Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hujat-Menghujat, Hentikanlah Wahai Saudaraku

25 Oktober 2022   18:55 Diperbarui: 25 Oktober 2022   19:11 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hujat-menghujat hentikanlah: islam pos

Hujat merupakan sinonim dari cela, caci, dan fitnah. Menghujat berasal dari kata dasar hujat dan dimasuki awalan meN- maka muncul bunyi 'g' sebagai variasi alomorf meN- (Ramlan: 1983:16-17) karena adanya pertemuan meN- ( dibaca me-Nasal oleh Ramlan:1983) dan huruf konsonan 'h'. Menjadi meng+hujat.

Menghujat bersinonim dengan mencela, mencaci, dan memfitnah. Dari kata nomina hujat menjadi verba. Hujat kata benda abstrak dan menghujat menjadi kata kerja aktif.

Lalu, pernahkah Anda dihujat? (dihujat: menjadi korban hujat) Sinonimnya pernahkah Anda mengalami peristiwa dihujat, dicela, dicaci, dan difitnah? Dalam kehidupan kita sehari-hari dihujat berupa dicela dan dicaci mungkin biasa kita temui dan adakalanya dialami. Namun, difitnah mungkin jarang ya.

Menghujat kadangkala menjadi sebuah kebiasaan. Menghujat dilakukan seseorang karena merasa lebih benar dari orang lain. Tentu kebiasaan hujat-menghujat ini ada karena ada figur yang ditiru. Bisa ayah atau ibu di rumah. Bisa pula guru dan teman di sekolah.

Maksud si penghujat (pelaku hujat) awalnya bercanda. Mengomentari teman dengan maksud bercanda. Tapi kadang candaan bersifat relatif ketika diterima si korban candaan. Bisa ia nilai positif dan ia nilai negatif. Tergantung mood si korban kala itu.

Yang terhujat (objek hujat) tentulah dalam posisi yang lemah. Tak ingin ribut ketika bermood negatif. Mengaku tak pintar, dan bisa saja karena faktor ekonomi ia berada di bawah penghujat.

Misalnya di lingkungan kerja, ada teman yang senang bercanda, mungkin maksudnya sesama teman kerja. "Apalah fashionmu hari ini, tak tepat pilih warna. Kampungan sekali. Membuat malu saja."

Begitu biasanya ia menghujat fashion teman termasuk  jika ketemu. Kadang bisa dihindari, saya hindari ia. Jika saya melihatnya dari luar ada di dalam ruangan, saya lari ke kelas anak. He he he.

Tapi sepandai-pandai tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Artinya, sepandai-pandai saya menghindar, sesekali berpapasan juga. Kadang bisa ya, saya bisa mengelak. Tapi kadang tak bisa mengelak lagi. Pasrah dah dia hujat. Mungkin menghujat fashion teman sudah karakter beliau.

Jika kondisi itu bertemu, saya cuma bisa geleng-geleng kepala dan senyum meski di dalam sakit. Sakitnya tuh di sini kata lagu dangdut, sambil si penyanyi menunjuk hatinya, coba tebak nama penyanyinya. Wkwkwkkk.

Memaafkan tentu lebih baik seperti nasihat Ayahanda Tjiptadinata Effendi pada salah satu artikel. Biasanya tiba di kelas pun sudah lupa kena hujat karena mendapati kurenah dan tingkah anak-anak nan lucu.

Mungkin karena sudah terbiasa mendapatinya berkarakter seperti itu. Bukankah konon katanya generasi milenial, generasi merasa diri paling hebat.

Begitulah siklus hujat menghujat di lingkungan yang kadang dianggap biasa oleh penghujat (pelaku hujat). Awalnya bercanda, tapi penerimaan si korban beda. Tergantung mood. Biarlah suasana hati kubawa pergi.

Begitupun ketika saya baru menghidupkan android. Muncullah notifikasi salah satu medsos berwarna biru muda bergambar unggas, sungguh sadis hujat-menghujat kubu A dan kubu B di medsos itu. Menurut penilaian saya yang pernah menjadi korban hujat, malah menjijikkan hujat-menghujat mereka. Sudah taraf atau level parah.

Sungguh malu saya manakala membaca nama mereka si penghujat dengan marga (suku batak/mandailing ) di belakangnya, sama dengan marga saya. Ingin menegur agar menanggalkan marga mereka, takut dianggap pro ke salah satu kubu.

