Puisi-puisi besutan Chairil memang terkenal idealis, individualis, dan provokatif kepada rakyat Indonesia agar semangat memperjuangkan kemerdekaan yang kala itu kita sedang diduduki Jepang. Jepang pada saat itu sangat sensitif dan mudah tersulut emosi karena masa itu pemuda giat menulis.
Tulisan-tulisan mereka yang menggadang kemerdekaan dan cinta tanah air inilah yang memicu Jepang mudah marah. Tapi Chairil dan teman-teman poejangga tak bergeming. Mereka terus produktif menulis sajak.
Mengutip Chairil Anwar, Hasil Karya dan Pengabdiannya (2009) karya Sri Sutjianingsih, puisi Aku merupakan gambaran hidup Chairil Anwar yang individualistis, kritis, dan cinta tanah air.
Semangat Chairil Anwar hingga hari ini tetap berkobar dalam lomba-lomba yang diadakan karena Puisi Aku tetap menjadi puisi wajib di tengah berseliwerannya puisi dan sajak. Namun disayangkan pada K-13 dan K-Merdeka membaca puisi tidak ada lagi.
Semoga dengan Mengenang 100 Tahun Chairil Anwar ini para pembuat kebijakan kembali merevisi kurikulum dan tak lupa lagi memasukkan pembelajaran membaca puisi bukan hanya menulis puisi agar karakter  penyair bisa pula ditiru generasi hari ini.
Demikianlah Puisi Aku dalam Mengenang 100 Tahun Chairil Anwar.
Yusriana, S.Pd
Salah seorang guru Bahasa Indonesia yang rindu mendengar Puisi Aku karya Chairil Anwar di kelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H