Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebocoran Data Dipicu oleh Apa? Bjorka-bjorka di Mana-mana

16 September 2022   23:04 Diperbarui: 17 September 2022   21:34 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akhir-akhir ini marak kebocoran data. Apa kabar UU IT:techno.okezone.com

Seorang teman pernah bekerja di suatu perusahaan pengelola akun. Iseng ia memperlihatkan akun-akun keren kepada salah satu teman. Keren maksudnya akun itu milik orang-orang penting di Tanah Air. "Ini passwordmu bukan? Dengan email ini?" Tanyanya suatu ketika. Kala itu ia pulang kampung ke Sumbar.

Demikian rentannya kerahasiaan akun dan password kita. Butuh pekerja amanah dan konsisten untuk menjaga rahasia data kita. Sekali share saja si pekerja itu memberikan akun-akun berikut passwordnya kepada pihak lain, maka si pemilik tak bisa berbuat apa-apa. Tak bisa menuduh siapa-siapa. Kecuali si pemilik jasa.

Waktu itu teman saya tak percaya. "Ah, paling kamu hacker," katanya sambil senyum.

"Kurang ajar. Kamu tak percaya ini kerjaku. Sekarang ubah passwordmu," tantangnya lagi. Teman saya pun melayani tantangan itu. Ia pun melakukan permintaan ubah password di akunnya. Lalu menantang balik, "Sudah----" 

Ajaib, temannya pun memperlihatkan hasil perubahan password teman saya.

"Ini permintaanmu barusan, " katanya. Kami pun terbelalak takjub. Wuih bejibun deretan akun dan password yang ia pertontonkan. Ini baru satu kondisi situasi penyimpanan dan pengelola akun kita.

Adik jauh saya merantau ke Medan setamat ia SMA. Pekerjaan yang ia lakoni di sana sungguh pantastis. Duduk di kursi empuk pegang Hp lalu buka aplikasi. Mengalir masuk koin-koin dan uang ribuan ke rekening katanya setiap ada orang di dunia maya bertransaksi. Dalam sehari mereka merekrut 3 - 4 juta rupiah per Hp. Ingat per Hp ya. Adik jauh saya pun bingung. Ini uang apa halal tidak sih. Maklum dia gaptek (gagap teknologi).

Akhirnya ia pilih berhenti kerja di sana pulang lagi ke kampung dan menggarap sawah di kampung. Saya bilang, "Sayang banget."

Baca juga: Sebuah Nama

"Gak halal, kak!" Teriaknya kesal.

Demikian juga ketika saya buka rekening menabung emas di salah satu lembaga BUMN, menggiurkan bisa cicil mulai 5000, 50 rb, dan seterusnya. Setelah bikin akun dan bayar lewat briva, eh esok harinya bejibun datang sms dan pesan whatsap dari nomor tak dikenal menawarkan bisnis emas dengan untung menggiurkan.

Ini sih nomor Hp kita yang dibagi-bagi sepertinya. Namun, data saya kayaknya tak dibocorin. Masak nabung 50 rb aja sudah diajak bisnis emas, lucu ah. Wkwkwkkkkk.

Lha--- bisakah kita menuduh lembaga itu yang sudah menyebar nomor Hp saya? Atau bisakah kita menuduh bahwa pegawai atau pekerja di sana yang mengirimi pesan kepada saya melalui nomor Hpnya? Tentu kita tak bisa menuduh mereka. Tapi jelas data nomor Hp saya sudah bocor bukan? Cuma data jumlah setoran saya masih aman deh kayaknya.

Demikian juga ketika saya menggadai emas di sebuah bank, sama saja. Ehh sesudah transaksi oke datanglah tawaran pesan whatsap untuk menyuruh saya promosi ke saudara, teman kerja, di group agar promo program gadai emas mereka. Bahkan pegawai mereka yang lain promo langsung ke sekolah saya. Bikin malu dan kesal saja. Nah, mungkinkah si pegawai bank yang dibagian gadai itu yang menyebar nomor Hp saya? 

Opsi kedua, si pegawai itu punya nomor lain yang dia gunakan untuk menjalin kerja sama promosi. Demikian ketatnya persaingan mencari uang hingga izin dan penjelasan dapat nomor Hp kita dari mana tidak tahu. Yang jelas kita sudah dikirimi pesan.

Pun lembaga-lembaga yang mengaku dari peningkatan mutu di sekolah gencar sekali mengirimi kuis, kuisioner A,B,C, dan seterusnya. Setiap isi kuisioner pasti meminta nomor Hp dan NIK. Bagaimana data kita tak bocor jika NIK saja begitu gampang dimintai lewat link-link yang benarkah terjamin kerahasiaannya dan benarkah dari penjamin mutu pendidikan?

