Mahranipun keluar dari toko setelah transaksi. Sekarang ia menuju ke pasar sayur. Ia akan membeli sayur bayam untuk si kecil.
Hari ini hari pasar. Berbaris-barislah mak-mak penjual sayur, ikan, beras, tahu, hingga telur, dan aneka snack ringan. Matanya tertuju pada penjual beras. Ia menghampirinya.
"Kak Eni!" Tegurnya.
"Eh, Bu Mahrani. Maaf saya belum bisa mengembalikan pinjamannya. Baru panen memang. Tapi cuma pas buat makan sekeluarga." Jelasnya.
"Lo, Kak Eni sekarang jual beras? Tak jual susu lagi? Kok tak datang nyuci kain ke rumah?" Mahrani mengajukan tiga pertanyaan sekaligus.
"He he he, maaf Bu tak sempat." Jawabnya ringan. " Ibu mau bawa beras?" Tanyanya balik.
"Tak usah,Kak. Kami dapat beras dari kantor Abang," jelasnya.
Berbasa-basi sesaat, iapun beranjak pergi. 'Duh untung aku sudah pesan mesin cuci,' bisik hati Mahrani.
Mudah sekali bagi Kak Eni memutus hubungan kerja tanpa meminta izin atau pamit. Terasa iba hatinya.
Memang, sejak Kak Eni meminjam emas dengan berat 1,25 gram, ia berubah. Rada malas bekerja. Menjual susupun sesekali.
Waktu itu ia datang mengadu, anaknya akan masuk SMP, tapi uang untuk mendaftar dan membeli seragam tak ada. Mahranipun iba. Ia meminjamkan cincin si kecil.