"Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya Harus Tanggung Jawab Terhadap Perundungan Anak."
Itulah salah satu judul tulisan yang saya baca di kompasiana. Seterusnya tulisan itu menggugat guru, dinas pendidikan, hingga menteri.
Mengapa guru yang digugat pada kasus itu? Mengapa Dinas Pendidikan, kemenag, hingga menteri yang digugat? Guru sudah menjalankan fungsinya di sekolah. Dinas Pendidikan dan Kemenag pun sudah berkolaborasi dengan guru melalui pengawas sekolah.
Demikian pula dengan menteri pendidikan sudah menelurkan kurikulum berkarakter dan malah sekarang sudah lahir pula kurikulum merdeka yang nyata bervisi misi melahirkan profil pelajar Pancasila.
Sejauh saya membaca tulisan "Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya Harus Tanggung Jawab Terhadap Perundungan Anak" ini tak ada sedikitpun di situ menyinggung orang tua si perundung anak. Ayah Ibu si perundung.
Selaku orang bijak mari kita teusuri, pada pukul berapa anak itu merundung? Di mana anak itu merundung? Pakai apa anak itu merundung? Semua harus kita kaji dan analisa.
Jika perundungan terjadi di jam sekolah mulai pukul 07.30 hingga pukul 14.30 hari Senin hingga Kamis. Atau pukul 07.30 hingga pukul 11.30 hari Jumat dan Sabtu benar ini kesalahan guru, dinas pendidikan, kemenag, dan kementerian pendidikan.
Mengapa? Karena mengizinkan perundungan di sekolah, mengizinkan perundungan di jam belajar, mengizinkan perundungan dengan Hp, dan mengizinkan anak membawa Hp ke sekolah.
Tapi jika perundungan terjadi di luar jam sekolah, di tengah masyarakat, dan dengan alat Hp sebagai perekam. Ini di luar kuasa guru, dinas pendidikan-kemenag, apalagi kementerian pendidikan. Menurut saya ini kesalahan orang tua si perundung.
Orang Tua Perundunglah yang Paling Bertanggung Jawab atas Kasus Perundungan Anaknya di Tasikmalaya. Malah, perlu diusulkan mungkin agar anak-anak yang melakukan perundungan, orang tua merekalah yang mendapat ganjaran penjara bukan anak yang merundung.Â
Bukan membela. Anak-anak itu sebetulnya masih di bawah umur. Mereka kadang kala belum memahami apa yang mereka perbuat. Mereka kadang meniru. Mereka masih butuh pengawasan dan pengurungan di rumah.
Wajar Kita Bertanya
Di mana orang tua saat anak melakukan perundungan?. Mengapa anak seusia mereka itu dibekali handpone dan dibawa keluar rumah seperti layaknya membawa bola kasti atau bolakaki saja?
Orang tualah pemilik anak yang merundung itu, bukan guru. Orang tualah yang lebih banyak waktu dengan anak itu, buan guru. Mulai pukul 14.30 hingga pukul 07.30 anak bersama orang tua. Pendidikan karakter pertama anak itu di rumah.
Pendidikan Karakter Anak di Rumah
Adakah orang tua saat anak pulang sekolah? Adakah orang tua menemani anak makan siang? Adakah orang tua bertanya anak sudah makan siang? Adakah orang tua membuat agenda sholat dzuhur anak? Sholat ashar anak, sholat Maghrib anak? Sholat Isya anak? Hingga sholat subuh anak? Sudahkah orang tua membaca ayat suci Al Quran bersama anak?
Apakakah sudah dibacakan kisah nabi dan raja-raja bijaksana kepada anak jelang tidur mereka? Adakah ibu memeluk anak pulang sekolah? Adakah ayah mengusap rambut anak sepulang sekolah? Sudahkah orang tua anak itu bersedekah senyum ketika anak pulang sekolah?
Tolong kita jawab pertanyaan-pertanyaan pembentuk karakter pertama tugas sederhana orang tua itu. Mohon maaf. Guru saya di Sekolah Menengah Pertama pernah bilang, " Anak-anak di daerah itu... dilahirkan lalu dibiarkan tumbuh dan kembang dari sisa penyakit."
Waktu saya usia itu, saya sempat tersinggung. Karena daerah yang beliau sebut kampung saya. Tapi setelah saya rasakan dan amati lingkungan saya tinggal, sekarang saya setuju dengan pendapat itu. Anak memang ditinggal saja oleh ayah ibu bekerja tanpa ada yang mengawasi di rumah. Dibiarkan saja diawasi alam. Untung saja belum marak saat itu pelecehan seksual.
Demikian juga hari ini, sebagian orang tua sibuk mencari uang. Sibuk dengan ketiadaan dan kemiskinan. Anak sibuk pula dengan Hp. Bahkan pulang tak pulang anak ke rumah orang tua tak mau tahu. Asal anak didapiti malam hari sehat walafiat pas pulang kerja sudah tenang.
Sebagian orang tua itu tak tahu ada apa di Hp anak. Orang tua itu tak mau tahu adakah PR anak dari sekolah. Orang tua itupun tak tahu apa dan mengapa anak hari ini. Apa karyanya hari ini. Apa kreativitasnya. Apa yang bisa kita puji padanya hari ini. Apalagi apa kesalahannya hari ini.
Sungguh, miris hati saya membaca perundungan, pelecehan seksual, hingga citayam fashionweek. Terbayang oleh saya anak-anak punk. Fashion mereka hampir mirip. Berhari-hari anak jolong remaja laki-laki dan perempuan berkelompok di jalan raya dengan vesva modifikasi butut.
Seks bebas tentu tak bisa dihindari. Hamil lalu memperoleh jampersal ketika melahirkan. Kemudian anak dibiarkan menjadi beban negara. Lalu suatu hari mengulang lagi kejadian serupa.
Anak punk itu ketika mereka kehabisan bensin dan uang dengan santai mengemis di jalan meminta sumbangan. Saya selalu bertanya dalam hati, " Kemana ayah ibu mereka? Mengapa anak yang dikandung 9 bulan 10 hari dengan pertumpahan darah dan pertarungan nyawa dibiarkan di jalanan seperti itu?"
Apakah anak punk itu, anak citayam fashionweek itu, dan anak yang melakukan perundungan itu kesalahan guru? Kesalahan dosen? Kesalahan Dinas Pendidikan? Atau Kesalahan guru agama dan kemenag? Kesalahan menteri pendidikan dan menteri agama?
Peran Guru
Orang Tua Perundunglah yang Paling Bertanggung Jawab atas Kasus Perundungan Anak di Mana Saja. Termasuk di Tasikmalaya. Guru hanya sebatas pemberi, penguat, dan pemotivasi anak di jam mengajarnya. Guru tak memiliki wewenang memberi sanksi kepada anak di luar jam pelajarannya.
Sama fahamlah kita bahwa ilmu, kiat, motivasi, dan pembelajaran yang diberi guru di sekolah bersifat klasikal. Ya ayyuhalladziina amanu ( hai anak-anakku).Â
Yusriana, S.Pd
Salah seorang guru yang menaruh harapan kepada para orang tua. Mari kita jaga anak-anak kita sebagai investasi dunia dan akhirat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H