Kami berlima pernah ke Jakarta, Bekasi, dan Bogor. Inilah pengalaman pertama buat aku dan putri kecilku Yola naik pesawat. Waktu itu kami naik peswat Lion Air.Â
Tapi untuk suami dan si abang sulung dan nomor dua ini sudah ketiga kalinya buat mereka. Deg-degan pastinya. Apalagi tahun 2012 itu masih ingat pesawat Adam Air. Si kecil Yola tenang aja. Akhirnya akupun ikutan tenang. Konon menurut orang tua-tua jika si kecil anteng. Aman.
Kami pun sampai di Bandara Soekarno Hatta dijemput adik. Kami langsung menuju Kantor Kementerian Dinas Pendidikan, Menteri Pendidikan waktu itu M.Nuh. Kami muter-muter di jalan Sudirman dulu. Jalan paling populer di televisi.Â
Yang bisa kusimpulkan Jakarta jalannya hanya dipenuhi mobil dan gedung-gedung pencakar langit. Kotanya cueks dan ramai tapi sepi. Tak ada manusia hanya mobil yang berbaris dan ramai berpagar gedung-gedung itu.
Kamipun menuju belakang kantor kementerian itu. Seperti biasa wartawan diposisikan di belakang. Tapi aku lihat ini bukan belakangnya. Parkiran luas dan terasnya juga luas. Layaknya bagian depan gedung pertemuan. Semakin kami masuk untuk parkir juga makin luas.Â
Hingga kami mendekati teras lalu turun. Sudah banyak teman-teman wartawan dan pemenang lomba di sana. Hari ini memang gladi resik untuk acara penyerahan hadiah kepada para pemenang. Kebetulan suamiku juara tiga lomba menulis untuk kategori wartawan ya.Â
Yang ingat, kami bawa uang pulang 10 juta. Uang inilah yang kami pakai untuk biaya selama di Jakarta, Bekasi, dan Bogor. Dalam waktu 2 hari ludes.
Mengenang Jakarta aku teringat aktor Rano Karno, Yessi Gusman, Roma Irama, dan Yati Octavia. Aku paling suka menonton film mereka. Selain kisah romannya yang aduhai, aku suka tempat shotingnya yang menggambarkan Jakarta Ibu Kota Negara Indonesia.Â
Ketika aku sampai di bundaran HI Sudirman terbayang "Sebuah Jacket Kunimg Berlumur Darah" Karya Taufik Ismail. Terbayang kita demo maraton dari sini hingga ke Padang Panjang. Ya, 1998 seluruh mahasiswa serentak demo dari pusat sampai ke daerah. Inilah tempat mahasiswa UI mengorbankan diri mereka demi reformasi.