Inilah zaman Bjorka-Bjorka. Di mana-mana ada Bjorka dengan target dan rencana kerja beragam sesuai visi misi mereka. Dulu zaman Kung Fu Panda, orang adu ilmu keringanan tubuh. Bisa merayap di atas awan dan melompat dari atap satu ke atap rumah penduduk lain. Namanya ilmu meringankan tubuh.

Zaman si Pitung, orang sibuk mempelajari karate dan silat. Adu kekuatan dari kampung satu ke kampung lain. Siapa menang, ialah jawara. Penjaga keamanan kampung.

Zaman Bjorka semua serba aplikasi, akun, dan password. Kita tak boleh lupa bahwa pengelola aplikasi, password, dan akun adalah manusia. Pekerja. Rentan tergoda kolusi dan nepotisme berupa memperkaya diri sendiri dengan menjual nomor Hp. Apalagi sudah melibatkan ancaman dari pihak tertentu dan dendam kesumat kepada seseorang.

Flowers instagram saja bisa kita beli dan manipulasi dengan harga 50 ribu dapat 300 flowers, 100 ribu dapat 600 flowers dan seterusnya. Demikian juga nomor Hp bisa dikumpulkan sebentar oleh mereka dengan dalih kuis berhadiah. Isi kuis berhadiah dan kirim ke 20 group atau teman.

Pun kita yang jualan online. Nomor hp kita seliweran di facebook dan instagram.

Adu jotos di zaman Bjorka tak laku. Tapi adu data lagi hits. Fifty-fifty. 50 pengelola data jujur dan amanah dan 50 pengelola data tak jujur dan tak amanah. Namun, tak semua mereka pekerja akun, aplikasi, password, dan search engine tak amanah. Di antara mereka tentu ada juga yang amanah. Meski fifty-fifty.

Yah, inilah tantangan kita di era penjajahan perangkat lunak atau murid saya bilang penjajahan software. Software enginering. Mulai dari Hp kita yang disuruh instal tiap detik. PC kita yang windowsnya dibajak hingga hank. Keyboard komputer yang dilumpuhkan hingga tak berfungsi lagi. Tak bisa mengetik lagi.

Bahkan paling bikin kesal baterai notebook kita pun diintai. Dengan dalih baterai Anda bermasalah. Mau perawatan baterai. Jawab mau. Langsung muncul dana sekian-sekian ratus ribu untuk perawatan baterai itu.

Saya masih ingat awal muncul sistem zonasi pada PPDB siswa SMA. Tiga kali server berisi aplikasi pendaftaran tersebut dibajak. PPDB pun sempat eror dan eror. Di antara pendaftar mengutak-atik aplikasi tersebut.

Mereka dari siswa SMK dan SMA coba-coba uji kelayakan server atau aplikasi itu. Jika aplikasi bisa mereka taklukkan tentu bernilai plus-plus dalam ota mereka di kantin sekolah. Kenakalan yang kreatif.

Fenomena Bjorka hari ini saya ikuti juga demikian. Ada anak manusia yang sedang usil dan jahil. Mencandai kita dengan status-statusnya. Namun, bisa jadi serius mau memeras.

Sungguh seperti di dunia novel. Si tokoh memantau atau menyadap lewat alat monitor pendeteksi hanya sebesar debu lalu ditempeli di android atau di tas tokoh lain. 

Merujuk kemampuan IT salah satu mantan menteri kita mendeteksi  dan menyadap percakapan lewat telepon dan whatsap tentu tak tertutup kemungkinan jika ilmu sadap menyadap mengalami kemajuan pada generasi kita dari waktu ke waktu.

Apalagi Android, smartphone, aplikasi, dan semuanya adalah bikinan manusia. Tak tertutup kemungkinan saling bongkar dan bocorkan data bagian dari peningkatan skill dan uji coba kecanggihan produk mereka. Retas meretas sebagai bagian penting dari uji coba dan kelayakan produk mereka.

Pernah juga saya melongo takjub antara percaya dan tak percaya. Ada tamu datang ke rumah. Lalu beliau cerita bahwa pimpinan tempatnya bekerja diundang ke Amerika, Canada, dan sejumlah negara adidaya lainnya. Sesampai di tanah air katanya semua barang bawaan dimusnahkan di Jakarta. Tak boleh ada yang dibawa ke Padang Panjang. Termasuk Hp.

Konon ini untuk memutus mata rantai sadap menyadap yang hanya menggunakan alat monitor sebesar debu. Wkkwkwkkkk.... memang lucu juga seh.

Namun, dengan munculnya fenomena bocor data, Bjorka, dan leluconnya membuat saya percaya bahwa Bjorka-Bjorka ada di mana-mana. Mungkin sebagai perpanjangan mata Allah yang punya sifat Maha Melihat. Lewat Bjorka siapa tahu bisa meminimalisir ketimpangan-ketimpangan. Semoga saja. Sebab perjuangan memperjuangkan kepentingan rakyat bisa lewat jalur apa saja sesuai profesi Anda. Salam literasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun