Anak-anak yang punya kelainan seperti itu dibiarkan berada, nanti juga akan merusak citra sekolah setelah jadi alumni karena kelakuan tersebut tak akan berobah. Penyakit suka mencuri harus diterapi khusus dan itu tak ada di sekolah normal.
Dari pengalaman setiap sekolah berasrama selalu saja ada anak yg berpenyakit sepertu itu. Anak-anak saya dari yg tertua  sejak tingkat SMP sudah berada di sekolah berasrama, selalu saja kejadian pencurian berulang oleh siswa itu terjadi, sebagian besar pelakunya penderita penyakit suka mencuri yang akhirnya dikeluarkan atau mintak pindah sendiri.
Menurut pengalaman saya selama ini pelaku pencurian berulang tak berasal dari keluarga tak mampu tapi sebaliknya. Orang kayah.
Kepada orang tua pelaku tentu diminta pengertian dan sikap berlapang dada jika ada tindakan dikeluarkan dari pihak sekolah." Tanggapan salah seorang orang tua pula.
Benarkah ada penyakit mencuri? Pernahkah Anda mendengar atau membaca istilah kleptomania?Â
Kleptomania merupakan gangguan pada seseorang yang membuat penderita sulit menahan diri dari keinginan untuk mencuri. Penderita kleptomania ini kerap mencuri di tempat-tempat umum, di rumah, tetapi ada juga yang mengutil dari teman-temannya. Misal di rumah kos atau asrama.
Kleptomania salah satu kelompok gangguan kendali impulsif, berupa gangguan yang menyebabkan si penderita sulit mengendalikan emosi dan perilaku. Biasanya, kleptomania muncul di anak-anak jelang masa remaja, ya mulai dari Sekolah Dasar, SMP, SMA, Â dan juga bisa terjadi setelah dewasa.
Masih erat kaitan dengan kurangnnya kasih sayang dan perhatian orang tua atas barang milik anak. Bahkan disinyalir ada pembiaran dari orang tua karena malu membawa anak ke psikolog. Padahal ke psikolog saat ini sudah tren lo. Bukan hal tabu lagi. Dulu ke psikolog dianggap gila.
Sekarang tidak. Ke psikolog saat ini sudah berubah penilaian. Saya dulu membawa anak saya ke psikolog ketika kelas V SD. Ia mengalami keanehan belajar Matematika. Di les, ia bisa meraih 100 Matematika. Ketika Ulangan Harian 0.Â
Lalu seorang penumpang angkot saya curi dengar cerita hal sama. Ibu itu membawa anaknya ke psikolog. Karena tertarik, saya pun mengomentari si ibu dan menanyakan prosedurnya.
Sayapun mengikuti prosedur. Ke puskesmas meminta rujukan lalu ke RSUD. Sesampai di ruang si psikolog, beliau bertanya apa keluhan kami. Saya pun cerita. Si psikolog bertanya alur perkembangan anak saya ketika bayi. Terutama proses merangkak ada tidak.
Duh walker di PAUD menyebabkan bayi saya tak melalui proses merangkak dengan perut dan lutut. Ia menelungkup, cari dinding da berusaha duduk dan langsung diajari berdiri.Â