Julid. Inilah tema menarik kali ini. Saya tahu istilah julid dari anak-anak yang tadi siang mengadu kepada saya. Dengan wajah gemas dan lucunya ia mengadu bahwa anak di kelas saya julid kepadanya.
"Julid kenapa?" tanya saya.
" Ga tahu, Bu. Pokoknya kalau ketemu, anak kelas ibu jutek, sinis, dan menyeramkan."
"Waduh, masak iya sih?" tanya saya lagi dikit penasaran.
Tak ada asap kalau tak ada api. Tak mungkin mereka julid-julidan kalau tak ada sebab. Maka sayapun mempertemukan mereka di kelas.
Waduh, ternyata julid-julidannya tak sederhana. Lagi berhubungan dengan masa puber mereka. Mereka julid-julidan karena seseorang.
Mungkin bagi kita orang dewasa ini tak serius amat. Tetapi bagi mereka kasus ini serius. Mereka bisa saling serang dan bermusuhan jika julid-julidan ini tak menemui titik akhir.
Awalnya saya merasa berat. Kedua kubu bersikukuh paling benar bahwa bukan kubu A yang memulai duluan julid. Tapi kubu B. Begitu juga kubu B, kekeh bukan kubu B yang memulai julid tapi kubu A.
Akhirnya saya putuskan memberi waktu kepada dua kubu untuk curhat. Kubu A bercerita. Lalu kubu B. Jam sudah menunjuk jam pulang 15.15. Namun curhatan belum selesai hingga pukul 15.45.
Terpaksa saya main ancam dikit panggil orang tua, barulah kedua kubu agak teduh. Namun, masih terlihat bias tak puas di wajah mereka sebagai akibat julid-julidan itu.