Jumat, 19 Agustus 2022 saya putuskan mengakhiri perjalanan setengah dinas ke Depok dalam rangka mengantar anak kuliah di sana.Â
Usai mengemasi kamar kos, kamipun berangkat dengan jasa gocar dan KRL ke Tambun, Bekasi. Tempat adik bungsu saya untuk menitip si sulung di sana sementara perkuliahan belum mulai.
Semalam di Bekasi, kamipun intip-intip traveloka. Harga tiket pesawat paling murah. Hampir mencapai 1 juta 400 ribu rupiah. Swab antiGEN, 89 ribu. Apa daya, harus memilih ini karena saya tak bisa duduk di bus dua hari semalaman dengan lawan jenis yang bukan muhrim.
Sebetulnya saya mau mengajak anak, si nomor dua untuk menemani pulang dengan bus. Si nomor dua bersekolah di SMA Negeri berasrama. Tapi pihak asrama sekolahnya tak memberi izin. Hanya menyampaikan doa, "Semoga urusan Mama Anggi dipermudah Allah."Â
Saya paling suka bus. Nyaman, dibuai. Sejuknya AC dan lagu-lagu kenangan yang diputar sopir, membuat mata merem. Nyaman dan murah. Rp.450.000 sudah sampai tujuan. Bisa berhemat 1 juta lebih.
Deg-degan mendera, travel story pesawat sendirian. Chek-in, lapor , dan angkat barang sendiri. Si sulung tetap atension, mau mengantar ke dalam bandara.
Kemudian, berjalan sendiri dengan 3 tas besar di tangan. Beli oleh-oleh di Padang Panjang saja. Sampai di ruang pemeriksaan barang, selamat. Dipandu petugas di arahkan ke banyak loket.
Bingung juga. Pilih loket mana. Tak pernah terlihat terminal 2E, gate E5. Sesuai petunjuk di aplikasi E-ticket traveloka. Sejauh mata memandang cuma ada E2, E4, dan E7. Jadilah bertanya E5 mana dan E5 mana. Penumpang sepi banget.
Jika penumpang sepi, kita yang bingung jadi mangsa tatapan semua mata. Tiap melewati toko, saya bertanya. Arah tunjuk mereka tetap menuju E7. Hal ini tentu membuat bingung. Namun, saya tetap mengikuti arah yang mereka tunjuk.
Tak lama rombongan bule datang. Ada sekitar 20 orang. Rame tapi tak membantu karena saya zonk bahasa mereka. Rugi memang tak bisa bahasa bule. Akhirnya saya beranikan lagi bertanya. Bahwa saya mau ke Padang.
Silahkan, jawab petugas setengah hati karena sibuk melayani dua bule yang tasnya menimbulkan kode pada mesin x Ray di tangannya. Dua tas bule itu tertahan. Sayapun melaju menuju tempat duduk. Saya memilih duduk di dekat seorang ibu yang saya yakini juga bermarga seperti saya.
Kamipun berkenalan. Eda Simbolon dari President University Cikarang Bekasi mengantar anaknya kuliah di sana. Beliau mau terbang ke Medan. Kamipun mengobrol. Bertukar cerita tentang perkuliahan anak.
Terdengar panggilan penumpang LA Â 254 untuk menaiki pesawat. Sayapun pamit kepada Eda Simbolon. Masuk ke ruang tunggu dalam. Di sinilah saya melihat gate E5.Â
Senang mendengar ibu di depan mau ke Tabing Padang. Posisi duduk kami pun sedekat. Saya 10C dan beliau 11A. Kamipun seiring sejalan ketika ada lagi pemberitahuan naik ke pesawat melalui gate E2. Suara sorak sorai meningkahi kepindahan kami.
Barulah saya merasa riang setelah ikut bersorak bersama penumpang lain. Kami menyerahkan boarding pass satu per satu. Tiba-tiba giliran saya si petugas bertanya, "Amplop apa itu ibu, boleh saya lihat isinya."
Sudah 3 kali pemeriksaan tiket baru yang keempat ini menanyai amplop saya. Saya lihat tak satupun teman satu pesawat ini memegang amplop swab antiGEN. Saya jawab spontan saja, " Oh ini KTP saya, om." Lalu saya cigin lari.
"Siapa tahu surat keterangan hamil, Ibu." Saya senyum-senyum sambil melewati tangga eskalator. Mendengar penuturan si petugas saya bersimpati karena masih mendapati petugas yang tinggi atensi kepada penumpang.
Mengantri cukup lama kami di tangga pesawat. Namun, deg-degan takut nyasar sudah hilang. Pengaruh film dan berita atas kekejaman ibu kota ternyata menuai trauma besar di diri saya. Sesampai di pintu pesawat, seperti biasa pramugari cantik dan ramah menyambut.
"Selamat datang Ibu. Nomor kursi berapa, Ibu?" Tanya beliau sambil mengambil tas berat di tangan kanan saya. Kemudian beliau membimbing ke kursi yang saya sebut. Ternyata teman saya duduk 10B seorang pelajar dari Jakarta Timur berangkat sendiri mau kuliah ke UNAND Padang. Malahan di sebelahnya 10A seorang calon ibu muda yang sedang hamil 7 bulan. Mau lahiran di kampung katanya.
Mereka sama seperti saya berangkat sendiri dan pengalaman pertama sendiri, terbang. Perjalanan pun kami nikmati bertiga dengan makan Sari Roti dan Stroberi buah. Segar banget.
Nah, ketika pesawat akan take off, mereka dan penumpang lain masih menghidupkan dan memainkan android. Ketika pesawat sudah mengudara pun mereka tetap bermain android. Bahkan memotoi pemandangan di luar jendela pesawat.
Sebenarnya Bolehkah Menghidupkan Android di Atas Pesawat? Mereka begitu asyik dengan perpesanan. Ada pula yang bermain game. Si bule-bule pun biasa taat aturan juga ikut menyalakan android. Apakah mereka tak memahami perintah pramugari untuk mematikan android selama penerbangan?
Setengah perjalanan terbang, tiba-tiba pesawat oleng. Layaknya bus melewati jalan bergelombang. Semua penumpang takbir dan ishtigfar. Hari hujan. Tak lama pesawat stabil lagi. Mereka kembali memainkan android mereka.
25 menit jelang landing di BIM kembali cuaca ekstrim. Semua gelap. Pesawat kembali oleng. Lebih kuat dari kondisi pertama. Kembali kami berishtigfar. Hingga tak lama basah oleh hujan terlihat di jendela pesawat. Lampu kerlap-kerlip Kota Padang pun terlihat nyata. Kembali ucapan syukur terlontar.Â
Drama travel story yang indah jika sudah dituangkan ke kompasiana. Namun, pertanyaan, Bolehkah Menghidupkan Android di Atas Pesawat? Masih tetap mengganggu pikiran saya.
Tadi pagi, Sabtu 20 Agustus 2022 ini saya buka google kata beberapa artikel android boleh menyala asal dalam mode pesawat. Mereka teman  satu pesawat lebih berilmu dari saya tentang, Bolehkah Menghidupkan Android di Atas Pesawat? Begitu juga Mumtaz Rais yang sempat menghoyak netizen, bermain hp di pesawat.
Semoga kisah receh ini berguna bagi Traveler perdana naik pesawat, chek-in perdana, dan travel story sendiri seperti saya, ingat malu bertanya, 'berjalan-jalan karena' sesat di jalan.
Yusriana,S.Pd berbagi Travel Strory receh menegangkan ini dengan kompasianer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H