Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Manajemen Kerumunan

3 November 2022   18:00 Diperbarui: 3 November 2022   18:08 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menajemen Kerumunan Penting. Sumber: kompas.com

Nasib seseorang rahasia ilahi. Apa yang akan kita alami hari ini memang tak bisa diprediksi apalagi ditebak. Dari rumah berangkat sehat walafiat. Namun, beberapa jam kemudian datanglah kabar duka, sudah tiada.

Seperti itulah para penonton yang tewas di malam nahas, kejadian Laga Arema FC vs Persebaya yang berjalan lancar dan mulus dari pukul 20.00 WIB dengan perolehan skors 3-2 untuk kemenangan Persebaya berakhir rusuh karena menajemen pengamanan yang tidak memadai.

Pertandingan yang awalnya damai dan tenang berubah seram dan menegangkan ketika suporter masuk lapangan usai laga sehingga aparat yang melakukan pengamanan malam itu harus mengerahkan empat unit barakuda untuk ofisial pemain Persebaya.

Jelang dinihari, 127 penontonpun menjadi korban pada Laga di Stadion Kanjuruhan Malang itu. Evakuasi korbanpun hampir sejam dini hari itu karena sempat ada drama penghadangan dari massa. Namun, atas kegigihan tim, evakuasi yang dipimpin Kapolres Malang berjalan lancar.

Begitu juga insiden desak-desakan pada Sabtu (29/10) malam waktu setempat di Distrik Itaewon, Seoul, ibu kota Korea Selatan. Insiden menimpa pada perayaan Halloween.

Insiden ini disinyalir, sebagian disebabkan manajemen kerumunan yang  tidak memadai juga seperti di Kanjuruhan, Malang. Hal ini sesua dengan penuturan Perdana Menteri Korsel Han Duck-Soo, Selasa (1/11).

Manajemen kerumunan tidak memiliki dukungan institusional dan tidak ada upaya sistematis yang memadai di Korsel tutrnya ketika menyampaikan jumpa pers dengan para koresponden asing di Seoul.

Bahkan jika lebih banyakpun petugas polisi dikerahkan ke Itaewon, tetap akan ada keterbatasan dalam pengendalian kerumunan besar itu karena negara tersebut belum memiliki masalah regulasi yang memadai untuk manajemen kerumunan.

156 orang tewas dan 151 luka-luka pada insiden mematikan tersebut. Insiden kedua terkelam setelah tenggelamnya kapal feri yang menelan korban 304 orang. Sebagian besar siswa sekolah menengah atas (SMA), pada April 2014 lalu.

Kerumunan besar malam itu bergerak ke sebuah gang sempit menanjak dan kemudian saling tindih di distrik kehidupan malam yang populer di Seoul tersebut.

Lebih dari 100.000 orang berkumpul di Itaewon untuk mengikuti perayaan Halloween itu. Tentu tidak seimbang dengan jumlah polisi sebanyak 137 petugas polisi yang telah dikerahkan untuk acara Halloween pada Sabtu itu.

Dulu ketika masih sekolah saya pernah diajak kakak-kakak di kos menghadiri konser Iwan Fals. Kami mendapat tiket gratis karena panitia masih keluarga ibu kost. Tetapi posisi menonton cuma berdiri, bukan di tribun apalagi di VIV. Cukup ramai kami pergi. 

Memasuki stadion, saya berjalan di tengah sambil bergelayut di tangan satu kakak dan satu kakak lagi bergelayut di tangan saya. Begitu formasi kami berjalan, tiga-tiga. 

Sedang asyik mengobrol sambil menuju pentas pertunjukan belum mulai, suasana pengunjung konserpun belum ramai, saya malah sial mendapatkan pelecehan dari seorang pemuda di stadion itu. 

Tiba-tiba ada serombongan cowok berpapasan dengan kami. Salah satu dari mereka berlari menghampiri kami, saya tak curiga dan terus berjalan. Secepat kilat ia menuju ke arah saya dan spontan menyentuh saya. Secepat kilat pula lari. Tentu saya kaget dan menangis.

Andaikan saya bisa karate, begitulah khayal saya saat itu. Mungkin mematahkan tangan laki-laki itu agenda pertama. Sedih. Sakit hati. Pokoknya sebal. Malam itu kami tak bisa menikmati pertunjukan. Satu lagu saja kami segera pulang.

