Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jiwa dan Mental Anak pun Perlu Diawasi

11 Oktober 2022   06:02 Diperbarui: 12 Oktober 2022   13:11 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sekarang, curhatlah, tulislah surat kepada Allah, kepada yts. Allah SWT ceritakan semua yang kamu rasakan.  Jangan ada yang tersisa. Siapa yang kamu sayang, puja, benci tulis di sana, adukan kepada Allah."

"Nanti sesudah kertas penuh, robek-robeklah menjadi serpihan kecil seolah kamu merobek masalahmu. Cukup kamu dan Allah yang tahu, yang kamu tulis." Saya melanjutkan penjelasan.

Iapun mengangguk. Terlihat matanya lega. "Ibu takkan baca suratmu. Ibu hanya akan melihat sudah penuhkah dan melihat kamu merobek-robek masalahmu."

Saya menepuk bahunya, lalu pergi meninggalkannya sendirian. Sambil berujar, "Diva, ibu di ruang guru, nanti ibu kembali 15 menit lagi." Saya pun kembali ke ruang piket dengan Ni Lita.

"Orang tua Diva itu kawan uni. Mereka merantau di Jakarta. Anak 4. Semua perempuan. Ayah Diva sakit, istrinya meninggalkannya. Biaya anak berbagi, 2 dibiayai ayahnya dan 2 dibiyai ibunya. Diva ini pemalas. Piringnya saja tak tercuci olehnya. Ibu kosnya mengadu sama uni."

"Iya, bunuh diri Diva, Na?" Tanya uni Lita santai. Saya balas anggukan. Cerita uni lita pun mengalir lagi tentang keluarga Diva. Yang jelas membuat saya semakin iba dan prihatin kepada Diva. Masalah Diva bukan soal uang tapi soal perhatian. Kesepian.

Teringat saya waktu kecil dengan empat adik kecil-kecil. Mama selalu marah karena saya katanya pemalas tak bisa membantu beliau mengurusi rumah dan adik-adik. Itu pula yang menimpa Diva kecil hari ini. Bedanya, mama saya petani sedang mama Diva pelayan toko dan pulang kerja sama, jelang Maghrib.

Saya pun kembali ke ruang shalat gurun setelah 20 menit. Diva saya dapati masih sesenggukan.  Ia memperlihatkan kertasnya. Sudah penuh. Matanya bengkak. Pipi memerah. Saya pun beri kode agar ia merobek kertas surat itu. Saya bantu hingga berupa serpihan.

Sambil merobek kami tanya jawab,ia pun bercerita persis seperti cerita Uni Lita, hanya saja tersirat keinginan Diva untuk bersatu lagi ayah ibunya. Tersirat juga bahwa ia menyalahkan ibunya. Tentu Diva tak menyadari bahwa hidup di Jakarta itu berat daripada di Kampung ini, Padang Panjang.

Saya biarkan ia bercerita hingga tak ada air mata lagi. Bahkan senyum malu muncul di bibir merahnya. Saya ajak ia untuk tinggal di rumah saya. Ia pun menolak dengan halus. Lalu saya ambil kesempatan di balik kesempitan. Boleh tetap di kos tapi jangan diulang lagi perbuatan ini.

Ia pun mengangguk setuju. Kami menautkan jari kelingking. Sambil saya mengancam bahwa kami harus berteman. Sekali lagi terjadi kasus ini maka wajib pindah ke rumah saya. Kami tersenyum. Sejak itu kami bersahabat. Tiap hari saya mengunjunginya ke kelas hingga tangannya sembuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun