Demikian pula kasus menulis teks tanggapan kritis siswa dan siswi saya di kelas. Huruf awal kalimat semua kecil. Nama orang kecil, dan nama geografi juga kecil. Wah, serasa mau pingsan ketika melihat ini. Miris sekali penguasaan kebahasaan siswa dan mahasiswa di atas.
Mirisnya Penggunaan Huruf Kapital pada Karya Siswa dan Mahasiswa ini akibat dan warisan dari mana?Â
Apakah ini akibat learning loss dari mereka SD, SMP, dan SMA?
Sungguh kemirisan ini membuat saya rasa pengen menangis. Wow... generasiku mengapa begini? Kesalahan penggunaan huruf  kapital pada skripsi mahasiswa sungguh menodai gelar elit mahasiswa. Masak seorang mahasiswa belum menguasai huruf kapital paling sederhana.
Nama orang dan geografi. Bahasa menunjukkan bangsa. Lagi kejadian ini menampar kita guru. Mengapa hal ini ada? Kualitas bahasa Indonesia diuji di SMA, SMP, dan SD kelas 6.
Saya masih ingat saat di SD kelas 4 sudah dituntut menulis kalimat dengan syarat, huruf pertama kalimat, kapital. Huruf pertama setiap huruf awal kata nama orang kapital, begitupun nama geografi.
Tuntutan ini pun saya temukan kepada ponakan teman saya yang sekolah dasar di Amerika karena ayah ibunya bekerja di kedutaan Indonesia untuk negara itu.
Begitu tebal dan cantik ia mengukir setiap huruf kapital di awal kalimat, nama orang, dan nama geografi. Kami begitu senang dan antusias menunggu datangnya surat-surat itu dahulu. Makanya hari ini saya miris akan learning loss di sekolah dan perguruan tinggi ini.
Dua tahun pandemi COVID-19 mewabah menimbulkan learning loss sebagai salah satu dampak sosial negatif yang muncul. Pandemi menyebabkan proses belajar mengajar harus dilakukan secara daring. Penyelenggaraan daring ini  memegang prinsip mengutamakan kesehatan dan keselamatan guru dan siswa.
Pembelajaran kebahasaan mungkin tak maksimal karena guru dituntut memberi bahan ajar secara darurat, materi esensial saja. Pada proses inilah terjadi kesalahan fatal. Guru lupa bahwa pengetahuan akan penggunaan huruf kapital sangatlah esensial.
Learning loss ini nampaknya terpaksa dituai saat ini. Guru cuma bisa meminta anak memperbaiki lagi tulisannya. Saya pun memilih 2 opsi. Pertama tulis di kertas teks Ananda dengan pensil. Opsi kedua, tulis di WA tugas Ananda. Dengan dua opsi ini mampu mengurangi rasa kesal siswa karena harus mengulang-ulang menulis tugas karena salah.