Kadang kepikiran, apakah tak ada Undang-Undang kita di Indonesia ini yang bisa menjerat obrolan-obrolan menghujat itu?Hujat menghujat di dunia maya makin meluas di semua medsos. Semua adu kehebatan mereka. 

Mengapa sih harus ditanggapi? Apalagi jelang pemilu seperti saat ini. Medsos pun ramai saling hujat. Cela-mencela, caci-memaki, dan semua nama hewan di kebun binatang mendadak viral di seputar obrolan penghujat dan yang dihujat.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X pernah meminta masyarakat untuk menghindari sikap saling menghujat hanya karena perberbedaan pilihan pada Pemilu 2024.

"Harapan saya agar rakyat tidak terkotak-kotak hanya karena berbeda calon dan aspirasi, apalagi hujat-menghujat dan bermusuhan hanya karena berada di pihak yang berbeda kubu dan partai," kata Sultan HB X usai Penandatanganan Nota Kesepakatan Sinergi Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 di Bangsal Kepatihan, Yogyakarta, Jumat kepada antaranews.

Dulu ketika jelang pilpres 2019, sayapun sangat gerah dengan gambar dan kata-kata menghujat di akun medsos saya. Saya tak terlibat obrolan mereka, namun obrolan menjijikan mereka masuk ke akun saya. Mungkin ada di antara mereka teman kita di medsos itu.

Perbedaan cara pandang politik memang sering menimbulkan gesekan atau pemicu di tengah masyarakat yang kebanyakan masih berorientasi pada primordialisme terhadap calon, bukan pada adu gagasan atau kecerdasan.

Unsur kepentingan pribadi lebih ditonjolkan daripada kemaslahatan rakyat. Padahal suasana nyaman dan aman sepatutnya tetap terbangun pada rakyat jelang Pemilu 2024 layaknya suasana sebuah keluarga besar yang berbudaya dan beradab. Saling menghargai kuncinya. Kedewasaan berpikir pun utama dikedepankan.

Kita berharap tim sukses dan massa partai pada Pemilu 2024 menghindari intrik, intimidasi, provokasi, pelecehan, ujaran kebencian, berita bohong, politik identitas, politik uang, dan pencemaran nama baik. Jangan sań mpai terjadi kerusuhan seperti usai tanding bola di Kanjuruhan, Malang.

Sebetulnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy'aripun mengatakan untuk mewujudkan keberhasilan Pilkada dan Pemilu Serentak 2024, KPU tidak mungkin dapat bekerja sendiri sehingga perlu kerja sama dan kolaborasi dengan berbagai pihak di pusat hingga daerah.

Masyarakatpun sebetulnya sudah diimbau oleh salah satu Kapolres, AKBP Wawan Kurniawan, saat memberi sambutan kepada jajarannya untuk tidak mudah terhasut dengan adanya berita hoax yang merebak di media sosial.

Masyarakat diminta agar tidak saling serang, dan menghujat di media sosial jelang pelaksanaan Pemilu. Apalagj sampai mengeluarkan kata-kata jorok dan panggilan menggunakan nama hewan.

Tiap kita harus mengajak pula masyarakat menjaga dan mendukung terciptanya situasi damai, aman, dan sejuk di kantor apalagi jelang Pemilu. Hentikanlah hujat. Janganlah menghujat baik di lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan media sosial.

Gejala polarisasi yang membuat saya malu dan trauma membaca medsos mulai menguat lagi rasanya. Secepatnyalah akun medsos berpolarisasi itu ditindak tegas. Bertekadlah pihak berwenang turun mengajak  pemuda mengantisipasi dan mitigasi sejak dini agar hujat-menghujat hentikanlah.

Siapapun nanti pemenang pemilu takkan datang mengabsen kita yang sudah hujat-menghujat di medsos dengan maksud membela mereka kandidat Anda. Kita yang menghujat dan dihujat tetap mendapat hak dan kewajiban sama. Tak pilih kasih. 

Begitu pun rekan kerja takkan ditanya si bos, siapa fashionnya yang paling keren. Tetap kinerja, loyalitas, dan kualitas kerja kita yang penting buat si bos. 

Yusriana menulis di kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun