Hari ini lelah sekali, pemirsa...
Hari Kamis saya kirim WA kepada Rian. Anak dari orang yang menolong saya di rumah. Lalu ia menjawab, " Hari Senin saja Amak datang karajo, Mak Uwo." Kecewa saya membacanya.
Sabtu saya lebaran Idul Adha dan mereka, keluarga yang menolong  lebaran hari Minggu. Biasanya beliau datang menolong hari Minggu.Â
Hari Sabtu, saya sholat sekaligus perayaan Idul Adha di kampung. Berkurban di kampung. Di sana begitu banyak yang menunggu kita berkurban. Jadi terasa semarak berkurbannya daripada di rantau ini.
Pekerjaan rumah pun tak bisa dikerjakan. Piring, kain menunggu setrikaan, dan rumah minta dipel sudah antri. Tapi, gimana lagi tak sempat mengerjakan harus ke kampung halaman
Telepon sudah berdering-dering dari sanak saudara bertanya jam berapa sampai di kampung. Jadilah rumah ditinggal saja mudahan Senin yang menolong benar datang. Tapi harapan tinggal harapan. Tadi suaminya datang melapor bahwa istri dan anaknya mencret. Jadilah semua pekerjaan dihendle seorang diri. Hmm  lelah ternyata.
Sesampai di kampung sholat hari Raya Idh. Seperti biasa imam mengingatkan bahwa shalat idh 2 rakaat. Pada rakaat pertama tujuh takbir dan jadi 8 dengan takbiratul ikhram. Tiap antara takbir dibaca subhanalloh, Alhamdulillah, walailaha illalloh allohu akbar.Â
Rakaat kedua lima kali takbir dan menjadi 6 dengan takbiratul ikhram. Bacaan antara takbir juga sama subhanalloh, Alhamdulillah, walailaha illalloh allohu akbar. Â Sedang yang lain sama seperti sholat subuh terang beliau.
Usai shalat kamipun mendengarkan dua khutbah. Dilarang berbicara dari salam hingga selesai khutbah. Khutbah katib sama seperti tahun sebelumnya tentang hikmah berkurban hanya saja dari sudut pandang yang berbeda.
Hikmah berkurban memang bisa kita lihat atau kaji dari sudut pandang berbeda. Kali ini khatib mengurai hikmah berkurban berdasarkan tiga rahasia perjalanan hidup Ibrahim menuju perintah kurban.