Kita pun tak faham apakah pernyataan itu logis lagi setelah kita simak pernyataan Ketua BPH Migas Erika Retnowati  di atas dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Beberapa warga yang kepo pun sudah mencoba aplikasi Mypertamina agar nanti bisa membeli BBM Bersubsidi. Mereka sudah menginstal ulang aplikasi layanan keuangan digital MyPertamina.
Saat menginstal, mereka pun kaget, ternyata aplikasi Mypertamina ini terintegrasi lansung dengan aplikasi sejenis yaitu LinkAja.Â
Untuk transaksi membeli BBM, pembeli harus mempunyai saldo atau dana di LinkAja. Di antara mereka pun penasaran, walaupun programnya baru akan dimulai 1 Juli mendatang. Sekarang sudah 2 Juli.
Ia pun mencoba isi dan transfer dana ke aplikasi tersebut.seadanya. Danapun  masuk, lancar. Tapi, ia kaget lagi. Ia melihat di situ tertera biaya admin Rp 1.000. Samalah seperti kita beli pulsa. Pulsa 20 rb dibayar 22 rb.
 Jutaan konsumen pasti akan mengisi (top up) dana ke LinkAja. Jika memang kali-kalinya seperti di atas, setiap pemilik motor, mobil, mesin usaha kecil, dan lainnya harus login ke LinkAja setiap kali transaksi, layaknya beli pulsa, isi paket, dan token listrik, maka jumlah kendaraan bermotor (mobil dan motor) tambah mesin usaha UMKM di Indonesia tahun 2022 ini sebanyak 145 juta-an lebih.
Adapun yang membeli BBM Bersubsidi hanya 10 %, berarti 14,5 juta. Maka, mereka  akan bertransaksi ke LikAja. Selamanya begini. Lalu apakah yang diperoleh oleh rakyat atau negara selama itu? Keuntungan traksaksi di apikasi ini untuk siapa.
Akankah kita rakyat akan menonton saja? Menyaksikan milyaran keuntungan itu. Seperti kasus tanah di kota-kota besar yang awalnya dimiliki satu orang saja.
Tapi karena alasan desakan ekonomi dan kemapanan hidup tanah dijuali hingga untuk tinggal pun si pemilik tanah diberi iming-iming dibangunkan rumah kecil dan asri. Si pemilik tanah pun senang terima beres dan si pemilik tanah pun good bye dengan tanah nenek moyangnya.
Sekarang ketika sudah udzur bercerita. Tanah kantor itu, gedung hotel itu, dan itu tanah kita dulu.
Semoga terobosan dari pembuat kebijakan ini memihak kepada generasi kita. Mewariskan sistem yang mengutamakan kepentingan rakyat. Bukankah semboyan kita dari rakyat untuk rakyat. Pembuat kebijakan rakyat dan mereka berbijak untuk rakyat. Bukan masanya kita berbangga dengan SDA lagi tapi SDM berprofil Pancasila.