Ketiga, anak bukan generasi ceramah. Mereka generasi daring. Duduklah santai di dekat mereka, berbicara dan bercerita mengenai pengalaman mereka.
Biarkan berinisiatif bercerita. Dengarkan anak. Beri anak masukan tepat sesuai ekspresinya.Â
Jika ia tersenyum berarti masukan Ayah Bunda tepat. Tapi jika dahinya berkerut berarti ia tidak faham atau kurang setuju. Minta ia memberi pembelaan. Dengan tidak menggurui lambat laun anak akan terbuka.Â
Ajak anak memikirkan solusi melewati masa-masa sulitnya. Kadang solusi mereka ada, hanya kurang pede menerapkan. Berikan penguatan jika ia benar.
4. Beri Sanjungan dan Samakan Ia dengan Ibunya
Keempat, anak pasti mengalami masa puber unik dan berbeda. Mungkin ada yang sama dengan pengalaman ibu ketika puber. Misall ibu menstruasi kelas 5, anak juga menstruasi kelas 5.Â
Ketika anak mengalami hal yang sama dengan ibu maka pujilah anak. Begitu juga anak lelaki tentu ada yang sama pengalaman uniknya dengan si Ayah. Maka pujilah anak lelaki oleh Ayah.
Bandingkan pengalaman Ayah Bunda saat puber dulu. Bukan pengalaman yang berlawanan tapi selevel.
Misalnya, "Ketika Ibu puber dulu malu banget sama nenekmu, Nak, ketahuan sudah menstruasi bagi anak perempuan dan mimpi basah bagi anak lelaki. Sama sepertimu sekarang. Tapi malu itu cuma sekali. Setelah nenek jelaskan ini normal, Ibu baru lega."
5. Hadapi Emosi Anak dengan Tenang
Kelima, masa puber, naik turun. Perubahan emosi dan perilaku anak berbeda. Â Ceria jadi pemurung. Suka menyendiri. Ditegur marah.