Pertama, tak punya uang.
Ketika diadakan arisan ada di antara warga yamg merasa berat membayar iuran RT sebanyak 40 ribu rupiah. Inilah alasan tak datang. Yah, harus dimaklumi di ekonomi susah saat ini, memang uang 40 ribu sangatlah berharga.
Semua warga maklum karena suami mereka hanya bekerja di pasar bukanlah pegawai perusahaan. Adapula yang janda, tanpa suami. Alasan ekonomi membuat mereka tak bisa hadir arisan.
Kedua, tak punya waktu
Hari Minggu merupakan hari inem sedunia bagi mak-mak. Semua berperan menjadi asisten rumah tangga. Bongkar kasur, bantal, selimut. Semua dilaundri. Semua kaca rumah, perabotan, bahkan ventilasi juga digundar biar kinclong.
Apalagi bagi guru. Senin hingga Sabtu bekerja. Minggulah hari di rumah. Full hari inem sedunia. Bikin masakan kegemaran keluarga hingga beres-beres. Belum lagi cucian pakaian sekolah anak dan setrika.
Ketiga, pulang kampung
Hari Minggu juga hari pulang kampung bagi sebagian keluarga. Ada yang pulang karena mengantar belanja nenek. Pulang karena ada kemalangan. Pulang karena ada yang married saudara, ponakan, atau ipar.
Beragam sebab tak bisa ngumpul. Sebagai tetangga baik, kita musti maklum. Jangan digunjing. Jika digunjing akan menimbulkan masalah. Siapa tahu suatu hari kita kesusahan, tetanga yang kita gunjing yang stand by membantu. Duh, malu dong.
Tetangga sangat penting bagi kita. Baik dalam situasi suka maupun duka. Meski tak jarang ada tetangga kita yang kurang berkenan di hati. Kita beri maaf dan senyum saja. Dari dulu orang tua dan agama mengajarkan untuk berbuat baik kepada kepada tetangga.
Sebab sebagai makhluk sosial, kita butuh bantuan orang lain dalam melakukan segala hal. Kita tak bisa sendiri. Pasti butuh bantuan tetangga. Nah, bagaimana sikap kita dalam bertetangga?