Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dendam, Ujaran Kebencian, dan Toxic Jelang Pemilu Tinggalkan Mari Berdemokrasi Secara Bijak

21 November 2022   09:37 Diperbarui: 21 November 2022   10:11 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dendam? Benarkah ada dendam seorang Presiden kepada rakyatnya? Ujaran kebencian? Wajarkah praktisi partai atau elit politik mengajak masyarakat melakukan ujaran kebencian? Bukankah itu politik toxic?

Politik toxic bukankah suatu ancaman bagi keutuhan rumah tangga bangsa Indonesia? Berhentilah menyampaikan dendam dan ujaran kebencian. Itu bisa memecah belah bangsa Indonesia.

Ketika saya duduk di Sekolah Dasar, guru saya mengajarkan Persatuan dan Kesatuan Modal Menuju Bangsa yang Kuat. Ibarat sapu lidi. Satu lidi, dua batang lidi, 3, 4, dan seterusnya tak mampu mengumpulkan sampah (perongrong persatuan) tapi jika kita mengumpulkan sampah (perongrong persatuan) dengan satu ikat lidi bernama sapu lidi akan berhasil.

Satu per satu Politikus PDI Perjuangan seperti, Ruhut Sitompul menyoroti bagaimana Joko Widodo dipuji oleh sejumlah pemimpin negara dunia, salah satunya Presiden Prancis, Emmanue Marcon.

Buka-bukaan ia mengatakan masyarakat harusnya bangga melihat pencapaian mantan gubernur tersebut. Seolah begitu buta masyarakat akan hal itu.

Hal itu beliau lanjutkan dengan ujaran bahwa semestinya pembenci Presiden RI ke 7 Bapak Joko Widodo, malu dengan ungkapan yg paling dalam untuk Indonesia tercinta dan Presiden yang sangat dihormati.

Begitu juga ujaran beliau akan istilah kadrun, menurutnya, ini tanda kuat bahwa para kadrun sebagai pembenci Jokowi harus mulai balik menuju jalan yang benar. Miris akan pemberian gelar kadrun oleh elit politik itu.

"Ayo rakyatnya tolong para kadrun kembalilah kejalan yang benar," sambungnya.

Di tengah munculnya pujian dari Presiden Prancis Emmanuel Macron membagikan momen kebersamaannya dengan Presiden Joko Widodo, politikus senior Partai  PDIP itupun  mengatakan Gatot yang masih aktif sebagai Panglima TNI pada 2017 pernah dibikin keleleran setelah Jokowi dipermalukan olehnya.

KTT G20 Bali itu menyisakan berita negatif juga kepada Iriana Jokowi yang kena body shaming karena dibandingkan dengan  Ibu Negara Korea Selatan, Kim Kun Hee.

Kisruh yang berawal dari cuitan seseorang di Twitter dari akun @KoprifilJati, dengan nama Kharisma Jati yang dinilai menghina Iriana, dan menganggap ibu negara Indonesia sebagai asisten rumah tangga (ART) atau pembantu Kim Kun Hee, merujuk cuitan berikut:

"Bi, tolong buatkan tamu kita minum,"

Toxic, mungkin itu yang terlontar di hati kita menyikapi hal di atas. Adakah ini maling teriak maling sebagai penyajian sandiwara dendam, ujaran kebencian, dan toxic di jelang pemilu? Toxic politik atau political toxic.

Tak kalah, Politikus senior PDI Perjuangan atau PDIP Panda Nababan, juga turut meramaikan di Wartaekonomi mereka menyebutkan jeleknya Presiden Joko Widodo alias Jokowi adalah balas dendam. https://wartaekonomi.co.id//

Panda lebih lanjut mengatakan, Jokowi memiliki kemampuan untuk membalas dendam pada siapa saja yang berbuat salah padanya dengan cara tak terduga.

Ia menyatakan saat menanggapi kemungkinan adanya hubungan buruk antara Jokowi dan Surya Paloh jelang pemilu 2024.

" Sebetulnya saya khawatir, hubungan mereka berdua ini tidak berjalan baik antara Jokowi dengan Surya, karena kalau itu terjadi Jokowi jelek kelakuaknnya itu jelek," ungkap Panda Nababan dalam perbincangannya di Total Politik.

Ia mengawali cerita tersebut dengan kisah tentang Presiden Jokowi terjebak kemacetan ketika menuju lokasi perayaan HUT TNI 2017 di Pelabuhan Indah Kiat, Cilegon, Banten. Saat itu, akhirnya Presiden terpaksa berjalan kaki.

" Tentu dia (Jokowi) merasa dipermalukan, merasa tidak dihargai waktu ulang tahun TNI di Cilegon. Jalan kaki dia," tutur Panda.

Panda menuturkan, mantan gubernur DKI itu pun meminta Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengecek masalah macet ini ke Polda Banten.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung juga dimintai menghubungi Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri.Polda Banten yang pada waktu itu dipimpin Listyo Sigit Prabowo. Listyo mengaku tidak dilibatkan dalam pengaturan lalu lintas menuju lokasi HUT TNI di Cilegon saat itu.

Korlantas Polri itu juga mengaku tidak diajak berkoordinasi. Memang Gatot Nurmantyo yang waktu itu masih menjabat Panglima TNI langsung meminta maaf kepada Jokowi. 

Mantan wartawan Panda Nababan lebih lanjut, mendedahkan cara Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempermalukan Gatot Nurmantyo.

"Tak diduga, dia [Jokowi] bisa bikin gerakan yang kita enggak duga semacam sesuatu yang untuk membalas dendam," imbuh Panda.

Dia (Jokowi) bikin acara andong, di bundaran HI keliling tiga setengah jam sama JK, jadi Prabowo 3,5 jam lihat TV ada tukang andong jadi presiden," imbuh Panda lagi.

Panda Nababan meyebutkan bahwa dia khawatir jika Surya Paloh bermasalah dengan Jokowi. Pasalnya seperti yang terjadi sebelumnya, Jokowi punya kemampuan lihai untuk membalas dendam.

Panda pun lebih lanjut berujar kepada pers, "Dia [Jokowi] punya kemampuan itu, aku kebetuluan sama Surya Paloh teman baik, duh janganlah itu saya lihat ada tanda-tandanya yang pelukan enggak dibalas," ujar Panda, "Terus terang, saya khawatir jangan lah karena dia [Jokowi] ini punya kemampuan yang di luar dugaan."

Segitu toxickah pemimpin kita?  Toxic, sebutan yang wajar bagi pemimpin bangsa atau sudut pandang para elit politik di atas? Sangat menyebalkan, tidak adil, dan memberikan penilaian.

Persatuan dan Kesatuan akan terberai, bekerja di bawah seorang pemimpin atau atasan toxic, menjadi salah satu alasan paling besar mengapa masyarakat jenuh jelang pemilu.

Semoga kita masyarakat Indonesia bijak menyikapi pemanasan jelang pemilu ala elit politik itu. Dendam, Ujaran Kebencian, dan Toxic Jelang Pemilu sebaiknya ditinggalkan. Mari berdemokrasi secara bijak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun