Di antara mereka menjawab dengan lucu, "Negara Asia." Wkwkwkkk tentu guru dan temannya ketawa. Sejak zaman apa ada negara asia?
Begitu juga ketika guru IPA generasi X dan Y menjelaskan Sendi engsel merupakan sendi yang hanya bergerak dalam satu bidang, layaknya engsel pada pintu. Sendi engsel terdiri dari dua tulang atau lebih yang ditutupi oleh lapisan hialin dan dilumasi cairan sinovial. Beberapa bagian tubuh yang memiliki sendi engsel meliputi siku, lutut, dan sendi di antara ruas jari tangan.
Ketika ditanya sendi engsel pada manusia terdapat pada bagian tubuh...? Di antara siswa menjawab di engsel pintu. Mereka menjawab begitu di kertas ulangan harian dan ketika remedial secara lisan.
Sepertinya mereka tak fokus mendengar ceramah guru, atau memang generasi Z tak suka mendengar ceramah, tak mencatat penjelasan guru, dan tak membaca modul, dan buku teks di rumah.
Nah, ketika dalam pembelajaran Bahasa Indonesia saya tantang mereka menulis tugas di gawai, mereka antusias. Selesai Tugas Menuls Teks Laporan Percobaan, Teks Tanggapan Kritis, Menulis Teks Narasi, dan Menulis Pidato persuasif.
Semua mereka tulis di PC atau android. Hal ini memudahkan mereka mengedit jika ada kesalahan tugas dan memudahkan saya memeriksa. Membaca tugas mereka di manapun berada.
Jika tugas mereka tulis di kertas, lalu ada kesalahan maka meraka harus mengulang menulis lagi. Sia-sia bukan? Inilah alasan mereka malas menulis dengan pena. Â Namun, bila mereka ketik di android, seperti whatsap, ada kesalahan, mereka tinggal mengklik pesan atau diblok dengan ctrl A jika di PC lalu salin dan tempel di pesan. Perbaiki dan bisa kirim lagi.Â
Generasi Z ini nampaknya malas menulis. Mereka lebih enjoy berlaptop ria dan mengirim tugas lewat WA. Terjawablah keininginan mereka dengan adanya kurikulum merdeka.
Namun, sayang belum semua sekolah berani mewajibkan Siswanya membawa gawai dan laptop ke sekolah. Mereka pun kesal. Mau gimana lagi. Tetap semangat. Untuk menyiasati kemalasan Gen Z ini mendengar ceramah dan menulis maka guru perlu bertransformasi.Â
Sebagaimana Muhammad Nur Rizal, pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), di Jakarta Selatan pada Media Indonesia menyampaikan  bahwa Gen Z adalah generasi kurang fokus. Mereka bukan siswa Gen X dan Y yang bisa diperlakukan otoriter. Menghadapi Gen Z justeru harus demokrasi.
Ketika Gen Z bertemu dengan guru bertipe Gen X dan Y yang dibesarkan dan didik Baby boomers yang otoriter dan tak sabaran maka terjadilah pembelajaran seperti pada kasus IPA dan IPS di atas. Guru tak bisa mencapai tujuan pembelajaran pada penguasaan konsep dan anak didik tak bisa tampil sesuai tujuan.