Pada suatu hari Lana pulang
Melihat nenek di depan rumah usang
Bersama anak bungsu yang nenek sayang
Pulang merantau meresahkan sekampung.
Nenek itu belumlah setua nenekku
Masih muda seumuran mamaku
Anak bungsunya seumur adikku
Tak mau sekolah lagi karena candu.
Mengapaka kau merantau kalau mencanduÂ
Kini akal sehatmu tak memandang
Rambut kusutmu dan rupamu
Taanpa bentuk mengikis tampang asing
Kami tak lagi mengenalmu
Pulang merantau kupikir gemilang
Membawa kampung harapan baru
Nyatanya kau tampar muka nenek lansung
Sayangnya bungsu nenekku
Dulu emas kau tukang
Besi kuning kau buat kalung
Bersama teman mengadu mampu
Apa gerangan membuatmu candu
Barang jadah siapa menjumpaimu
Dimana kau dapat semua candu
Kemana akalmu mau menghisap candu.
Kini tanganmu tak bisa memacu
Cangkul menunggu tenang datangmu
Menunggu tanganmu membanting
Menggali tanah kubur yang malang.
Candu sekarang meraspas warasmu
Memeluk gemetar semua sendimu
Melayang akal waras dan sapamu
Hanya sibuk di halusinasimu.
Siapa mau bisa menolongmu
Semua mata takut melihatmu
Semua kini menutup pintu
Memsang pagar  dab pintu menjahuimu.
Nenek menangis mendengar ratapmu
Tangan rentanya berkata padamu
Agar jangan mendekati diromu
Sekarang halusinasi itu bujukmu.
Mengapa kau dekati dia
Tanpa izin dari ibumu
Tanpa bertanya kepada kakakmu
Tanpa bertanya kepada abangmu
Mengapa kau putuskan sendiri  dekati dia.
Kini apakah aku bisa berpesan padamu
Atau bisakah kau berpesan kepadaku
Bagaimana rasanya candu itu
Agar kutahu pesanmu untuk generasimu
Mengikutimu atau memblokirmu.