Yah, inilah tantangan kita di era penjajahan perangkat lunak atau murid saya bilang penjajahan software. Software enginering. Mulai dari Hp kita yang disuruh instal tiap detik. PC kita yang windowsnya dibajak hingga hank. Keyboard komputer yang dilumpuhkan hingga tak berfungsi lagi. Tak bisa mengetik lagi.
Bahkan paling bikin kesal baterai notebook kita pun diintai. Dengan dalih baterai Anda bermasalah. Mau perawatan baterai. Jawab mau. Langsung muncul dana sekian-sekian ratus ribu untuk perawatan baterai itu.
Saya masih ingat awal muncul sistem zonasi pada PPDB siswa SMA. Tiga kali server berisi aplikasi pendaftaran tersebut dibajak. PPDB pun sempat eror dan eror. Di antara pendaftar mengutak-atik aplikasi tersebut.
Mereka dari siswa SMK dan SMA coba-coba uji kelayakan server atau aplikasi itu. Jika aplikasi bisa mereka taklukkan tentu bernilai plus-plus dalam ota mereka di kantin sekolah. Kenakalan yang kreatif.
Fenomena Bjorka hari ini saya ikuti juga demikian. Ada anak manusia yang sedang usil dan jahil. Mencandai kita dengan status-statusnya. Namun, bisa jadi serius mau memeras.
Sungguh seperti di dunia novel. Si tokoh memantau atau menyadap lewat alat monitor pendeteksi hanya sebesar debu lalu ditempeli di android atau di tas tokoh lain.Â
Merujuk kemampuan IT salah satu mantan menteri kita mendeteksi  dan menyadap percakapan lewat telepon dan whatsap tentu tak tertutup kemungkinan jika ilmu sadap menyadap mengalami kemajuan pada generasi kita dari waktu ke waktu.
Apalagi Android, smartphone, aplikasi, dan semuanya adalah bikinan manusia. Tak tertutup kemungkinan saling bongkar dan bocorkan data bagian dari peningkatan skill dan uji coba kecanggihan produk mereka. Retas meretas sebagai bagian penting dari uji coba dan kelayakan produk mereka.
Pernah juga saya melongo takjub antara percaya dan tak percaya. Ada tamu datang ke rumah. Lalu beliau cerita bahwa pimpinan tempatnya bekerja diundang ke Amerika, Canada, dan sejumlah negara adidaya lainnya. Sesampai di tanah air katanya semua barang bawaan dimusnahkan di Jakarta. Tak boleh ada yang dibawa ke Padang Panjang. Termasuk Hp.
Konon ini untuk memutus mata rantai sadap menyadap yang hanya menggunakan alat monitor sebesar debu. Wkkwkwkkkk.... memang lucu juga seh.
Namun, dengan munculnya fenomena bocor data, Bjorka, dan leluconnya membuat saya percaya bahwa Bjorka-Bjorka ada di mana-mana. Mungkin sebagai perpanjangan mata Allah yang punya sifat Maha Melihat. Lewat Bjorka siapa tahu bisa meminimalisir ketimpangan-ketimpangan. Semoga saja. Sebab perjuangan memperjuangkan kepentingan rakyat bisa lewat jalur apa saja sesuai profesi Anda. Salam literasi.