Lebih dari 100.000 orang berkumpul di Itaewon untuk mengikuti perayaan Halloween itu. Tentu tidak seimbang dengan jumlah polisi sebanyak 137 petugas polisi yang telah dikerahkan untuk acara Halloween pada Sabtu itu.
Dulu ketika masih sekolah saya pernah diajak kakak-kakak di kos menghadiri konser Iwan Fals. Kami mendapat tiket gratis karena panitia masih keluarga ibu kost. Tetapi posisi menonton cuma berdiri, bukan di tribun apalagi di VIV. Cukup ramai kami pergi.Â
Memasuki stadion, saya berjalan di tengah sambil bergelayut di tangan satu kakak dan satu kakak lagi bergelayut di tangan saya. Begitu formasi kami berjalan, tiga-tiga.Â
Sedang asyik mengobrol sambil menuju pentas pertunjukan belum mulai, suasana pengunjung konserpun belum ramai, saya malah sial mendapatkan pelecehan dari seorang pemuda di stadion itu.Â
Tiba-tiba ada serombongan cowok berpapasan dengan kami. Salah satu dari mereka berlari menghampiri kami, saya tak curiga dan terus berjalan. Secepat kilat ia menuju ke arah saya dan spontan menyentuh saya. Secepat kilat pula lari. Tentu saya kaget dan menangis.
Andaikan saya bisa karate, begitulah khayal saya saat itu. Mungkin mematahkan tangan laki-laki itu agenda pertama. Sedih. Sakit hati. Pokoknya sebal. Malam itu kami tak bisa menikmati pertunjukan. Satu lagu saja kami segera pulang.
Ketika Nike Ardilla dan artis lain konser, meskipun gratis, saya trauma mengikuti. Hingga sekarang. Pelecehan kilat itu sungguh mengesalkan hingga detik ini. Saya hanya mau mengikuti keramaian jika jelas itu kerumunan guru. Artinya satu jenis.
Ketika kuliah, pernah kakak kos mengajak lagi ke stadion  karena ada penarikan undian berhadiah sebuah bank. Semua anak kost pergi. Tinggal saya sendiri di kosan. Biarlah sendiri di kosan daripada mendapat pelecehan lagi. Rumah tempat teraman dan terindah saat itu.
Namun ketika demo tahun 1998, tak terjadi apa-apa. Kerumunan demontrasi mahasiswa termenajemen dengan baik. Sehingga di Kota Padang Panjang Kerumunan mahasiswa terarah dan damai. Namun, di Pulau Jawa menelan korban.
Itulah nasib, meskipun kita telah memakai pakaian sesuai sar'i, menutup aurat, berjalan pun di tengah, namun masih juga kena sial. Nasib memang tak bisa diprediksi. Semua ketetapanNya. Teraman memang di rumah barangkali.
Pada tahun 1883 bencana kurangnya menajemen kerumunan juga terjadi di Inggris. Dikenal sebagai bencana Victoria Hall di Sunderland, Inggris dan menewaskan 183 anak.