Ketika Nike Ardilla dan artis lain konser, meskipun gratis, saya trauma mengikuti. Hingga sekarang. Pelecehan kilat itu sungguh mengesalkan hingga detik ini. Saya hanya mau mengikuti keramaian jika jelas itu kerumunan guru. Artinya satu jenis.

Ketika kuliah, pernah kakak kos mengajak lagi ke stadion  karena ada penarikan undian berhadiah sebuah bank. Semua anak kost pergi. Tinggal saya sendiri di kosan. Biarlah sendiri di kosan daripada mendapat pelecehan lagi. Rumah tempat teraman dan terindah saat itu.

Namun ketika demo tahun 1998, tak terjadi apa-apa. Kerumunan demontrasi mahasiswa termenajemen dengan baik. Sehingga di Kota Padang Panjang Kerumunan mahasiswa terarah dan damai. Namun, di Pulau Jawa menelan korban.

Itulah nasib, meskipun kita telah memakai pakaian sesuai sar'i, menutup aurat, berjalan pun di tengah, namun masih juga kena sial. Nasib memang tak bisa diprediksi. Semua ketetapanNya. Teraman memang di rumah barangkali.

Pada tahun 1883 bencana kurangnya menajemen kerumunan juga terjadi di Inggris. Dikenal sebagai bencana Victoria Hall di Sunderland, Inggris dan menewaskan 183 anak.

Sejak itu sebuah undang-undangpun disahkan di Inggris yang mengharuskan semua tempat hiburan umum harus dilengkapi dengan pintu yang terbuka lebar. Akses ke luar—misalnya, menggunakan kait palang pengaman yang terbuka saat didorong. 

Presiden Yoon Suk-yeol hari Selasa (1/11) meletakkan bunga untuk para korban kerumunan ItaewonFoto: Ahn Young-joon/AP/picture alliance
Presiden Yoon Suk-yeol hari Selasa (1/11) meletakkan bunga untuk para korban kerumunan ItaewonFoto: Ahn Young-joon/AP/picture alliance

Bagaimana cara memanajemen lokasi kerumunan guna mencegah insiden di kerumunan?

Pertama, Kita harus menyiapkan wadah kerumunan dengan langkah-langkah keamanan konkret, tidak hanya di jalan-jalan, di mana bencana besar terjadi, apalagi di tempat-tempat seperti stadion dan tempat konser yang banyak orang berkumpul.

Kedua, menyediakan pintu yang memungkinkan seimbang antara lebar pintu dengan jumlah pengunjung dan jumlah pintupun harus berimbang. Jumlah pengunjung 1000 -5000 tentu tak memadai hanya memakai dua pintu. Minimal 5 pintu besar.

Ketiga, panitia harus mereduksi jumlah pengunjung. Dari segi bisnis tentu saja memang terlihat kurang baik. Namun, sistem buka tutup dalam rangka pengendalian pengunjung dianggap cara efektif untuk memastikan keamanan dan keselamatan mereka.

Jika sudah terjebak di kerumunan massa maka kita harus:

Pertama, amati situasi. Sambil mencari posisi yang berlawanan arah dari kerumunan massa. Sambil mulai mendekati posisi pintu.

Kedua, segera pergi meninggalkan lokasi jika sudah menemukan insiden kecil, misal ada jeritan atau mulai ada yang pingsan. Segera menuju pintu terdekat.

Ketiga, tetap tenang. Tarik nafas dari hidung lalu lepas dari mulut. Hirup oksigen sebaik mungkin.

Keempat, jaga keseimbangan tubuh dengan dzikir dalam hati. Cara ini membuat tubuh tetap tenang dan seimbang. Bacalah subhanaoh.

Kelima, menjelang dapat pintu hindari tempat yang searah dengan orang ramai. Lihat pintu terdekat dan tak terlalu ramai orang menuju ke sana. Tetaplah berdzikir agar Allah melindungi.

Itu pesan mama saya sepulang naik haji. Kata beliau sesempit apapun jalan di Mekkah jika dibaca dzikir langsung lapang dan lancar. Begitu kata ustadz yang menjadi pemimpin rombongan mereka pada saat ibadah haji.

Kadang memang kita tak bisa menghindari kerumunan. Misal ada acara perpisahan di sekolah. Jika acara ini digelar, kami mereduksi jumlah orang tua yang datang. Kamipun tak memperkenankan alumni datang. Sebab resiko kerumunan tak bisa diprediksi. 

Begitupun saat PPDB, mereduksi kehadiran orang tua calon murid baru perlu dengan memberlakukan sistem online ketika pemberkasan dan menjadikan 3 shift ketika tes tertulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun