Belajar untuk Menikmati Hari ini
Di sebuah ruang kelas ada kucing liar sedang bergelayut manja di antara dua kaki bersepatu hitam. Tiap hari kucing liar ini mendengarkan percakapan dua sahabat. Dua sahabat ini saling mengasihi meskipun salah satu dari mereka selalu mendominasi ingin di dengar. Namun sahabatnya selalu sabar menyimak keluh kesah temannya.
Si kucing liar pun sama dengan pemilik dua kaki bersepatu hitam itu. Ia pun ikut-ikutan tetap setia mendengar keluh kesah sebelah pihak itu. Hari ini pun ia kembali menyimak hal yang sama.
Ketika bel istirahat telah berbunyi. Fitri nama salah satu dua sahabat itu, masih saja sibuk membolak balikan buku pelajarannya. Sementara itu sahabatnya, Jasmine si pemilik dua kaki bersepatu hitam tempat si kucing pura-pura merem sudah mendesak Fitri untuk beristirahat. "Sudahlah Fitri...ayo temani aku keluar. Sebentaaarr saja. Kita juga perlu beristirahat Fitri," rayu Jasmine.
Tetapi Fitri tetap tidak mau beranjak dari tempat duduknya. "Tidak Jasmine !!" bantah Fitri. "Bagaimana jika nanti aku gagal, Jasmine? Bagaimana jika ibu guru memarahiku? Bagaimana dengan masa depanku?" tanya Fitri. "Sedang aku belajar seperti ini saja belum tentu aku bisa mencetak prestasi, Jasmine." Fitri membanjiri Jasmine dengan banyak pertanyaan.
Jasmine yang sudah lelah mendengar celutukan Fitri pun memilih untuk pergi darinya. Ya, begitulah Fitri. Gadis yang selalu memaksakan dirinya. Gadis yang memiliki banyak cita cita dan impian itu selalu merasa cemas dan khawatir akan masa depannya. 'Kurasa ini obsesi bukan lagi cita-cita atau seindah impian.' Bisik Jasmin berharap kucing di bawahnya faham.
Cita cita terbesar Fitri adalah menjadi seorang dokter dan direktur utama sebuah rumah sakit. Tentu saja, hal itu tidaklah mudah. Karena itu Fitri selalu memaksa dirinya, takut akan masa depannya-tepatnya obsesi gila itu.
Fitri sangat bekerja keras untuk mendapat semua yang dia inginkan. Jika dilihat-lihat, Fitri juga merasa tertekan karena hal itu. Jika tidak bisa mendapatkan semua itu, Fitri akan mengeluh dan merasa sangat tertekan. Obsesi itu telah menjerat hidupnya sehingga ia tak bisa menikmati hari-hari layaknya anak-anak seusia kami.
Namanya juga manusia. Pasti tidak bisa memiliki segalanya. Tapi, Fitri selalu memaksakan diri untuk mendapatkan segala yang diinginkan. Suatu hari, kelas Fitri kedatangan murid baru. Namanya Aster. Fitri dan teman yang lain pun berkenalan dengan Aster.
Awalnya mereka berteman dengan baik. Tapi, akhirnya Aster iri melihat Fitri. Menurutnya Fitri terlalu berlebihan dalam segala hal. Lebay begitulah. "Hai Aster !" sapa Fitri dengan ramah di suatu pagi. Tapi, Aster hanya diam saja. Aster tidak mau lagi berbicara dengan Fitri.
Tidak sampai disitu, ternyata Aster merencanakan perbuatan buruk kepada Fitri. Aster menyebar fitnah kalau Fitri berbuat curang untuk mendapat nilai yang bagus. Fitri tentu merasa tertekan karena kelakuan Aster.
"Sabar aja Fitri.... Nanti orang kayak gitu juga kena karmanya. Pokoknya ga usah di dengerin," hibur Jasmine.
Sepulang sekolah, Fitri mendapat berita dari gurunya. Fitri akan mengikuti lomba cerdas cermat tingkat kota. Sebagai perwakilan sekolah. Â "Jasmine.... akhirnya aku di panggil juga sama Bu Guru Yetri untuk mengikuti lomba !" Seru Fitri dengan perasaan senang.
"Waaah....Selamat ya Fitri," sahut Jasmine. "Alhamdulillah...aku juga ikut senang. Biasanya Fitri hanya bisa mengeluh dan iri kepada yang lain," ujar Jasmine dalam hati.
"Nah...kalau begitu aku harus lebih bekerja keras lagi. Biar bisa menang dan lanjut ke tingkat selanjutnya," ujar Fitri. "Agar bisa juga membawa prestasi kayak teman teman di sekolah ini," sambungnya.
Fitri dan Jasmine memang bersekolah di tempat yang di idam-idamkan banyak orang. Sekolah unggulan di kota tersebut. Tidak heran banyak siswa berprestasi yang membuat Fitri iri dan mengeluh selama ini.
"Jasmine...kemarin aku ngeliat atlet seumuran kita. Dia bisa mempersembahkan medali buat Indonesia loo....Keren banget kan dia !" Seru Fitri suatu pagi.
" Iya keren banget !! Tapi, kamu iri juga sama dia ?" Tanya Jasmine.
"Iyalah.... Masa kamu gak mau kayak dia ?" Fitri pun balik bertanya.
"Iya Fitri, siapa juga yang gak mau kayak dia. Tapi, kamu harusnya bersyukur dan senang dong. Kamu kan bisa menang dan melaju ke tingkat provinsi di lomba kemarin," kata Jasmine.
"Iya Jasmine.... Tapi aku harus lebih bekerja keras lagi. Biar bisa menang juga di tingkat provinsi," ujar Fitri.
Semenjak saat itu, Fitri selalu memaksa untuk terus berlatih agar bisa menang di tingkat provinsi. Hingga dia melupakan segalanya. Fitri hanya memikirkan cara agar dia bisa menang. Fitri tidak pernah menikmati hari-harinya. Melewatkan semua yang seharusnya dia dapatkan di hari ini di dunia anak.
"Haah! Kenapa ya aku ga bisa jawab soal latihan persiapan lomba dari bu guru," keluh Fitri. "Tadi aku juga cuma dapat nilai pas pasan karena ulangan dadakan. Tugasnya banyak banget lagi," sambungnya.
"Fitri...ingat gak kata Ali bin Abi Thalib 'jika sesuatu yang kita senangi tidak terjadi, maka senangilah yang terjadi.' Jadi....kamu gak boleh mengeluh gitu dong," nasehat Jasmine.
"Haduh.... Jasmine, kalau prinsip kita kayak gitu terus. Kapan kita bisa berhasil ? Gimana kalau aku ga bisa menang lomba tingkat provinsi ?" Tanya Fitri dengan perasaan kesal.
"Fitri.... Kamu bisa bantu aku gak ? Tolong ajarin aku tugas yang ini. Aku kurang ngerti soalnya," kata Jasmine suatu hari.
"Gak, ga bisa Jasmine. Maaf ya aku lagi sibuk dan fokus buat lomba, jadi jangan ganggu aku. Kamu kerjain aja sendiri," jawab Fitri.
Lama kelamaan persahabatan mereka mulai renggang. Karena Jasmine merasa kesal dengan tingkah laku Fitri yang sering berlebihan. Jasmin lebih memilih berbicara denga kucing liar di bawah mejanya.
"Fitri.... Kamu ga boleh maksain diri terus Fitri. Kamu harus bisa menikmati yang kamu dapatkan di hari ini Fitri," ujar Jasmine mulai kesal.
"Haduh....kamu kenapa sih, Jasmine. Jangan halang-halangin aku terus. Harusnya sebagai sahabat kamu mendukung biar bisa menang, bukan ngehalang-halangin," kata Fitri dengan kesal.
"Bukan gitu maksud aku Fitri," kata Jasmine mulai marah.
"Haah.... Udahlah!" kata Fitri dan langsung pergi. Mendengar perkataan Fitri, Jasmine merasa sangat bersalah.*
"Kak, tolong bantuin aku dong kak. Aku ada pr matematika nih. Tolong ya kak," kata adik Fitri sepulang sekolah.
"Kakak lagi sibuk buat persiapan lomba, Dek. Kamu kerjain aja sendiri," jawab Fitri.
Mendengar perkataan Fitri, Mamanya pun ikut berkomentar. "Fitri...tolonglah adikmu itu, nak. Dia gak paham sama pr nya. Luangkan waktumu sebentar untuk membantu adikmu, nak!" Kata Mama Fitri.
"Mama kan ga maksa kamu buat menang lomba, nak," sambung mamanya. Tapi Fitri tidak menghiraukan perkataan itu. Dia langsung pergi ke kamar.
Ternyata, tingkah laku Fitri yang berlebihan semakin membuat Aster iri. Anak baru itu tidak bosan bosan menggangu Fitri. Kali ini dia berulah dengan menukar  tugas dan kertas ulangan Fitri.
Ketika Bu guru menyebutkan nilainya. Fitri terkejut kenapa dia mendapat nilai yang rendah. Fitri pun mengeluh dan semakin tertekan karena hal itu. Karena terlalu sibuk dan bekerja secara berlebihan. Fitri pun jatuh sakit. Ditambah lagi kelakuan Aster yang membuatnya semakin tertekan.
Di saat kondisi tubuhnya seperti itu. Fitri masih memikirkan tentang perlombaan tersebut. Juga nilainya. Ketika kondisi tubuhnya agak membaik. Fitri memaksa dirinya untuk ke sekolah walau masih merasakan sakit.
Pada jam istirahat, temannya melaporkan bahwa tugas dan kertas ulangannya telah ditukar oleh Aster. "Oh...pantas saja nilaiku jadi rendah. Uuhuk uuhuk....Ternyata anak itu pelakunya," Fitri pun sebenarnya heran kenapa namanya berberda tulisan dengan isi ulangannya.
Fitri berkata dengan geram dan batuk-batuk karena masih belum sembuh. 'Anak itu gak bisa di biarin, aku harus melaporkannya kepada Bu Guru Dewi,' pikir Fitri. Tapi Fitri masih takut untuk melaporkannya karena tidak punya bukti. Di sisi lain, Fitri tertekan karena banyak sekali yang ia pikirkan.
Keesokan harinya, Fitri dan Aster dipanggil ke ruang guru. Fitri merasa bingung dan berpikir apakah dia telah melakukan kesalahan. Ternyata mereka berdua di panggil, karena perilaku Aster telah sampai di telinga Bu guru.
"Aster....Benarkah kamu telah melakukan itu ? Jawab dengan jujur !" Tanya Bu guru.
"I...ii...iya buk," Aster menjawab dengan takut dan gemetar.
"Kenapa kamu melakukan itu Aster ?" tanya Bu guru.
"Eee....Aster iri dengan Fitri buk, menurut Aster....Fitri itu terlalu berlebihan," terang Aster.
"Ya sudah. Sekarang kamu harus minta maaf kepada Fitri dan ibu tidak mau mendengar kamu melakukan itu lagi. Paham Aster ?" Tegur Bu guru.
"Baik Bu, maaf ya Bu, maafin aku Fitri. Aster janji gak ulang lagi." Mereka pun saling bersalaman.
"Sekarang Aster. Kamu boleh pergi," kata Bu guru. Sementara itu Fitri masih ditahan Bu guru.
"Fitri...Bu guru ingin bertanya kepadamu. Kamu kenapa Fitri ? Ibu lihat kamu tertekan, cemas, dan khawatir," kata Bu guru.
"Kamu sampai jatuh sakit Fitri. Kamu tertekan ya dengan lomba itu ? Atau kamu dipaksa sama orang tua kamu Fitri ?" tanya Bu guru panjang lebar.
"Enggak bu, Fitri ga tertekan kok Bu. Fitri juga gak dipaksa Bu. Fitri cuma iri sama teman teman berprestasi," jawab Fitri.
"Sementara itu, Fitri belum bisa Bu. Fitri takut gak bisa menang lomba Bu. Fitri juga takut di masa depan Fitri ga bisa sukses Bu," sambungnya.
"Fitri....sebenarnya yang kamu lakukan itu bagus. Tapi benar kata Aster. Kamu juga terlalu berlebihan," kata Bu guru.
"Begini Fitri, kamu ga perlu kayak gitu. Kamu gak harus menang lomba kok. Ga perlu juga berlebihan memikirkan masa depan kamu,"
"Kamu harusnya bersyukur karena udah menang di tingkat kota kemarin. Kamu juga harus bisa menikmati hari ini Fitri. Karena apa yang kamu dapat di hari ini belum tentu bisa kamu dapatkan besok.Contohnya begini, kamu sekarang punya waktu dan kekuatan untuk menikmati hari, walau belum memiliki harta dan kekuasaan Fitri. Sedangkan Ibu punya kekuatan dan harta, tapi tidak punya waktu karena terlalu sibuk. Ketika kita sudah tua, kita punya banyak waktu dan harta, tapi kita tidak punya kekuatan."
"Kita tidak bisa punya segalanya dalam sekaligus Fitri. Maka nikmatilah apa yang kita dapatkan di hari ini. Jangan terus paksakan dirimu ya Fitri," nasehat Bu guru panjang lebar.
Mendengar penjelasan Bu guru. Fitri pun tersadar. Fitri  meminta maaf kepada Bu guru, Jasmine, orang tuanya, dan adiknya. Semenjak saat itu, Fitri tidak lagi memaksakan dirinya. Fitri mencoba untuk bersyukur. Dan menikmati hari harinya dengan bahagia.
Ketika pengumuman lomba, Fitri memang tidak menjadi juara. Tapi Fitri tetap bersyukur akan hal itu. Karena Fitri telah berusaha dan bekerja keras sesuai dengan kemampuannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H