"Bu, saya mau daftar ke SMA lewat jalur asrama." Begitu kata salah seorang murid saya.
"Mengapa? Sekolah dekat rumahmu kan bagus." Tanya saya.
"Saya malas sekelas  dengan teman yang sistem zonasi, Bu." Lanjutnya.
"Kenapa emang anak zonasi?" Tanya saya lagi.
"Mereka merokok Bu. Sering cabut. Suka bercarut dan berkata kotor. Suka begadang dan saya takut ikut-ikutan. Kalau saya masuk asrama, maka kelas belajar saya dengan anak asrama bukan dengan anak zonasi, Bu." Jelasnya.
Duh, segitu mendetilnya mereka mengamati perkembangan dunia pendidikan saat ini. Persaingan untuk mendapatkan sekolah berasrama dan terfavorit masih tetap berjalan di pola pikir anak-anak, pun orang tua anak. Meski Menteri Pendidikan berusaha menghapuskan sekolah favorit itu.
Memang sekolah haruslah berstrategi dalam menentukan kelas agar anak nyaman belajar dan guru pun bisa memberikan perhatian dan perlakuan yang pas sesuai kondisi anak.
Di sekolah berasrama anak saya, memang murid dikelompokkan berdasar nilai rapor dan asrama tidak asrama. Anak asrama dikondisikan sesama anak asrama di kelas. Anak luar dengan anak luar.
Jika kuota asrama tak terpenuhi, maka kelas tersebut dicampur dengan anak luar atau zonasi. Begitu juga anak saya, duh dia sendirian di kelas itu anak asrama karena mengambil jurusan IPS. Teman asramanya semua memilih IPA.
Apa yang dikhawatirkan murid saya di atas terjadi. Guru menyamakan anak saya dengan anak zonasi. Karena keburu stres setiap hari menghadapi anak yang sama berulah. Hingga kembali cap kelas IPS jelek muncul lagi.
Begitu juga orang tua seperti saya dan guru seperti saya, masih menaruh harapan ke sekolah favorit mereka, yang berasrama karena cuma ini pilihan guna menghindari anak zonasi. Juga seperti dialog saya dengan orang tua anak yang anaknya berprestasi di sekolah saya dan kota ini.
"Assalamualaikum bu,, kira2 Naufal bisa dapat rekomendasi kah bu?" Tanyanya. Saya pun memberi nomor telepon kepala dan wakil kepala.
"Waduh bu,, apakah kami tidak melanggar etika birokrasi bu?" Jawab beliau. "Rencana mau meluangkan waktu agak sehari untuk ngurus ke sekolah bu." Lanjut beliau.
Ada kebijakan beberapa sekolah berasrama dan favorit versi anak dan orang tua. Misal menang event lomba, bagi siswa SMP yang menang lomba semisal olimpiade, Komptensi Madrasah tingkat nasional, mereka cukup membawa piagam ke sekolah yang diinginkan untuk mendaftar di sana. Mereka diterima.
Ketika hendak mendaftarkan anak tentu para orangtua di seluruh Indonesia sibuk. Mengurus segala mengenai anak mereka. Masuk ke sekolah baru. Jika diterima lewat prestasi dan afirmasi tak sibuk lagi.
PPDB itu memiliki arti penting menentukan jalur Penerimaan Peserta Didik Baru. Dilansir dari website bantuan siap-ppdb.com, ppdb merupakan singkatan dari Penerimaan Peserta Didik Baru dengan jalur prestasi 5 persen,jalur perpindahan tugas orang tua atau wali.
Ada tiga mekanisme proses seleksi penerimaan peserta didik baru atau PPDB yang dapat ditempuh.
Pertama, dari daya tampung sekolah dengan kuota minimal 90 persen adalah jalur zonasi. Jumlah mereka ini banyak sehingga menimbulkan sikap otoriter kepada teman.Â
Ilmu bagak keluar karena mereka penduduk asli. Kata-kata mereka kasar dan tak sopan. Suka bermain kekerasan. Begitu kaget saya ketika salah satu teman saya memberitahu anak saya dikeroyok di sekolah oleh mereka.
Setelah saya konfirmasi ke anak saya, ternyata benar. Untunglah tak ada yang terluka. Duh dunia lelaki memang berat di sekolah zonasi ini.
Kedua, dari daya tampung Afirmasi atau perpindahan orang tua.
Ketiga, dari daya tampung jalur prestasi.
Jalur prestasi memang selayaknya dihilangkan dari dunia pendidikan jika kita ingin total dengan sistem zonasi. Jika masih ada sistem prestasi tentu sistem zonasi masih campur aduk. Anak dan orang tua tetap harus bersaing.Â
Jika ingin ada jalur prestasi ya harus ada sekolah khusus jalur prestasi. Jangan dicampuradukkan dengan zonasi. Sebab anak berprestasi tentu tak bisa sefaham di kelas dengan anak zonasi.
Gurupun ternyata stres duluan menghadapi mereka hingga tersamaratakan. Dari kejadian yang menimpa anak saya di atas, dikhawatirkan bully akan merebak di sekolah yang campur aduk antara anak berprestasi dan zonasi. Sebab anak Zonasi banyak jumlahnya, satu kampung, penduduk asli, dan bergeng sdhingga rentan bullying
Zonasi adalah sebuah sistem pengaturan penerimaan siswa baru sesuai. Dengan mempertimbangkan wilayah tempat tinggal siswa.
Sistem tersebut diatur dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 dengan tujuan, agar tak ada sekolah-sekolah yang dianggap sekolah favorit dan non-favorit lagi.
Namun semua orang tua tetap berjuang agar anaknya mendapat pendidikan terbaik. Melalui tes pun ditempuh. Mereka tetap rela melakukan apa saja agar anaknya mendapat ilmu yang cukup, dan sekolah yang nyaman.
Misalnya, orang tua rela mengantar jemput setiap hari ke sekolah yang jaraknya dari ujung kota ke ujung kota dari rumah asal sekolah itu bagus.
Penetapan sistem zonasi sekolah pun menuai protes orang tua murid. Tidak ada sekolah yang jelek atau buruk, namun banyak orang tua berprinsip, daripada memasukkan anak mereka ke sekolah dekat rumah, lebih baik mereka menempuh jarak jauh.
Sekalipun untuk memasukkan ke sekolah yang terjamin kualitas guru dan muridnya, akreditasinya, sistem belajar, itu jauh dan harus melewati tes administrasi, tes tertulis, dan tes wawancara.
Zonasi sekolah mencampuradukan siswa dari berbagai latar belakang. Inilah problema guru dan sekolah sekarang. Mulai dari yang rajin, hingga malas-malasan. Lingkungan belajar sedikit banyaknya mempengaruhi cara belajar dan motivasi siswa di sekolah zonasi itu.
Zonasi sangat berdampak Terhadap Peserta Didik Zonasi.
Zonasi menciptakan kondisi terjadi perkumpulan antar siswa yang heterogen. Heterogen yang dimaksud adalah beragam. Terjadilah perkumpulan siswa dengan kapasitas dan kemampuan yang berbeda-beda.
Ada yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi ada pula yang rendah. Gurupun dibuat pusing oleh anak itu. Beban mengajar guru pun semakin besar. Siswa yang rendah kemampuan akan tertinggal di sistem zonasi. Sedang anak berkemampuan tinggi tak memiliki tantangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H