Hernep seorang ASN di sebuah sekolah besar dan unggul. Tiap hari sekolah itu dihadiri lebih kurang 100 guru. Mereka memakai sistem full day. Dengan ciri khas guru dan siswa berjamaah di Masjid sekolah pada waktu dzuhur dan Ashar.
Hari ini Hernep berjalan gontai menuju ruang si bos yang bersih lagi wangi banget. Ia disuruh ke ruang kepala karena tercatat 2 hari keluar pada saat dzuhur. Hernep sudah bisa merasakan panggilan ini. Maka ia membawa kresek ukuran menengah menuju ruang kepala. Penasaran apa isi kresek itu?
Yuk ikuti Hernep ke ruang si Bos.
"Nep, kamu dua hari tercatat keluar dari lingkungan sekolah. Ada apa?" Tanya beliau. Hernep pun membuka WA nya dan memberikan kepada si bos.Â
"Silakan dibuka dan dibaca bosq inilah penyebab saya cabut di jam shalat." Si bosque pun mulai membaca sambil tersenyum diiikiiit. Inilah kisah Hernep Dipanggil kepala.
Suatu hari Hernep mendapat kunjungan dari mamaknya. Kangen cucu katanya. Datanglah mamak si Hernep dari  Siadapian. Mamaknya membawa hasil bumi yang banyak. 1 karung beras. 1 Asoy hitam jengkol, 1 asoy biru petai, 1 dandang rendang ayam kampung, 1 kg teri putih siloboga.
Di Bukittangga mamaknya membeli pula beragam kerupuk kesukaan menantunya. Dari sekian banyak oleh-oleh itu Hernep paling doyan petai gatok alias petai lalap. Jika melihat petai mentah, Hernep akan lupa diri, Â dan langsung makan.
Demikian juga ketika mamaknya datang, Hernep langsung disodori maknya asoy biru besar berisi petai, "Nep, ini petai makanan kesukaanmu. Makanlah."
Hernep menyambut asoy di tangan maknya dengan riang. Ia pun memeluk asoy itu. Wangi petai segar langsung menyapa hidungnya. Menjalarlah wangi itu ke tenggorokannya hingga ke perut. Tanpa sadar, ia melirik jam di dinding. Sudah pukul 12.10.Â
"Wah, pantesan menggoda banget wangi petainya, Mak. Udah hampir jam makan siang. Aku makan dulu ya, Mak."
"Nep, Mak bawa nasi 6-4 kesukaanmu. Makanlah. Tuh, dalam tas tangan Mak."
"Wah, wah mantep banget Mamakku" Hernep pun memeluk Mamaknya kemudian makan dengan rendang ayam kampung dan4 papan petai mentah. Sesekali Nep melenguh menandakan nikmatnya makanan itu.
Hilang sudah lelah mamak ketika menyaksikan Hernep makan dengan buas sambil melenguh. Butiran keringat membasahi kening Hernep.
"Nep, cucu mamak jam berapaan pulang?"
" Paling jelang maghrib, Mak. Hari ii ada lomba di gedung  Balai Kota. Kemari Karin masuk final lomba 'Kata' Mak"
"Hebat cucu, Mak ya Nep. Â Raya gimana, Nep?"
"Raya les fisika, Mak. Besok mau ke Padang lomba IPA."
"Sibuk mereka,Nep."
"Iya, Mak."*
Esok harinya, Senin Hernep ke sekolah. Ia pun pamit kepada mamaknya. Di sekolah semua berjalan lancar hingga masuklah waktu dzuhur. Hernep segera menuju kamar kecil. Kamar kecil di ruang guru itu hanya 1.Â
Hernep pun segera bersuci dan berwudhu. Selesai berwudhu ia pun keluar. Beres-beres mukena mau ke masjid sekolah.
"Nep, kamu dari kamar kecil, kan. Kok bau Nep?" Seru salah seorang temannya.
"Masa iya, sih?" Jawab Hernep nyaris tak terdengar. Kemudian ia bergegas menuju masjid. Tiba-tiba ia ingat kemarin makan petai mentah 4 papan.
'Wuih mungkin benar gegara petai itu' bisik hati Hernep. Sekembali Hernep dari masjid sekolah pembahasan rekan kerjanya masih seputar bau WC meski sudah tak berbau. Terpaksa Hernep pura-pura ikut membahas. Sejauh yang ia simak, belum ada kepastian siapa biang penebar bau di toilet.
Sebetulnya Hernep merasa bersalah. Harusnya Hernep pulang jam istirahat untuk ke kamar kecil di rumahnya. Tapi jujur, ia takut pulang nanti di tegur oleh kepala. Apa daya nasi sudah jadi bubur. Bau petai di kamar kecil tak bisa dicabut lagi. Udah telanjur nyebar. Meski teman-teman tak tahu siapa yang punya bau itu. Wk wk wkkkkk.
Mulai esoknya Hernep pun tak berani pipis di kamar kecil ruang guru. Hernep pulang. Lalu kembali pukul 13.30. Masuk kelas dan mengajar. Sudah dua hari. Ternyata dalam pantauan kepala. Hari ini harus menghadap.
Usai membaca tulisan ini, si bosque pun bertanya, " Masih ada Bu Hernep?"
Hernep paham lalu menyerahkan kresek di tangannya. Hernep tahu kepala 11 12 dengan nya. Sama-sama pecinta jengkol dan petai.
Mereka pun tertawa sejenak melupakan Hernep yang sudah bolos. Begitu dahsyat pesona si hijau, petai. Selamat menikmati. Semoga terhibur dengan humor renceh ini.
Ini cuma sekilas resiko makan petai. Enak tapi baunya tak enak.
Yusriana menulis untuk kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H