Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Demam K-POP Apa Masih Zaman?

1 Oktober 2022   17:57 Diperbarui: 1 Oktober 2022   17:59 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mam dan Gen Alpha berdialog: hellosehat.com

Demam k-pop 

Demam k-pop merupakan fenomena globalisasi yang masih marak di indonesia terutama pada generasi Z dan Alpha. fenomena tersebut cukup meresahkan karena dapat mendorong lunturnya budaya luhur bangsa Indonesia. 

Sebenarnya ini bukanlah kesalahan mereka demam k-pop, melainkan akibat derasnya transformasi digital berupa medsos dan televisi. Pergeseran melek gen Z dan Alpha ini tentu sesuai penyajian oleh orang tua di rumah.

Gen ini bebas menggunakan android sejak dini. Ditambah pula globalisasi dengan kondisi menyebarnya ilmu pengetahuan dan kebudayaan dari negara di penjuru dunia sehingga menyebabkan tidak ada batas-batas yang jelas antar budaya negara.

Penayangan di televisi pun memberikan pilihan beragam. Pilihan chanel beragam, pilihan televisi pun beragam, bahkan salah satunya tayangan k-pop bisa mereka dapatkan di IG, tweet, tiktok, shorts di youtube. 

Demam Korean Wave 

Sampai saat ini, remaja gen Z dan Alpha di Indonesia masih menggandrungi musik k-pop ini. Hal ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari demam Korean Wave di berbagai negara. Biasanya musik Korea atau music k-pop mengusung musik dance, yang beraliran hip-hop, serta koreografi dan kostum yang menarik. Sehingga adanya k-pop ini membawa dampak yang cukup besar bagi mereka.

Sisi Postif dan Sisi lNegatif K-Pop

Fenomena demam k-pop ini tentu saja dimanfaatkan media dengan menayangkan berbagai hal yang berhubungan dengan korea seperti drama, film, dan musik. Tentunya mendapatkan hiburan dalam bentuk baru dari negeri seberang itu sah-sah saja dan justru dapat bermanfaat bagi kita.

Entah itu melalui pengetahuan mengenai budaya luar, maupun dari sifat hiburannya saja yang seakan memberikan terapi untuk menghilangkan stress.

Selain itu, musik k-pop juga memiliki sisi positif dalam menambah pengetahuan, khususnya pelajar tentang budaya dan bahasa Korea yang tidak mudah untuk dipelajari.

Namun,  cukup mengkhawatirkan manakala melihatgen Z dan Alpha selaku generasi bangsa seakan lebih tertarik pada kebudayaan Korea. Tentu ini akan mengikis rasa cinta tanah air mereka perlahan-lahan.

Demam k-pop yang merajai dunia musik di kalangan gen Indonesia, membuat para mereka lebih tertarik dengan musik Korea daripada musik asli Indonesia. Padahal, Indonesia juga memiliki musik yang tak kalah kerennya. Seperti musik dangdut, keroncong dan pop-rock.

Musik k-pop malah dianggap membawa pengaruh buruk bagi para pelajar Indonesia karena banyak remaja berstatus pelajar yang rela membuang banyak uang dan waktu belajarnya untuk menonton artis idola mereka. Rasa cinta dan bangga terhadap kebudayaan nasionalpun luntur.

Ada satu teman, membawa anaknya menonton k-pop ke Jakarta. 4 hari anaknya berlibur demi menonton konser yang diadakan selama 2 hari di Ibu Kota tersebut. Anak beliau betul-betul kecanduan dan fanatik k-pop hingga lalai belajar dan tak naik kelas.

Nah, lebih banyak positifnyakah menjadi k-popers atau banyak negatifnya? Tentu berpulang pada Ayah Bunda selaku pembimbing anak. Anak dilahirkan suci seperti kertas putih. Orang tualah yang mewarnai kertas itu sesuai pembimbingan dan pengasuhan.

Solusi

Adapun upaya tepat yang perlu dilakukan orang tua selaku anggota masyarakat dalam menghadapi tantangan demam k-pop sebagai akibat global tersebut adalah:

1. Revitalisasi budaya 

Revitalisasi budaya merupakan suatu usaha berupa proses menghidupkan kembali unsur-unsur maupun nilai-nilai budaya yang sudah mati atau lenyap karena ditinggalkan orang tua sebagai komponen masyarakat.

Melakukan revitalisasi berarti kita memperbaiki kembali budaya-budaya masyarakat agar kembali digemari dan diminati oleh gen Z dan Alpha. Upaya revitalisasi menjadi solusi yang tepat dan bijaksana dalam mengatasi kencangnya arus globalisasi dalam diri pelajar yang sedang demam k-pop.

Globalisasi berdampak pada munculnya budaya-budaya asing yang populer di kalangan generasi ini sehingga revitalisasi budaya diharapkan dapat mengalahkan popularitas budaya asing. Jadi, upaya tepat yang dilakukan guru dan orang tua dalam menghadapi tantangan demam k-pop tersebut adalah melakukan revitalisasi budaya luhur bangsa. Di antaranya, tari, membaca puisi, dan bernyanyi.

2. Menanamkan Nilai Agama

Nilai-nilai agama perlu kembali dikaji orang tua dan anak. Cara berpakaian menurut agama bagaimana. Apakah boleh laki-laki menyerupai pakaian wanita? Bolehkah laki-laki memakai lipstik. Begitu pun wanita berpakaian minim. Kurang bahan di sana sini.

Orang tua bisa coba bicara dengan anak terkait bahaya terlalu terobsesi dengan idola. Jelaskan siapa yang pantas diidolai. Tanamkan konsep mengenai menjaga etika dalam berperilaku dan pergaulan. Serta ajarkan anak untuk bisa memilih dan memilah hal apa yang patut diprioritaskan atau tidak. Belajar atau k-pop?

Orang tua juga hendaknya siap mendampingi remaja dan mulai belajar terkait permasalahan yang berhubungan dengannya. Termasuk mengenai aktivitas gen Z dan Alpha mengidolakan seseorang. Pastikan anak tidak berlebihan dan terobsesi dengan idola, agar tidak mengganggu perkembangan psikologis mereka kelak.

Menyanyi tetap dengan kostum sopan: muslimahdaily.com
Menyanyi tetap dengan kostum sopan: muslimahdaily.com

3. Mengalihkan Perhatian Anak

Pengguna internet dan media sosial paling banyak berusia di bawah 19 tahun. Hal ini harus diperhatikan dan diawasi oleh orang tua. Sebaiknya orang tus tahu terkait apa yang diakses oleh anak ketika sedang menggunakan internet dan sosial media. Orang tua bisa mulai memberikan peraturan terkait hal ini, misalnya membatasi waktu mengakses internet, atau langsung mendampingi anak ketika menggunakan media sosial.

Orang tua juga bisa mengalihkan minat anak dengan bercerita-cerita. Tentang k-pop yang mereka idolakan. Mengkaji lirik lagunya. Sudah cocokkah dengan anak lirik lagu k-pop. Katakan bahwa cinta dan rindu belum saatnya menjadi santapan mereka. Mereka masih polos dan lugu tanpa dosa.

Maka orang tua perlu memeluk, mencium, dan dekat dengan mereka hingga naluri ingin menonton k-pop dapat teralihkan. Banyaklah berbicara dengannya agar keponya kepada idolanya tertunda. Kebiasaan bertanya jawabnya dengan teman di groupnya pun tak terlalu panjang. Jika orang tua selektif pasti demam k-pop akan berangsur hilang tanpa paksaan. Alon-alon.

Lebih penting lagi jika bakat mereka kita salurkan dengan tetap memilih bakat yang sesuai nilai agama, budaya, dan adat istiadat setempat. Beri mereka pengertian bahwa pelajaran itu sangat berguna kelak.Hidup tak boleh hanya menikmati tapi juga harus ikut action.

Menyanyi bisa mengalihkan demam k-pop: haibunda.com
Menyanyi bisa mengalihkan demam k-pop: haibunda.com

Kesimpulan

Pada akhirnya harus kita akui bahwa Korea telah berhasil menciptakan karya yang unik dan khas ala bangsa mereka. Karya mereka dapat diminati di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Untuk menyiasatinya gen Z dan Alpha harus pula berkarya.

Hanya terus mencintai budaya sendiri saja yang harus dilakukan untuk mengatasi kesenjangan antara kecintaan budaya sendiri dan negara luar ini. Sebagai penerus bangsa, seharusnya kita perlu menjaga dan melestarikan musik kita agar tidak terlupakan atau bahkan menghilang karena perkembangan musik dari negara lain. Mari berkreasi seperti mereka. Yusriana, S.Pd.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun