Begitupun dari keluarga suaminya. Berlomba mengadu nasib untuk mendapat pinjaman atau bantuan. Sayangnya alasan mereka juga masuk akal sehingga membuatnya lagi harus transfer.
Jika android itu mati sejenak hidupnya aman, tenterem, dan adem. Tidak harus pergi ke pegadaian buat nambah pinjaman. Kadang ia berterima kasih kepada lupa. Lupa menyelamatkannya dari transfer sejenak.
Mereka telah sampai di sekolah. Rini dan rekan-rekannya pun turun. Setelah pamit ia menuju parkiran motor. Jam tangannya menunjuk pukul 21.30 WIB. Tak terlalu larut sebetulnya untuk pulang bagi orang yang pergi raun atau jalan-jalan.
Terang benderang rumah Rini pertanda suaminya ada di rumah. Ia pun membelokkan motornya memasuki halaman. Ia parkirkan motornya dengan degup jantung tak beraturan. Ia pasang awas telinganya ketika pintu berderit tanpa ia sentuh.
Trakkkk...
Satu terjangan keras menghantam pinggul kananya. Ia sempat menyerongkan badan bersama suara pintu terbuka. Tendangan meleset 50 persen ke motor. Makanya mengeluarkan bunyi keras.Â
Tangannya ditarik kasar tanpa suara. Sampai di ruang tamu berukuran 3,5x5 itu, tas di tangannya dirampas. Isi tas dibuang ke luar rumah. Menyusul tas.
"Apa guna Hp ini?" Prangggggggg...
Benda ajaib itu jatuh berkeping-keping.
"Sudah berapa kali dibilang, pulang ke rumah paling lambat pukul 18.00..." katanya meradang sambil berjalan menuju sudut ruangan. Ia mendorong dua koper besar.
"Pergi dari sini!" Usirnya.