, pekerja di bank, atau kantor camat. Pasti tambah tampan dan keren. Tapi, jika menjadi pedagang keliling dengan dalih pengusaha, pasti jelek, Ayunda." Kata ayah.
Huh, cinta monyet memang bikin pusing. Ayah benar. Perasaan sukaku kepada Pram juga benar. Tapi sayang, nasib Pram tragis. Ia berhenti sekolah. Hanya tamat SD. Andai Pram sarjana, mungkin ayah merestui kami.
Demikian pula pernikahan Pram, berakhir tragis. Berakhir sudah pernikahan Pram dan Vella. Mungkin inilah takdir hidup Pram karena telah mengecewakan orang tua, berhenti sekolah. Tidak berhati-hati dalam bergaul hingga dijebak Vella.
Pernikahan yang diawali jebakan dari awal oleh Vella. Berakhir sudah. Vella bisa jadi berdrama menyusun strategi menjebak Pram. Kasihan dirimu Pram.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H